TNG :: 11

1.7K 111 1
                                    

Hai diary!

Menurut Ara, tadi adalah pertengkaran terbesar yang pernah terjadi di rumah ini.

***

Aku hendak turun kedapur untuk mengambil minum. Baru saja Aku berjalan tiga langkah keluar dari kamar, Aku mendengar suara ribut diarah bawah. Aku berjalan menuruni anak tangga sedikit demi sedikit untuk dapat mendengar percakapan dibawah sana, di anak tangga keempat dari atas, Aku berjongkok.

"Kenapa sih Ibu itu suka banget ikut campur urusan aku?!" Kak Mira tengah berbicara dengan Ibu, jari telunjuknya menunjuk-nunjuk tidak sopan.

"Ikut campur apa sih Mir?" Ibu masih terlihat santai.

"Kenapa Ibu telepon Rega waktu aku pergi kemarin?!"

"Ya Ibu khawatir sama kamu, makanya Ibu telepon Rega. Ibu pikir kalian pergi bareng, taunya kata Rega dia lagi dirumah."

"Dan gara-gara Ibu telepon Rega kayak gitu, dia jadi marah sama aku dan aku putus sama dia!"

Prank!

Gelas yang berada di meja makan dibanting oleh kak Mira, Aku memekik tertahan. Ibu juga terpekik dan menutup kupingnya.

"Maaf Mir, Ibu gak tahu. Ibu kan cuman khawatir kamu kenapa-kenapa, apalagi ponsel kamu gak bisa Ibu hubungi. Makanya Ibu tanya Rega," suara Ibu terdengar bergetar. "Maaf kalau gara-gara Ibu, kamu jadi putus sama Rega."

"Ibu. Salah. Banget." Tangan kak Mira terangkat hendak menampar Ibu. Aku bangkit dan berlari untuk mencegah tamparan kak Mira ke Ibu.

"KAK MIRA STOP!" Aku berteriak sambil menuruni anak tangga.

Kak Mira menoleh, "Eh ada anak emas toh," kak Mira menghampiri Aku yang baru sampai di anak tangga terakhir. "Mau jadi sok pahlawan biar makin disayang sama dia?" Kak Mira menunjuk Ibu yang menangis di dapur.

"Kak Mira, yang kak Mira tunjuk itu Ibu kakak. Ibu Aku. Ibu Kita."

"Oh? Masa? Kok kayaknya cuman lo doang sih yang disayang sama Ibu." Kak Mira menekankan kalimat terakhirnya, dan tersenyum sinis.

"Ibu gak pernah pilih kasih antara Aku dan Kakak," ucapku, "Kalau Ibu gak sayang sama kakak, mana mungkin kakak hidup sejat wal 'afiat sampai sekarang ini?"

Kak Mira terdiam. "Ibu dan Ayah gak pernah ngediemin Aku kalau Aku berbuat salah, Ibu sama Ayah gak pernah ngebiarin Aku nyantai gak ngerjain tugas rumah, Ibu dan Ayah selalu membelikan apa yang anaknya mau. Gak cuman Aku, tapi juga ka--"

Plak!

"Bacot."

"Almira!" Aku dan kak Mira menoleh kesumber suara. Ayah sudah berdiri di depan pintu dengan seragam kantor yang masih melekat di badannya.

"How dare you slap her," Ayah menunjuk ke arahku, "And how dare you making your mom crying!" Aku bergidik ngeri mendengar suara Ayah. Ayah gak pernah semarah ini, tapi setiap kali marah, Ayah memang selalu menggunakan bahasa asalnya.

Kak Mira terkekeh. "Yes dad, i slap her. And of course, she crying because of me."

"But why? Ayah dan Ibu gak pernah ngajarin kamu untuk kurang ajar sama orang tua sendiri."

"I know right," sahut kak Mira. "But, Ayah dan Ibu selalu pilih kasih antara Aku dan dia!" Kak Mira menunjuk dan menatap sinis kearah ku.

"Apanya yang pilih kasih? Tell me."

Kak Mira terdiam.

"Apa Mira? Apa? Kamu aja gak bisa kasih tau Ayah pilih kasih yang kamu maksud itu seperti apa." Kata Ayah.

Kak Mira menggeram. "Whatever." Katanya, lalu pergi dari rumah ini.

"Kak Mira," Aku ingin mengejar kak Mira tapi ditahan oleh Ayah, "Biarin aja, Ra." Sahut Ayah.

***

Ara gak ngerti kenapa kak Mira selalu menganggap Ara ini lebih disayang dari dia, dan Ara gak tahu kak Mira pergi kemana karena sampai sekarang kak Mira belum pulang juga.

Uhm, ini sudah jam 2 pagi, btw. Ara belum tidur dari tadi dan sekarang Ara ingin tidur.

Bye!

***

Woho chapter baru, by the way, cerita ini endingnya sebentar lagi loh. Gue mau ngelanjutin revisi ceritanya si Cristal wkwk.

Dan oh iya, kalo gue ada salah ketik atau salah penulisan di part ini, tolong kasih tau yaa.

Soalnya gue nekat banget pake bahasa inggris hehe.

Plis plis plis kasih tau kalau ada salah kata gais, gue butuh kritikan kalian.

Makasih.

Novi.

The Nerd GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang