Jigar;
Bagaimana setrika digunakan, seperti itulah diriku sekarang. Di sekitar stasiun Zweisimmen yang tidak begitu ramai, aku berjalan mondar-mandir dengan suara decakan sesekali. Sudah satu jam, tetapi tidak juga kulihat Janhvi di stasiun ini. Apakah aku salah lokasi lagi?"Mau sampai kapan kami akan terpisah seperti ini?" Aku meninju telapak tanganku sendiri.
Aku berbalik, memeriksa seseorang yang datang bersamaku. Shimmer, gadis itu duduk di bangku panjang seraya menatap layar pad-nya dengan kening berkerut. Katanya dia ingin menonton versi lengkap dari film DDLJ yang sebelumnya hanya didengarnya dari ibunya.
Aku berjalan ke arahnya, "pata hai, Shimmer?"
Shimmer mendongak, bukan hanya dahinya yang mengerut, sebelah alisnya pun tampak terangkat.
"Seluruh gadis di India tidak pernah melupakan detail adegan dari film ini," terutama Janhvi. "Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa kau ini seorang gadis keturunan jika ternyata kau tidak pernah sekalipun menonton film," terkutuk itu?
"Eih halo," Shimmer menjentikkan jemarinya berulang kali. "Aku besar dan tinggal di Swiss. Masih bisa berbahasa Hindi saja itu sudah luar biasa. So, jangan pernah harapkan lebih dariku."
Aku menggeleng prihatin.
"Lebih baik kau fokus pada orang-orang di sekitar sini. Jangan ganggu aku." Lalu dia kembali pada kesibukan sebelumnya.
Aku menjauh, bukan untuk menuruti perintah Shimmer melainkan karena aku memang harus lebih fokus memerhatikan orang-orang di sekitar daripada berkomentar tentangnya.
Di dunia ini memang tidak ada hal yang aneh. Jika ada seorang gadis yang ribuan kali menonton DDLJ sudah tentu ada seorang gadis yang belum pernah menonton DDLJ. Janhvi dan Shimmer contohnya.
"Apa aku harus ke toko souvenir dan membeli pisau seperti yang dilakukan Raj?" Bukan ide yang buruk. Selagi Shimmer sibuk dengan filmnya, lebih baik aku juga pergi ke toko-toko di sekitar.
***
Janhvi;
"Sorry," hanya itu yang bisa kukatakan pada Vishal setelah waktu yang terhenti beberapa saat.
Harusnya ini tidak terjadi. Kami hanya berdansa. Meski kami dua orang asing yang menari bersama, bukankah itu lumrah? Terlebih ini Swiss, bukan India. Tidak seharusnya aku tidak perlu terbawa suasana.
"So, where's the next?"
"What?" Aku mencuri kesempatan untuk membuang napas lega.
Aku merasa sangat malu ketika mendapati wajah Vishal terlihat biasa-biasa saja. Sepertinya dia tidak terlalu memusingkan sesuatu yang baru saja terjadi diantara kami.
"Kita tidak menemukan Jigar di sini, lalu kemana lagi kita akan pergi?"
Ya Tuhan, mengapa aku bisa lupa tentang Jigar? Meski hanya beberapa menit, aku menyesal telah melupakan kesayanganku itu.
"Apa kita menunggu saja?"
Menunggu? What a good idea, but with him? That's a bad idea.
"Vishal, maafkan aku. Ini sudah cukup. Aku terlalu banyak merepotkanmu. Sebaiknya kita berpisah di sini saja. Aku tidak apa-apa menunggu Jigar sendirian."
Vishal mengerutkan kening. "Sendiri?"
Aku mengangguk mantap.
"Aku tidak akan kemana-mana. Sejak aku menyebutkan namaku padamu, kita sudah berteman. Dan aku tidak akan membiarkan temanku kesulitan seperti ini. Atau, kau memang tidak ingin bersamaku. Begitu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SANAM RE
Roman d'amour(SWEETHEART) Tadinya, sepasang kekasih Jigar dan Janhvi ingin mereka ulang adegan romantis DDLJ di swiss. Mereka datang bersama lalu memisahkan diri. Mereka berjanji untuk bertemu sebagai orang asing. Berhasilkah keduanya bertemu sebagai orang asing...