MIS | 4

50.6K 2.9K 138
                                    

MIS | 4

Farryn masih mematung di tempatnya. Otaknya sibuk memikirkan Valeri yang membuatnya penasaran setengah mati. Para murid di sini berasumsi bahwa Valeri gila, tapi Farryn merasa itu tidak benar. Kalau Valeri gila, kenapa gadis itu tetap sekolah?

Ia memutuskan untuk ke kelas. Gadis itu berjalan melewati koridor belakang. Jarang ada orang yang lewat koridor belakang, menurut rumor yang beredar koridor itu sangat angker. Banyak murid yang melihat penampakan makhluk asing di wilayah ini. Apalagi di gudang itu. Konon katanya gudang itu banyak hantunya.

Gudang tua itu terletak di paling ujung gedung sekolah. Dari tampilannya saja sudah menyeramkan, banyak rumput-rumput liar yang sudah tinggi tumbuh di pelataran gudang. Sangat tidak terawat.

Farryn berhenti berjalan bermaksud memperhatikan gudang itu. Ia jadi penasaran ada apa di dalamnya. Tanpa di sadari ia sudah berjalan mendakat ke gudang itu. Kakinya bergerak begitu saja. Hingga kini Farryn telah berdiri tepat di depan pintu masuk gudang tersebut.

Menurut Farryn tempat itu tidak terlalu menyeramkan.  Ia tidak percaya kalau hantu-hantu itu benar adanya. Menurutnya hantu itu hanya imajinasi manusia. Tidak benar adanya. Karena ia belum pernah melihatnya.

Pandangan Farryn terpaku pada jendela gudang itu. Tidak tertutup gorden. Sebuah bayangan hitam terlihat melalui jendala itu. Sontak membuat Farryn bergidig, bayangan itu seperti bayangan manusia yang sedang berdiri.  Orang bilang gudang itu kosong, lalu kenapa ada bayangan manusia di balik jendela itu.

Farryn merasakan bulukuduknya meremang. Hawa dingin menyelimutinya. Angin tidak lagi terasa sejuk. Angin yang membelai kulitnya terasa mencengkram tubuhnya kuat,membuat ia menggigil. Farryn ingin melarikan diri dari tempat ini tapi tubuhnya kaku, sulit untuk di gerakkan.

Masih menatap bayangan di balik jendela itu, tiba-tiba bayangan itu memutar tubuhnya yang semula membelakangi menjadi menghadap ke arahnya.

Sosok itu sangat menyeramkan, wajahnya di penuhi darah dan tidak mempunyai mata. Bibirnya yang pecah-pecah membentuk seringai menakutkan. Farryn sontak menjerit sangat keras dan menutup matanya dengan telapak tangan.

Seseorang menepuk bahu Farryn membuat gadis itu terkesiap, "Kenapa kau masih di sini?" 

Farryn masih menutup mata, ia takut kalau orang yang menanyainya adalah hantu.

"Buka matamu."

Farryn mengerjap mendapati Miss Erica sedang menatapnya datar. Sejak kapan Erica berada di sini?

"Miss Erica...," kata Farryn bergetar.

"Apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau masuk kelas karena bel sudah berbunyi dari tadi." Erica berkata dingin. Sangat berbeda dengan Erica yang di temuinya pertama kali. Tak ada senyum ramah yang terukir seperti saat menyambutnya dulu. Wajah itu memandangnya tanpa eskpresi.

"Aku....,"

Erica melemparkan tatapan tajam pada Farryn, "Cepat kembali ke kelasmu!" titahnya tegas.

"Baik, Miss."

====

Farryn terlambat. Gara-gara kejadian tadi ia jadi mendapat hukuman dari Miss Janet-guru yang terkenal killer dan sadis- Farryn mendapat tugas untuk merangkum seluruh materi sejarah kelas 12.

Maka di sinilah Farryn sekarang, di perpustakaan. Ia sedang mencari bahan untuk merangkum tugas sejarahnya. Setelah bel pulang berbunyi, gadis itu segera menuju ke sini.

Ia menemukan buku yang dicarinya, tapi buku itu berada di rak yang paling atas. Farryn kesulitan menggapainya. Ia menyeret kursi kemudian menaikinya berharap bisa menggapai buku itu. Namun usahanya sia-sia buku itu tetap tidak tercapai.

