*****
Sekali lagi, Arsya menghembuskan nafas lelah. Dia duduk di kelas dengan bertopang dagu, memperhatikan penjelasan guru di depan, pelajaran sejarah. Demi apapun, dia benar-benar bosan.Tiba-tiba, seakan ada lampu pijar dikepalanya, dia mendapat pikiran itu. Dengan wajah yang dibuat-buat, dia mengangkat tangannya. "Ada apa, Ms. Girlion?" Tanya Pak Tonio, guru yang mengajar pelajaran sejarah sembari membenarkan letak kacamatanya.
"Kepala saya pusing, pak. Saya minta izin buat ke UKS, boleh ya, pak?" Dibuatnya wajah semelas mungkin, karena yang dia tau, guru satu ini paling tidak tega kepada anak muridnya.
"Baiklah kalau begitu. Kamu bisa sendiri? Atau minta diteman-"
"Tidak, tidak usah, pak. Terima kasih kalau gitu, pak." Dengan senyum mengejek kepada semua teman sekelasnya, Arsya berjalan keluar kelas setelah membungkuk sedikit kepada Pak Tonio.
Menuju UKS yang berada dekat koperasi sekolah, Arsya bersenandung kecil. Ketika masuk ke UKS, pandangannya langsung teralihkan oleh seseorang yang terbaring dengan wajah pucat di kasur kecil yang disediakan oleh pihak sekolah. Arsya menghela nafas, dia berjalan menghampiri orang itu dan memperhatikan wajahnya.
"Julian..." Entah mendapat dorongan dari mana, tapi perasaanya menyuruh untuk menyentuh puncak kepala Julian. "Maaf, gara-gara aku kamu harus begini."
Ingatannya kembali ke waktu istirahat beberapa jam yang lalu. Ketika Rara dan Lala menyuruh Julian memakan siomay yang diberikannya. Baru beberapa detik kemudian, dia tergeletak tak sadarkan diri.
Dan Arsya sungguh marah kepada Rara dan Lala yang justru tertawa mengejek dan berkata, "Lihat, kan? Dia vampir, Arsya. Seorang vampir tidak akan pernah bisa makan makanan manusia. Kecuali dia drakula."
Sejenak Arsya terdiam, namun dia lebih khawatir dengan keadaan Julian yang tubuhnya sangat dingin. Dengan bantuan teman laki-laki yang dia kenal, mereka membawanya ke UKS.
Dan tak lama setelah itu, ayahnya datang bersama lelaki separuh baya yang memperkenalkan dirinya pada Arsya sebagai paman dari Julian. Entah kenapa Arsya merasa heran kepada Paman Frilon -begitulah panggilannya untuk dia, yang ketika Arsya bertanya tentang Julian Paman Frilon menjawabnya dengan sangat penuh hormat.
"Julian memilik semacam alergi terhadap makanan apapun, dan hanya bisa memakan makanan tertentu. Maka dari itu, dia seperti sekarang ini."
Begitulah ucapannya. Jadi Arsya tidak harus memikirkan kembali ucapan Rara dan Lala yang pasti tidak mungkin. Vampir? Astaga, jika vampirnya seganteng Julian, ya gak papa. Wong ganteng... hahaha. Batinnya terkekeh.
"Arsya?"
"Eh?"
Arsya tersentak dan menarik tangannya yang tanpa sadar mengelus rambut hitam Julian. Dia gugup ketika tau kalau Julian menatapnya tajam dan dingin. Arsya bahkan tidak sadar kapan Julian membuka matanya. Apakah Julian marah?
"Kamu berfikir aku vampir?"
Mendengar pertanyaan yang dingin dan menusuk itu, langsung saja Arsya menggeleng cepat. "Ti-tidak. Tadi, pamanmu datang ke sekolah dan berkata kalau kamu memiliki alergi terhadap makanan. Hanya makanan tertentu saja yang bisa kamu makan." Jawab Arsya gugup dan pelan sembari menundukkan kepalanya dalam. Tangannya tertaut untuk mengurangi kegugupannya.
Julian mengernyitkan dahinya. Bingung dengan yang dikatakan Frilon pada Arsya, apakah tidak menimbulkan keanehan. Alergi terhadap makanan? Rasanya Julian ingin mengambil pedang kerajaan dan menebas kepala Frilon.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roses Mine
FantasyArsya Yunita Girlion. Itu namaku. Perempuan yang masih duduk dibangku SMA kelas XI. Umurku belum mencapai 17 tahun. Dan semua temanku berkata, aku adalah perempuan cantik dan pecicilan di sekolah. Entahlah, aku tidak terlalu memikirkannya. ...