Alex tidak menyangka Farryn akan terbangun secepat ini. Pria itu merasa ada yang janggal, bukankah seharusnya jiwa Farryn sudah dikuasai oleh Elsa? Tapi kenapa Farryn bisa sadar dari komanya sebelum ia melakukan apa yang telah direncanakannya.
Di satu sisi, Alex merasa lega karena Farryn telah kembali, namun ia juga tidak bisa menerima fakta tak logis ini. Apalagi Valeri yang tidak terlihat sejak kemarin siang. Setelah mendiskusikan rencana untuk melenyapkan Elsa, Valeri meminta ijin ke luar pada Alex. Chelsea pulang ke rumahnya. Sementara Alex, ia kembali ke rumah sakit untuk menemani Farryn, mengingat bibi Laura yang semakin sibuk dan jarang membesuk Farryn di rumah sakit. Akhirnya Alex berkata pada Laura kalau ia yang akan menjaga Farryn tadi malam.
Sampai pagi tadi, gadis yang ditungguinya membuka mata. Alex merasa bersyukur karena dapat melihat mata Farryn terbuka kembali. Bersyukur karena Farryn telah selamat dari Elsa. Tapi, ini terlalu cepat. Alex tidak bisa menyimpulkan apa yang terjadi.
Akhirnya siang ini ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Mungkin Valeri ada di rumah dan akan membantunya memecahkan masalah ini. Tapi setelah ia memeriksa seluruh ruangan di rumahnya, ia tidak menemukan Valeri di mana pun. Perasaanya berubah cemas saat menemukan sebuah surat yang teronggok di meja rias Valeri.
Sebelum membaca keselurahan isi surat itu, Alex menelitinya dulu, ia yakin kalau ini adalah tulisan Valeri. Tulisan Valeri selalu tersusun dengan rapi. Kemudian ia mulai membaca kata demi kata yang tersusun dalam surat tersebut.
Maafkan aku Alex, aku melenceng dari rencana yang telah kita susun. Aku punya rencana sendiri yang telah aku pikirkan matang-matang.
Sekali lagi, maafkan aku Alex.
Kau berhak bahagia, dan kebahagian itu ada pada Farryn melihat bagaimana kau tertarik padanya melebihi saat kau tertarik pada Elsa dulu.Jangan merasa bersalah jika sesuatu buruk terjadi padaku, aku melakukannya dengan hati ikhlas, sebagai pengabdian seorang adik untuk kakaknya.
Alex termenung, rangkaian kalimat tadi belum sepenuhnya ia mengerti. Sekali lagi ia membacanya, sampai akhirnya ia paham. Saat itu juga wajahnya mengeras. Giginya bergemelutuk menahan amarah. Seharusnya Valeri tidak bertindak bodoh.
Ia meremas surat itu kemudian melemparkannya sembarang. Satu tempat yang menjadi sasarannya saat ini. Menurut perasaanya Valeri pergi ke gudang sekolah untuk mencari peti Elsa. Meskipun ia tidak tahu di mana peti Elsa disembunyikan, tapi kecurigaannya sedari dulu jatuh pada gudang tersebut.
Alex membawa kakinya ke sekolah. Ini hari libur, jadi sekolah tidak ramai seperti biasanya. Ketika Alex berjalan melewari bangku di depan pohon tua tempat favorite Valeri, Alex merasa ada yang aneh. Alex merasa ada seseorang yang mengawasinya. Ia menoleh ke belakang. Didapatinya seorang pria sedang menatapnya lurus.
"Alex." Pria itu menyapa.
Alex mengangkat alisnya merasa aneh dengan pria ini. Kulitnya sangat pucat, seperti mayat.
"Valeri diculik," ujar pria itu lagi.
"Kau siapa?" tanya Alex tanpa menanggapi pernyataan pria tadi.
"Aku Arga. Kau harus menyelamatkan Valeri, Alex! Dia dalam bahaya," ujar Arga memberi tahu.
Alex semakin tidak mengerti. Kenapa pria ini bisa tahu? "Kau yakin?" Alex bertanya kembali yang segera diangguki oleh Arga. "Di mana dia?"
"Di markas Erica, jalan melati nomor 56."
Meskipun Alex masih ragu dengan Arga, tapi akhirnya iapun bergegas ke sana. Alex takut kalau Valeri memang benar akan di bunuh.
Sementara Arga, pria penghuni pohon tua itu hanya bisa merenung. Dia tidak bisa menyelamatkan Valeri. Arga tidak bisa jauh-jauh dari pohon ini. Ia terikat, itulah sebabnya ia sering disebut sebagai arwah penghuni pohon tua.
Dulu Arga kesepian, tetapi setelah hadirnya Valeri ia tidak kesepian lagi. Ia jatuh cinta pada gadis itu meskipun dunianya berbeda.
====
Alex memastikan kalau ini adalah markas Erica yang dimaksud Arga. Setelah melihat alamatnya sama, ia segera mendekati rumah kecil tak terawat itu.
Yang Alex rasakan ketika kakinya menginjak teras rumah ini adalah sepi. Tidak menunjukkan tanda-tanda ada manusia di dalamnya. Alex sedikit menyesal telah mempercayai pria asing tadi. Mungkin pria yang mengaku bernama Arga tadi membohonginya.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam. Alex terkesiap kemudian membatalkan niatnya untuk pergi dari sini. Ia tidak mungkin masuk melalui pintu depan karena pintunya dipasang gembok dari luar. Alex memutuskan untuk mengintari rumah ini, berharap menemukan celah untuk masuk ke dalam.
Alex melihat jendela di pinggir rumah ini. Ia berniat untuk masuk melalui jendela dengan cara memecahkan kacanya. Setelah menemukan kayu yang cukup besar, ia segera memecahkan kaca itu dengan kayu tersebut.
Terdengar bunyi kacah pecah bersama jeritan seorang wanita. Alex merasa tidak asing dengan suara itu. Suara Valeri, cepat-cepat Alex masuk ke dalam.
"Valeri!" Alex berseru saat dilihatnya Valeri dalam kondisi yang tidak baik. Gadis itu duduk di kursi dengan tubuh yang teriak.
"Alex," ujar Valeri pelan, tidak percaya kalau Alex ada di sini.
Pertanyaan yang muncul di kepala Valeri saat ini adalah, "mengapa kakaknya bisa tahu kalau ia berada di sini?"
Valeri diam saja saat Alex mendekat dan mencoba untuk melepaskan ikatannya. Namun, belum sampai ikatan itu terlepas tiba-tiba terdengar suara tawa mengerikan memekakkan ruangan ini.
"Ternyata ada pahlawan kesiangan," ujar orang yang tertawa tadi.
Alex menoleh. Benar seperti dugaannya, orang itu adalah Erica. Alex mendengus dalam hati. Ia tahu seberapa besar dendam Erica padanya. Terlebih-lebih saat ia menolak putrinya--Jessie. Alex muak dengan manusia penuh dendam itu.
"Kalian berdua akan mati." Erica menyeringai tajam.
Tadinya Erica menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Valeri. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ia lebih senang jika Valeri mati dengan caranya sediri. Setelah pembunuh itu berhasil menculik Valeri, Erica segera mengusirnya kembali. Ia sendiri yang akan mengurus Valeri.
Yah, sebentar lagi misinya akan berhasil. Sebenarnya, Erica hanya akan membunuh Valeri saja, tetapi karena Alex sudah kepalang di sini. Tidak masalah baginya, lagipula, ia memang ingin menghancurkan Alex.
"Selamat membusuk di neraka," ujar Erica sambil tertawa iblis. Ia berlalu dan meninggalkan sebuah kotak, isinya adalah bom waktu yang akan meledak dalam waktu sepuluh menit dari sekarang.
Alex dan Valeri menyadari hal itu. Alex panik, ia berusaha melepaskan ikatan Valeri tapi tidak berhasil. Terlalu banyak tali yang membelit tubuhnya. Alex juga tidak menemukan benda apapun yang bisa membantunya saat ini.
"Alex, kau harus meninggalkan tempat ini!" Valeri berseru saat waktunya tinggal tujuh menit lagi.
"Tidak! Aku harus melepaskanmu dulu," tolak Alex. Bagaimana bisa ia melarikan diri sedangkan Valeri di sini dalam bahaya?
"Cepat Alex! Waktunya sebentar lagi, kau pergi dari sini kemudian ke gudang sekolah. Temukan peti Elsa yang terkubur di bawah lantai, lalu bakar. Farryn dalam bahaya, kalau Elsa tidak segera dilenyapkan, maka Farryn akan mati. Ambil kuncinya di balik semak-semak. Aku menjatuhkannya di sana."
Alex menatap Valeri ragu. Ia tidak mau Farryn mati, juga tidak mau kehilangan Valeri. Tapi, kalau ia tetap di sini maka ia juga akan mati. Dan itu sangat konyol.
"Jangan khawatirkan aku, Alex! Percaya padaku, kalau sekarang belum takdirnya aku mati, aku akan selamat bagaimana pun caranya." Valeri meyakinkan.
Valeri benar, sekali lagi ia menatap adiknya itu dengan iba. "Kau yakin?"
Valeri mengangguk mantap, "cepat alex, sebelum terlambat!"
Kemudian Alex berlari meninggalkan rumah tersebut. Ketika sudah cukup jauh, terdengar ledakkan dari sana, ia tidak sanggup untuk menoleh. Tetap berlari sambil merapalkan doa agar Valeri selamat.
====
Akhirnya gue bisa update juga, maaf kalau bagian ini absurd banget. Detik-detik menuju ending memang yang paling sulit buat tulis. Hoho
Maaf pendek dan banyak typo..
Nggak tahu kapan bisa update lagi_-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistery In School
HorrorAku tak mengerti mengapa bibi memindahkanku dari sekolah lama ke sekolah ini. Sekolah yang berhasil membuatku merinding dan percaya dengan hal-hal mistis yang dibicarakan teman-teman baruku. Padahal aku adalah orang yang selalu berfikir logis dan ti...