"Kau butuh bantuan?" Suara berat milik seorang pria membuat Farryn menoleh.

Dilihatnya Alex sedang memandanginya tanpa ekspresi. Yea, pria itu memang selalu tanpa ekspresi.  Wajahnya datar, namun satu poin yang membuat Farryn terpesona, ia mempunyai wajah yang tampan, hidung mancung, alia tebal. Pria itu definisi dari kata sempurna, meski Farryn tetap menganggap bahwa Justin Bieberlah yang paling tampan.

Alex berdeham pelan menyadarkan Farryn yang sedang memandanginya. Farryn sadar ia ketangkap basah sedang memperhatikan Alex wajahnya memerah malu. Buru-buru gadis itu menatap ke bawah menghindari tatapan Alex yang seperti mengejeknya.

"Aku akan mengambilkan buku itu," kata Alex mengisyaratkan agar Farryn turun dan gadis itu segera menurutinya.

Alex naik ke atas kursi menggantikan posisi Farryn.  Ia meraih buku yang dimaksud Farryn dengan enteng. Alex lantas turun dan berdiri di samping Farryn. Tinggi Farryn tak sampai pundak Alex, pantas saja gadis itu kesusahan saat mengambil buku.

"Ini bukumu," Alex menyerahkan buku itu pada Farryn. 

"Terima kasih, Alex," kata Farryn tersenyum tulus.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alex.

"Aku akan merangkum materi sejarah," balas Farryn.  Kemudian ia berjalan ke tempat baca, menarik kursi dan mendudukinya. Hal yang sama dilakukan pula oleh Alex. Pria itu duduk di samping Farryn.

"Kau akan di sini sampai selesai? kenapa tak kau bawa ke rumah saja?" tanya Alex heran. Yang Alex tahu hanya Farryn satu-satunya orang yang berani berada di perpustakaan saat sekolah telah bubar.

Kening Farryn melipat, "Ya, memangnya kenapa? Aku bukan orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, lagipula aku punya banyak pekerjaan di rumah."

"Kau tidak takut jika mengerjakan itu di sini? Sudah tak ada orang di tempat ini."

"Aku bukan penakut," gumam Farryn.

"Baiklah terserah kau saja," kata Alex mengalah. Ia kemudian menjauhi Farryn dan keluar dari tempat ini.

Sementara Farryn mulai merangkum. Meski dalam hati ia merasa sedikit takut sendiri di tempat ini, tapi ia harus menyelesaikannya sekarang juga. Sebenarnya bisa saja Farryn membawa pekerjaannya itu ke rumah tapi ia tidak mau.

Konsentrasi Farryn sepenuhnya tertuju pada apa yang sedang ia kerjaan. Saat itu lampu di perpustakaan tiba-tiba padam. Farryn menelan ludahnya yang mengganjal di kerongkongan. Sendirian di tempat gelap seperti ini membuat ia ketakutan hebat. Tanpa memperdulikan pekerjaannya ia berlari terseok-seok menabrak rak buku. Yang dipikirkannya sekarang adalah bisa keluar dari ruangan ini dengan selamat.

Masih dengan napas tak beraturan Farryn akhirnya berhasil mencapai pintu. Gadis itu berhasil keluar dari perpustakaan.

Mentari sudah mulai tenggelam dari singasananya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Farryn membuat gadis itu terlonjak saking kagetnya. Ia reflek menoleh dan mendapati Alex sedang menatapnya dengan kening berkerut.

"Bisakah kau berhenti membuatku kaget." Farryn mendengus.

"Kau baik-baik saja? Wajahmu sangat pucat." Alex berkata datar.

"Aku phobia tempat gelap," kata Farryn memberitahu.

"Sudah kubilang, sebaiknya kau pulang dan lanjutkan pekerjaanmu di rumah."

Mungkin Alex memang benar, kalau saja Farryn tadi menurut pasti ini tak akan terjadi.

"Kau bisa pulang sendiri?" tanya Alex tanpa ekspresi.

"Iya," kata Farryn. Tapi sedetik kemudian gadis itu terhuyung, ia merasakan kepalanya seperti dihantam oleh benda keras, pandangannya berubah gelap. Sebelum Farryn menjatuhkan diri Alex cepat menangkap tubuh Farry.


Mistery In SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang