Rin dan Wonho tengah kompak menunduk setelah selesai diobati oleh perawat di rumah sakit. Alasannya karena Kihyun mengomel tiada henti soal keselamatan yang begitu penting. Ibu Minhyuk yang baru saja sadar hanya bisa tersenyum karena Kihyun menggantikan Minhyuk untuk mengomel. Sepertinya tenaga anak itu sudah terkuras habis karena baru saja mengomel pada ibunya.
"Ssttt, sudahlah Hyung! Telingaku panas mendengarmu mengoceh terus!" rutuk Jooheon sambil mengorek kupingnya. "Gunakan saja suara indahmu untuk menyanyi!"
"Berisik!" sahut Kihyun sambil menunjuk Jooheon yang menciut. "Kalian membuatku khawatir saja!"
"Daripada itu, kita seharusnya memikirkan kemana perginya Taejoon," ujar Changkyun sambil diam-diam memperhatikan luka Rin. Ia benar-benar khawatir pada gadis yang duduk di sampingnya itu, "Rin, kau hebat."
Rin hanya terkekeh sambil melirik Changkyun sekilas. Minhyuk yang sedaritadi diam akhirnya berdiri dari duduk. Dia menatap Rin penuh selidik sambil bertanya, "Apa saat kau sadar, kau memang ada di sana?"
Rin tampak mengingat. Sebenarnya saat ia sadar, ia bukan di ruangan yang tampak seperti ruangan kerja tadi. Lebih tepatnya ia seperti ada di sebuah kamar usang yang tak terurus. Tempatnya menyeramkan pula, banyak foto anak kecil yang terpajang di sana. Tapi ia tak ingat, di mana tempat itu berada.
Tiba-tiba Minhyuk memegang kedua tangan Rin dengan wajah yang menunduk. Ia berkata, "Jangan buat aku khawatir. Jangan libatkan diri kalian ke dalam urusanku terlalu dalam ..."
Rin tersenyum tipis lalu membalas genggaman tangan Minhyuk.
"Alasan kenapa aku bisa diculik oleh Taejoon bukan karena kita saling kenal, tapi karena kami punya urusan yang berbeda," ujar Rin dengan lembut. Ia lalu mengedarkan pandangannya, "mana Mina?"
"Dia aman bersama yang lain," jawab Kihyun disertai anggukan Rin, "soalnya Mina sempat dijadikan umpan agar Taejoon menculiknya. Walau tetap saja dia berhasil kabur."
Tak lama, seseorang dari tim kepolisian masuk dan menyerahkan sebuah kunci kepada Minhyuk. Ia menjelaskan kalau kunci itu ditemukan di TKP.
Rin memekik, ia menunjuk kunci tadi yang sempat dilihatnya dengan disertai ingatannya yang mulai bekerja dengan baik. Ia berseru, "Sepertinya aku tahu kunci apa itu!"
Detik itu juga, Minhyuk berdiri dan menatap Rin dengan penuh rasa penasaran.
"Mohon bantuannya, Rin! Kita akan menangkap Taejoon segera!"
***
Rin melirik jam yang menunjukkan pukul 9 malam. Dia belum pulang karena tadinya mau belajar lagi untuk membuat makanan, tapi Momo kembali menghadangnya. Tentu saja setelah diam-diam mengancam untuk tidak melapor pada Wonho.
Rin memaklumi, ia pikir mungkin memang menjengkelkan saat tunangannya sendiri malah membela perempuan lain. Yah, walaupun sedikit menyebalkan.
Ia baru saja masuk ke kantor polisi dan memperhatikan Minhyuk yang sedang serius menyiapkan strategi penangkapan Taejoon di mejanya. Perlahan Rin tersenyum dan menghampirinya.
"Jangan tidur terlalu malam, kau harus pulang. Kan seharian ini sudah menjaga ibumu," ucap Rin membuat fokus Minhyuk langsung pindah. Minhyuk hanya menarik kursi lain dan menyuruh Rin duduk di sampingnya.
"Iya, tapi aku tidak bisa membiarkan ini terus," sahutnya sambil mengusap luka di tangan Rin, "masa aku sampai melibatkanmu dalam urusan ini?"
"Kan aku sudah bilang, masalah kita itu berbeda."
"Tetap saja awalnya karena aku ..." Rin menggenggam tangan Minhyuk dengan lembut, ia tersenyum menguatkan.
Rasanya ia benar-benar tak tega melihat Minhyuk terpuruk begini. Bayangkan saja, orang yang kerjaannya hanya melakukan hal gila dan sekarang berubah hampir 180 derajat. Karena apa? Karena ibunya dicelakai orang lain.
Mungkin inilah penggambaran yang sebenarnya, tentang anak lelaki yang sangat menyayangi ibunya lebih dari anggota keluarga yang lain.
'Andai aku juga begitu adanya. Aku ... seorang anak perempuan yang begitu menyayangi ayahnya ...' batin Rin sendu.
"Aku akan membantumu. Kalau kau membutuhkanku dalam rencanamu, aku siap. Kita tangkap sama-sama Taejoon dan memasukannya ke dalam penjara," ujarnya semangat.
"Hmm, terima kasih Rin! Kalau begitu, gadis cantik sepertimu harusnya sudah pulang, diantar olehnya, oke?" Rin segera menoleh ke arah seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu sambil melipat tangan di depan dada. Entah sejak kapan memperhatikan keduanya.
Rin bangkit dengan kebingungan, "Hyungwon?"
"Sudah main dramanya?" tanya dia sambil menyampirkan jaketnya ke pundak Rin. "Ayo, pulang ..."
"Sampai jumpa, Rin!"
***
Rin mencolek pundak Hyungwon yang sedang fokus menyetir, membuat lelaki itu sesekali menoleh padanya dengan aneh.
"Boleh aku pinjam dapur di rumahmu?" tanya Rin dan Hyungwon tampak kebingungan. "Soalnya kalau di rumahku, alat-alatnya pasti tidak lengkap."
"Kau mau membuatkan sesuatu untuk Minhyuk?" tanya Hyungwon menebak dan Rin hanya tersenyum simpul.
"Aku tak suka melihat Minhyuk terpuruk begitu, apalagi dia sudah kelelahan tapi tetap memaksakan diri. Boleh ...?"
Hyungwon hanya tersenyum sambil mengangguk, dan setelahnya Rin berterima kasih dengan antusias. Rasanya lelaki itu senang melihat Rin begitu peduli pada teman-temannya. Karena selama ini ... walaupun mereka bersama, tak ada seseorang yang benar-benar sepeduli Rin.
"Terima kasih, Rin ..."
"Untuk?"
Hyungwon tersenyum simpul, enggan menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
PATTISERIE
Fanfiction[ON HOLD] Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa banyak yang kau miliki. Tetapi dari perasaan mensyukuri apa yang kau miliki. Sesuatu yang kau lakukan tanpa syarat, dan tanpa mengharapkan apapun. Sepahit-pahitnya makanan berat yang kau telan, yakinl...