21

26 3 1
                                    

Rin merutuk, ternyata memiliki keinginan tidaklah cukup untuk mewujudkan sebuah mimpi. Harus ada proses jatuh bangun sepertinya sekarang, yang tengah sibuk mengeluh karena sudah lima hari ini kehilangan fokus untuk belajar. Masakannya semua gagal, ia hanya menghamburkan bahan.

Tapi sejujurnya sejak awal pun dia tak langsung bisa, semuanya mengalami kegagalan dulu. Kebetulan saja ketika ia hendak memberikannya pada anak-anak Monsta X, makanan yang ia buat tercipta dengan rasa yang pas.

Sebenarnya Wonho sudah membolehkan Rin memakai bahan yang dimilikinya di kafe, tapi bukankah rasanya sedikit tak tahu diri? Dia sudah dibolehkan menggunakan dapurnya secara gratis selama ini, memakai alat-alat masak yang harganya jelas tak bisa ia beli dengan gaji setahun, belum lagi bekerja dengan tanpa ada tes.

"Aku ini kurang bersyukur," gumamnya mengingat jumlah uang yang ia punya di rekeningnya, "mungkin aku harus berhenti dulu. Uangku harus digunakan untuk bayar hutang."

Setelah membereskan beberapa bahan dan menitipkannya di kulkas kafe, ia memasukkan semua barang untuk bergegas pulang ketika foto ibunya tampak di dalam dompet yang ia buka. Rin baru ingat, sepertinya sudah lama sekali dia tak ke makam sang ibu. Sepulang dari sini, mungkin dia harus berkunjung dulu.

Ini sudah terlalu malam untuk seseorang yang nekat pergi ke kuburan, tapi Rin bukan tipe orang yang takut akan hantu atau mahluk tak kasat mata. Dia sudah terbiasa pulang sendiri sejak lama untuk bekerja, menyusuri jalan melewati daerah sepi dan gelap sering menjadi penutup harinya.

Sesampainya di tempat, ia mendesah karena sungguhan lupa untuk tak berkunjung beberapa waktu lalu. Lihatlah, tempat peristirahatan terakhir ibunya sudah berantakan karena tak ada yang mengurus. Memangnya siapa lagi kalau bukan dia? Ayahnya bahkan tak peduli pada mendiang istrinya.

Dengan lemas ia membersihkan seadanya, sesekali juga bermonolog seolah ada yang ia ajak bicara di sana.

"Aku terlalu sibuk mencari uang, maafkan aku ya, Bu. Padahal kalau mati juga tak bawa apa-apa," gerutunya cemberut.

"Pfft!" Rin tersentak dan mengedarkan pandangan. Tidak, dia tak takut sama sekali dengan suara itu. Justru dia ingin tahu manusia sejenisnya mana lagi yang berkunjung malam-malam begini?

Hingga tampaklah seorang perempuan berambut panjang bergelombang tak jauh dari posisinya, ia sungguh tak sadar ada orang selain dirinya di sana.

"Oh, sepertinya aku pernah melihatmu," ucap Rin membungkuk sopan, "Soyou-­ssi?"

"Wahhh, aku pikir siapa," sahut Soyou mendekat sambil tersenyum, "berani sekali kau datang jam segini?"

"Hanya di waktu ini aku bisa datang," Rin menunjuk jam yang terpajang di dekat makam di mana sudah terlihat pukul sembilan malam di sana, "kau sendiri?"

Soyou merapatkan jaketnya sambil mengangguk seolah memberikan jawaban yang tak jauh beda dengan Rin. Ia melihat makam di depannya dan bertanya siapakah yang gadis itu kunjungi, Rin hanya menjawab seadanya kalau itu adalah ibunya.

"Oh, aku juga mengunjungi ibuku," celetuk Soyou menunjuk tempatnya semula, "ternyata kita sama."

"Tapi aku rasa kau memiliki ayah yang baik," sahut Rin sedikit kaku.

"Memang," Soyou menerawang ke langit dan menghela napas, "aku rela melakukan apapun demi beliau yang sudah merawatku sendirian sejak aku masih kecil."

Rin tersenyum, sekarang ia mengerti kenapa Soyou sebaik ini seperti yang sudah Shownu katakan. Nyatanya dia memang tumbuh di keluarga yang baik meski hanya dengan ayahnya, tidak seperti Rin yang setiap harinya selalu berharap kelak si kepala keluarga sadar akan kelakuannya.

PATTISERIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang