Oliver memerintahkan Olivia untuk turun, yang membuat perempuan itu pun turun dari motor Oliver, dan melihat papan besar yang berada di gerbang. Bangunan ini adalah Panti Asuhan.
Olivia sempat bingung mengapa ia dibawa kesini, namun Oliver mengatakan bahwa ia punya kenalan disini. Namanya Dira. Katanya, Oliver bertemu Dira saat anak perempuan itu tersesat di jalan, dan lelaki itulah yang menolongnya.
Olivia pun baru tahu kalau Oliver juga punya hati, ia kira lelaki semacam dia, tidak punya hati sama sekali. Dan lagi-lagi ia salah menerka.
Dengan membawa sebuah kantong kertas berisi kue buatannya, Oliver mengetuk pintunya yang membuat sang pemilik bangunan membukanya. "Eh ada Oliver, masuk atuh," ucap Bu Hana sang pemilik bangunan.
Oliver tersenyum ramah, lalu menyuruh Olivia untuk masuk duluan.
Anjir, batin Olivia berkata kasar, saat melihat apa yang dilakukan Oliver. Serius dia tersenyum? Masih tidak dipercaya, kalau Oliver bisa tersenyum ramah di depan orang-orang. Lalu mengapa saat lelaki itu berhadapan dengannya, ia tidak bisa tersenyum? Paling itu hanya sekali, bukan ia bukan tersenyum saat itu, tetapi tertawa.
Yaelah sedih amat jadi gue, gara-gara gak disenyumin, batin Olivia kesal. Mengapa ia berpikiran seperti itu? Ah, tapi tetap saja ia kesal.
Melihat ke sekitar, Olivia baru sadar bahwa bangunan ini ber-arsitektur seperti zaman dahulu, yang terbuat dari kayu dan ada ukiran-ukiran juga di dindingnya. Bangunannya juga sejuk, karena di depan banyak sekali pohon-pohon rindang, sehingga tidak terlalu gersang.
Sesampainya Olivia di taman belakang, ia melihat banyak anak-anak yang bermain disana, ada yang bermain ayunan, berlarian mengejar satu sama lain, lompat tali dan juga ada yang bermain bola.
Ia teringat akan satu hal. Tentang masa kecilnya. Ah, dia jadi rindu dengan mainan masa kecilnya. Sekarang mah boro-boro, berlarian kesana-kemari saja sudah malas.
"Oh ya, Bu. Ini Olivia. Temen saya," ucap Oliver sambil menyenggol pundak Olivia agar tersadar dari lamunannya.
Lantas Olivia langsung tersenyum terpaksa, lalu menjabat tangan Bu Hana.
"Nama kalian hampir sama ya, cocok jadi pasangan, atau jangan-jangan kalian pacaran lagi?" ucap Bu Hana tersenyum menggoda dan tentu membuat pipi Olivia memerah dan tertawa.
"Ah, enggak kok, kita cuma temen, si Ibu bisa aja," goda Olivia balik, sedangkan Oliver hanya terdiam, dan terfokus pada anak-anak yang sedang bermain.
Bu Hana menepukkan tangannya sebanyak dua kali, dan menyuruh anak-anak yang bermain untuk berbaris. Tidak butuh waktu lama mereka sudah berbaris dengan rapi.
"Oke, kalian udah tau kan siapa laki-laki yang ada disebelah kanan, Ibu?"
Anak-anak yang berbaris pun lantas mengeluarkan suaranya dengan serempak. "Tau!"
"Kalo yang disebelah kiri, Ibu. Pasti pada gak tau kan?"
"Enggak!"
Bu Hana tersenyum mendengarkan pernyataan anak-anak dan menyuruh Olivia untuk maju satu langkah ke depan, dan memperkenalkan dirinya. Sambil tersenyum, Olivia memperkenalkan dirinya.
"Hai! Nama kakak, Olivia. Kalian bisa manggil Kakak dengan sebutan Kak Oliv," Olivia tersenyum ramah lalu melanjutkan perkataannya lagi.
"Kakak kesini, bawa cupcake buatan O- Kak Oliver, pada mau gak?" menaikkan kedua alisnya, ia merebut kantong yang dipegang Oliver, lalu menunjukkannya ke anak-anak.
"Mau! Mau!"
"Oke," lantas, Olivia pun membagikan cupcake buatan Oliver ke anak-anak.
Saat ia memberi kue itu, ke salah satu anak perempuan terakhir, ia menanyakan sesuatu. "Kakak pacarnya Kak Oliver ya? Kok nama kalian bisa mirip? Gimana caranya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Badboy Meets The Fangirl
Ficção Adolescente[BOOK 1 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] -SUDAH DITERBITKAN- BEBERAPA CHAPTER SUDAH DIHAPUS. Highest Ranking : #7 Fiksi Remaja, 16 November 2016 Ini hanyalah berkisah tentang Oliver seorang badboy di SMA Cendrawasih yang kepergok oleh seorang...