Who Is He?

363 27 5
                                    

Janhvi;

Aku dan Vishal sudah mendatangi beberapa lahan kosong di daerah Andheri, namun tak ada satupun dari lahan itu yang disukai oleh nya. Vishal terus menggeleng dan merasa tempat yang kami datangi kurang strategis untuk sebuah toko roti.

"Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, pusat perbelanjaan adalah tempat paling strategis sekarang ini." Komentarku saat kami mengakhiri pencarian hari ini.

"Dengar Janhvi, kau tidak mengerti. Prasad Bakery tidak cocok bersanding dengan toko-toko pakaian." Ujarnya mengulangi kalimatnya. "Di Swiss, toko roti ayahku dibangun disekitar toko makanan lainnya."

"Ayolah, Vishal. Ini Mumbai, bukan Swiss. Tidak ada yang tidak mungkin di Mumbai termasuk sebuah toko roti diantara toko-toko pakaian lainnya. Bahkan ada sebuah toko roti di dekat toko bangunan, kau mau kutunjukkan?"

Vishal menoleh dengan bola matanya yang melebar. "Are you made? Tidak. Prasad roti tidak boleh bersanding dengan toko yang memiliki banyak debu."

Aku mengernyit.

"Kau tahu betul apa yang mereka jual, bukan? Semen, batu, kayu yang diamplas, semua itu mengeluarkan polusi." Vishal mendengus dengan bibirnya yang mengembang. "Prasad Bakery tidak hanya mengutamakan profit semata, Janhvi."

"Ya baiklah. Terserah padamu saja. Tapi kau ingat, aku tidak punya cukup waktu untuk menemanimu berkeliling untuk mendapatkan lahan untuk membangun tokomu itu. Rohit akan kembali ke Mumbai dalam beberapa hari dan dia sudah punya jadwal kerja untukku."

"Oh tidak." Vishal tampak kecewa. "Kalau begitu aku tidak bisa selalu mengandalkanmu."

"Tentu saja tidak." Selaku. "Kau tidak perlu mengandalkan orang lain jika dirimu sendiri bisa. Lagipula, terlalu sering mengandalkan orang lain tidak baik untuk kesehatan, Vishal."

"Benarkah?" Tanyanya tanpa melepas konsentrasi sedikitpun dari jalan protokol Mumbai yang ramai. "Bagaimana bisa begitu?"

"Tentu saja bisa. Jika kau terlalu sering mengandalkan orang lain dibanding dirimu sendiri, kau pasti akan dikecewakan suatu hari nanti. Mengandalkan orang lain terlalu banyak akan membuatmu mendapatkan kekecewaan yang besar pula. Terlalu kecewa tidak baik untuk kesehatan Vishal." Nasihatku.

"Apa kau juga pernah merasa kecewa oleh seseorang yang cukup kauandalkan?"

Pertanyaan yang menarik. "Tentu saja. Aku pernah percaya pada seseorang terlalu dalam, hingga menjadi buta oleh kepercayaan itu sendiri. Dan kekecewaan yang kudapat sungguh menyiksa."

"Apa kau berbicara soal Jigar, Janhvi?"

Aku melotot ke arah Vishal, "mengapa kau terdengar begitu vulgar?" Aku kesal sekali padanya. Vishal yang hari ini bersamaku entah mengapa bukan seperti Vishal yang bulan lalu kukenal. Hari ini dia terlalu banyak meledekku.

Vishal tertawa keras, "sudahlah Janhvi, tidak perlu berkelit dariku. Kau sebenarnya sangat merindukan Jigar, bukan?"

Apa Vishal sudah lupa cara menghibur seseorang? Dia seolah memanfaatkan kejadian waktu itu untuk meledekku.

"Katakan saja, Janhvi. Merindukan Jigar bukan sebuah kesalahan. Kau tetap berhak merindukannya."

Aku terdiam. Vishal membuatku ingin meledak. Tidak bisakah aku bebas dari Jigar meski hanya sebentar? Selalu saja ada yang mengingatkanku tentangnya.

"Janhvi, jangan pernah bohongi hatimu sendiri. Hatimu, meski kau terlalu sering mengingkarinya, masih milik Jigar. Jika tidak, mana mungkin kau mengungkitnya terus dan terus."

"Vishal, kau tidak sadar bahwa kau yang mengungkit hal itu tadi." Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan emosi.

"Baiklah, aku minta maaf. Tapi kau terlalu emosional dan itu tidak baik untuk kesehatanmu, Janhvi." Senyum Vishal terlihat miring.

SANAM RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang