Jigar;"Sial! Sial! Sial!" Aku mengumpat sembari mengancing mantel hitamku.
Setelah keluar dari hotel, aku langsung berlari menuju stasiun. Kuharap aku tidak ketinggalan kereta menuju Bern. Kuharap Janhvi juga ada di sana, lalu kami akan memulai perjalanan seperti yang diinginkan kekasihku itu. Namun lagi-lagi aku sial. Aku benar-benar ketinggalan kereta menuju Bern.
Aku meninju udara kesal. Jika saja aku bisa bangun lebih awal mungkin aku tidak akan ketinggalan kereta. Seharusnya bukan kereta Zurich yang meninggalkanku melainkan kereta dari Bern. Tetapi semua ini sudah terlanjur. Kereta berikutnya akan sampai sekitar setengah atau satu jam lagi. Menyebalkan sekali harus menunggu selama itu.
Aku mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang mungkin senasib denganku. Tetapi oran yang kuharapkan tidak ada. Janhvi mungkin ada di kereta tadi. Dan yang paling menyebalkan aku tidak bisa menghubungi Janhvi untuk memberitahunya kalau aku masih di Zurich.
Semua ini benar-benar membuatku gila. Pertama, aku tidak tahu Janhvi menginap di hotel mana? Kedua, aku juga tidak punya nomor ponsel Swiss Janhvi. Dan yang ketiga aku bahkan tidak bisa mengabarinnya tentang keadaanku sekarang. Bagaimanapun juga Janhvi harus tahu sehingga langkah selanjutnya akan segera diputuskan.
"Shit! Semua ini gara-gara DDLJ sialan itu!" Kutendang kerikil di depan kakiku.
Ouch!
Aku membelalak kaget. Seorang gadis yang berjalan di depan terkena batu yang kutendang tadi. Ia sontak berbalik dan aku pun berbalik. Aku tidak sengaja melakukannya dan aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan orang asing.
"Hey, you!"
Kurasa dia menyadari gelagatku. Aku pun mematung namun tak berbalik. Aku tetap di tempatku sambil memejamkan kedua mata. Berkomat-kamit supaya teriakannya tadi bukan untukku. Tetapi yang aku harapkan tidak terjadi. Seorang gadis berhenti di depanku dengan wajah yang memerah. Kurasa dia sangat kesakitan dengan kerikil tadi.
"Is it yours?" Gadis itu menunjukkan sebuah kerikil di tangannya. "How dare you!" Wajah gadis bermantel hijau muda itu semakin memerah, entah karena suhu di sekitar stasiun atau karena ia memang sedang sangat marah padaku.
Aku tidak menjawab. Gadis itu memarahiku dengan bahasa inggris. Aku tetap diam. Sesekali meminta maaf tapi gadis itu tetap saja menuturkan kalimat-kalimat yang panjang. Bagaimana jika batu itu membuat kepalanya cedera parah? Biaya rumah sakit di Swiss sangat mahal, katanya. Padahal, itu hanya kerikil kecil dan kepalanya juga tidak bocor. Kurasa kemarahannya begitu berlebihan.
Sialan!
Setelah ketinggalan kereta sekarang seorang gadis memakiku.
"Kaminey!" (Bajingan!) Itu kalimat terakhirnya sebelum beranjak dari hadapanku.
Aku kaget. Barusan dia bilang apa? Bukan. Bukan. Bukan aku tidak mengerti apa yang diucapkannya. Tapi identitasnya membuatku kaget. Aku berbalik dan melihat gadis yang memiliki iris serupa almond itu berjalan tersungut-sungut.
"Oeh!" aku berlari cepat ke arahnya.
Bukan untuk bersapa ria karena dia adalah orang India, aku tidak punya waktu untuk itu. Aku ingin mempertanyakan maksud perkataan terakhirnya. Aku terus memanggilnya dan melakukan apa yang dilakukannya padaku sebelumnya. Berdiri di depannya dengan tatapan super tajam.
"Siapa yang kau sebut kaminey? Aku?"
Gadis itu nampak terkejut. Mungkin dia juga kaget karena aku mengerti dengan jelas maksud ucapannya tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
SANAM RE
Romance(SWEETHEART) Tadinya, sepasang kekasih Jigar dan Janhvi ingin mereka ulang adegan romantis DDLJ di swiss. Mereka datang bersama lalu memisahkan diri. Mereka berjanji untuk bertemu sebagai orang asing. Berhasilkah keduanya bertemu sebagai orang asing...