Hello!

495 29 8
                                    

Mumbai, India

Janhvi;

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu suara Taylor Swift menggema di setiap sudut kamarku. Beberapa lagu sudah dinyanyikan oleh penyanyi bertubuh ramping itu namun tak satupun mengundang perhatianku untuk ikut menyanyikannya. Aku tenggelam dalam kesepian yang kubuat sendiri.

"Janhvi, Dance From Heart musim baru akan kembali di gelar dan seluruh pemenang di setiap musim rencananya akan mengisi pembukaan konser. Apakah Jigar belum memberitahumu soal itu?"

Jantungku rasanya tak keruan lagi detaknya. Suara Rohit masih saja terngiang dan membuat semangat yang selama ini kubangun kembali hancur sudah. Aku tidak bisa melupakan Jigar begitu saja, dan terus saja ada yang mengingatkan aku tentangnya. Padahal ini tidak boleh terus terjadi. Aku harus melupakan Jigar, agar lukaku tidak semakin bertambah. Kami sudah berakhir sejak aku memutuskan untuk meninggalkan dirinya di Swiss.

Aku bahkan belum pulang ke Delhi untuk melihat Amma juga Nani demi menyembunyikan luka ini, namun kesedihan yang kurasakan seolah tidak mau lepas dariku. Aku terus terbayang pengkhianatan yang kusaksikan sendiri. Padahal satu bulan ini aku sudah berusaha melupakan segalanya. Entah kapan semua ini berakhir?

Hari-hari tanpa Jigar memang berat, aku harus tetap mengakuinya. Bagaimana tidak, dua tahun terakhir kuhabiskan waktuku bersama Jigar selalu. Hampir tidak ada hari yang kulalui tanpanya. Kami tidak hanya teman, tapi juga partner menari. Banyak hal yang telah kulalui bersamanya. Tangis, dan tawa bukan lagi hal baru, kami selalu berbagi. Tetapi entah mengapa semua itu melebur ketika kulihat gadis lain di kamar hotelnya.

Benarkah Jigar mengkhianatiku?

Jika tidak, mengapa dia diam saja saat kutanya status gadis itu? Mengapa dia tampak gugup waktu itu?

Jika memang tidak ada hubungan apa-apa diantara mereka, mengapa gadis itu ada di dalam kamar hotelnya?

Hah!

Aku mendengus keras, seiring dengan air mataku yang luruh.

Mengapa aku memikirkan ini lagi? Mengapa harus aku yang terus berpikir keras tentang kejadian itu?

Jika Jigar tidak bersalah dan kejadian itu hanyalah kesalah-pahaman belaka, mengapa Jigar tidak menemuiku dan berusaha menjelaskan semuanya? Jika memang tidak benar, mengapa ia harus takut untuk membuatku mengerti? Aku rasa aku benar-benar tidak mengenal Jigar yang itu.

Aku segera beranjak dari tempat tidur, mengurai senyum sempurna demi membangkitkan semangatku lagi.

Meskipun 'Double J' harus bersama, tapi Jigar dan Janhvi sudah berakhir. Yang akan terjadi hanyalah hubungan profesionalitas semata. Tidak ada hal lain.

Aku mengambil ranselku dan keluar dari apartemen, hari ini aku ingin menemui Jigar untuk mengatakan bahwa Jigar dan Janhvi hanya sebatas 'Double J'. Dan aku bersedia untuk itu.

***

Jigar;

Aku menyilang satu lagi angka di kalender, sudah penuh satu bulan aku tidak berani menemui Janhvi. Aku memang sangat payah.

Sejak kesalah-pahaman itu terjadi, Janhvi meninggalkan apartemen yang kami miliki bersama. Dia pergi tanpa pesan kecuali kunci yang tergeletak begitu saja di bawah keset. Dia pergi dengan luka, dan aku masih belum punya keberanian untuk mengobati luka itu. Yang bisa kulakukan selama ini hanya melihat Janhvi dari jauh.

Setelah berusaha keras mencari tahu kemana Janhvi tinggal, aku selalu mengunjungi apartemen barunya namun tidak sampai menemuinya. Aku hanya mampu melihatnya keluar dan masuk, dari jauh. Selebihnya, aku memang pengecut.

SANAM RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang