Maaf untuk slow updatenya.
Semoga ga ngecewain di chapter ini.***
(Je wo pov)
Aku memandang diriku di pantulan cermin. Gaun yang begitu indah dan panjang akan menemaniku tiga hari lagi.
Aku merasa sangat cantik walau tanpa polesan make up sekarang.
Aku bahagia. Rasanya aku ingin menangis. Mengenakan gaun putih suci ini rasanya seperti mimpi.
Eomma, appa apa kalian melihatku disana?
Putri sulung mu akan menikah tiga hari lagi. Begitu cepat rasanya.Akankah aku bahagia?
Dengan situasi yang seperti ini?"Anda sudah siap nona?" Tanya wanita berpakaian hitam itu. Dia yang membantuku mengenakan gaun ini.
Aku memandangnya ragu."A-aku tidak tahu" ucapku ragu.
"Tuan cho pasti akan senang melihat anda nona, sepertinya dia sudah menunggu"
Benarkah dia menungguku?
Aku tidak yakin.
Benarkah dia akan senang melihatku?
Akankah dia menunjukan senyumannya saat melihatku?
Aku jadi semakin ragu untuk pernikahanku sekarang.
Jika dulu aku selalu antusias membahasnya. Sekarang, sudah lain cerita.Kejadian dua minggu lalu merubah semuanya. Merubah keyakinan hatiku untuknya.
Dunia terasa hancur semenjak kejadian itu. Ingin rasanya aku mengulang waktu. Atau bisakah waktunya diundur saja?"Nona? Anda melamun?"
"A-h, tidak apa-apa. Aku hanya malu"
Wanita itu tersenyum ramah kemudian menyentuh bahuku yang tak tertutup apapun.
"Kau pasti bisa, mereka sudah menunggu" ucapnya lembut.
Hatiku terasa hangat mendengarnya.
Aku mengangguk.
Dua wanita lainnya mulai menarik tirai putih yang sudah menyembunyikanku.
Yang pertama kali aku lihat adalah dirinya. Balutan tuxedo yang senada warnanya dengan gaun ku membuatnya terlihat berlipat-lipat tampan.
Ingin rasanya aku berteriak pada semua orang bahwa 'dia' sangat tampan. Calon suamiku.
Tapi aku hanya bisa menunjukan senyum getirku melihat wajahnya yang kelewat dingin.Wajah itu muncul sejak hari itu.
Tidak ada keceriaan lagi darinya. Bayi sudah berubah menjadi pria dewasa yang arogan. Aku masih belum bisa mengerti kondisinya."Nuna" panggilnya pelan.
Hatiku ingin menangis. Sebutan itu masih ia tujukan padaku. Walau keadaannya tidak sebaik dulu. Setidaknya dia masih mengingatku."Aigoo..kau sangat cantik Je Wo-ya" ucap Yuri ahjumma. Aku tersenyum simpul.
"Kyuhyun-ah, kemarilah kalian harus foto bersama"
Pria bernama Kyuhyun itu berjalan mendekatiku dengan wajah datarnya. Wajah itu terlihat polos, masih sama saat aku pertama kali bertemu dengannya. Namun, rasanya lebih dingin.
Dan dia tidak banyak bicara."Otaknya sedikit terganggu. Tepatnya pada ingatannya. Benturan dikepalanya saat kecelakaan dulu membuatnya harus kehilangan sebagian memori. Kali ini sarafnya bermasalah"
"Apa ia akan mengingat semuanya?"
"Aku tidak tahu pasti. Yang jelas sekarang dia masih bingung dengan fikirannya, dia bilang padaku tadi kalau banyak kejadian yang melintas dibenaknya. Jadi harap maklumi jika sikapnya tidak bisa terkontrol atau aneh sewaktu-waktu"
"Apa maksudmu dokter?"
"Itu bukan keinginannya. Tapi otaknya lah yang menyuruhnya melakukan sesuatu yang bisa di luar kendali. Bisa dibilang ia dalam tahap pengembalian ingatannya"
Cekrek
Aku masih menatapnya. Dalam jarak sedekat ini. Dia masih menunjukan ekspresi sama. Datar dan seperti tidak mengetahui apa-apa. Aku sedih. Ingin menangis.
Tapi akulah penyebab semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter
Fanfiction[WARNING] Cerita masih berantakan dan typo bertebaran. [MASIH TAHAP REVISI] Shin je wo harus mengerang frustasi mengingat pekerjaan yang sudah meninggalkannya. Gadis berusia 23 tahun itu baru saja di pecat dari pekerjaannya di sebuah perusahaan besa...