9

52 12 4
                                    

Esok harinya, Rin mengantarkan pesanan  makan siang milik Minhyuk ke tempat kerjanya. Dari saat ia masuk pun, lelaki itu terlihat tampak serius di depan komputer dengan wajah yang berbeda jauh jika bersamanya. Setelah ia menghampiri lelaki itu, barulah Minhyuk melepaskan topeng serius dan tertawa renyah melihat kedatangannya.

"Sudah sampai? Mana makananku?" tanyanya sambil menerima pesanan yang diserahkan oleh Rin. Sebelum gadis itu membuka mulut, Minhyuk sudah memotongnya. "Baiklah, aku tidak akan bekerja terlalu keras hanya karena ini ada sangkut pautnya dengan ibuku."

Gadis ini tersenyum tipis dan mengangguk. Mata Rin langsung tertuju pada layar komputer yang menampakkan sebuah profil kriminal yang sedang Minhyuk caritahu asal-usulnya. Segera saja matanya membulat dengan mulut menganga. Dia berseru, "Aku melihat-"

Mulutnya mengatup seketika. Belum sempat Minhyuk bertanya, Rin sudah pamit untuk segera meninggalkan kantor polisi. Rin masuk ke dalam kafe yang posisinya memang cukup dekat dan menemui Wonho dengan gerak-gerik yang terlihat buru-buru.

"Kenapa? Ini 'kan belum waktunya kau kerja," ujarnya bingung.

"Kau melihat wajah yang kemarin hampir saja mencelakai Mina, tidak?" tanya Rin dan Wonho menggeleng pelan sebagai jawaban. Rin menghela napas, rasanya sangat disayangkan. Ia langsung ke luar sebelum Wonho sempat bertanya apa-apa lagi.

















***

Rin menunggu dengan harap-harap cemas kedatangan Mina. Hampir setiap hari anak itu akan datang memesan minuman, dan ia harap hari ini pun ia akan datang. Tapi, konsentrasinya buyar saat Momo mencolek lengannya dengan raut yang membingungkan.

"Sedekat apa hubunganmu dengan Wonho?" tanyanya sangat santai. Rin tampak berpikir.

"Biasa saja. Walau memang lebih dekat dengan yang lain," jawabnya enteng. Momo sempat melayangkan tatapan maksud dari 'yang lain' di kalimatnya. Beruntungnya Rin menangkap maksud Momo itu, "ah, Monsta X."

"Sahabat Wonho? Kau kenal dengan mereka?" tanyanya dan Rin hanya mengangguk pelan. Terlihat Momo menggerak-gerakkan bola mata seakan berpikir, lalu dia pergi meninggalkannya dengan menyisakan tanda tanya pada Rin.

Sebelum berpikir jauh, orang yang diharapkannya tadi datang juga dengan raut yang murung. Rin segera saja menghampirinya dengan senyuman.

"Kenapa?" tanyanya simpati. Mina hanya menggeleng lemas sambil mendudukkan diri di salah satu kursi. Sedangkan Rin berjongkok di depannya.

"Aku sudah meminta ayah dan ibu untuk memberikan sopir pribadi. Agar berangkat atau pulang, aku bisa merasa aman. Tapi, mereka menganggap aku menyusahkan saja. Cerita kemarin pun mereka abaikan." Penjelasan Mina membuat Rin menghela napas dengan pelan. Ia tak menyangka, Mina yang masih sekolah di kelas 5 SD ini sudah dibiarkan layaknya orang dewasa. Padahal dia masih butuh pengawasan.

Akhirnya Rin memberikan penawaran agar Mina selalu pulang bersamanya. Anak itu setuju, karena ia masih takut pada kejadian kemarin malam. Rin tersenyum senang, walau di sisi lain ia harus merelakan waktu percobaannya demi mengantar Mina.


















***

Saat jam pulang tiba, Rin bersiap dan mengantar Mina sampai ke rumahnya. Awalnya Wonho menawarkan untuk pulang menggunakan mobil, tapi Momo menyela dengan mengatakan bahwa dia ingin Wonho mengantarnya.

Naas sekali, perasaan tak enak itu kembali hinggap. Rin memperhatikan sekitarnya yang terasa sepi, dan dadanya berdebar kencang karena tegang. Beberapa kali ia mengajak Mina bicara untuk mencairkan suasana, tapi tak dapat ia tutupi ketakutan dari dirinya sendiri.

Sampai seseorang menepuk pundaknya, secara spontan Rin memutar sambil berteriak. Tak lupa melemparkan tas gendong milik Mina yang dipegangnya.

"Kyaa, lepaskan aku orang mesum!" teriaknya nyaring membuat kedua orang yang ada di belakang berteriak kesakitan. Karena kenal dengan suaranya, Rin berhenti memukuli orang itu dengan wajah yang cengo. "Minhyuk dan Jooheon, kalian sedang apa di sini?"

"Akh, sakit Rin!" keluh Jooheon memegang kepalanya yang kena hantam beberapa kali. "Seharusnya kita yang bertanya, apa yang kau lakukan di sini? Sudah malam! Tempatnya sepi!"

"Jooheon benar, seharusnya kau naik kendaraan umum. Kenapa berjalan di tempat sepi?" tanya Minhyuk sambil berkacak pinggang. "Ya sudah, biar kami antar saja! Kebetulan tadinya aku ingin ke rumah Shownu untuk meminjam uang, sekalian kuantar kalian."

Rin mengerutkan kening dengan heran sambil bertanya, "Meminjam uang? Untuk apa?"

"Untuk membeli celana dalam baru, ayo!" ajak Minhyuk membuat Mina menggerutu karenanya. Ayolah, kenapa Minhyuk melakukan obrolan memalukan di depan anak di bawah umur?

Sampai akhirnya mereka pulang dengan selamat.





















***

Besoknya, Mina sudah memberitahukan sebelumnya pada Rin kalau dia tak ada jadwal les. Maka dari itu, ia punya kesempatan untuk mengasah kemampuannya. Sebelum memulai masakan, ia sempat ingat kejadian tadi siang. Saat ia melayani salah satu pengunjung kafe, orang itu tersenyum padanya.

'Sepertinya aku kenal, tapi siapa?'  batin Rin bertanya-tanya.

Belum sempat ia menyentuh bahan makanan yang akan ia coba untuk masakannya, Momo datang. Membuat Rin terlonjak kaget dan ia sempat lupa untuk memberitahukan alasannya ada di dapur malam-malam.

"Aku sudah tahu, Wonho yang memberitahuku," ujarnya membuka suara. Dia menyandarkan punggungnya di depan kulkas sambil menatap Rin dengan dingin, "dia juga bilang kalau kau orang yang dia suka."


DEG!


Rin menahan napasnya saat mendengar kalimat itu meluncur dari bibirnya. Momo menghela napas lalu menunduk dengan raut yang penuh kekecewaan sambil berkata, "Padahal aku tunangannya."

"Momo-ssi, saya tidak bermaksud unt-"

"Cepat keluar dari sini, aku akan mengunci kafe." Lalu dia berlalu meninggalkan Rin di dapur. Membuatnya kecewa diam-diam karena tak bisa mencoba masakan yang ia rencanakan akhir-akhir ini. Dengan berat hati, ia membereskan dapur dan keluar dari kafe dengan Momo yang menunggunya di luar.

Sebelum benar-benar pulang, Rin menyempatkan diri ke minimarket di depan kafe untuk membeli beberapa bahan makanan. Karena sedikit, ia langsung ke luar dan berniat pulang. Tapi sebelum rencananya berhasil, di tengah-tengah jalan hampir menuju rumahnya ia merasa diikuti lagi.

Saat ia berbalik karena sempat melihat bayangan dari belakangnya, orang itu membungkam mulutnya dengan sapu tangan yang entah sudah diberi apa sampai membuatnya pusing bukan main.

'Lelaki tadi! Si pengunjung kafe yang tersenyum padaku!' batinnya menjert-jerit. 'Dia ... orang jahat yang ingin menyakiti Mina ...'

Lalu pandangannya menggelap.

PATTISERIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang