*****
"Bapaaakkk, jangan ditutup gerbangnya. Saya belum masuuukkk,"Perempuan yang dikuncir kuda itu berlari menghampiri gerbang yang hampir sepenuhnya tertutup. Berlari sekuat tenaga dengan deru nafas yang memburu. "Makasiiih bapak ganteng..." Ucapnya dengan cengiran karena masih diperbolehkan masuk walau dia sudah telat 5 menit.
Sedangkan pak satpam itu hanya menggelengkan kepalanya heran melihat tingkah laku salah satu murid itu yang terkenal petakilan.
Arsya, dengan wajah penuh keringat dia berjalan tergesa-gesa di koridor yang sepi. Wajar saja, dia sudah telat hampir 10 menit sejak jam pelajaran pertama. Ketika sampai di kelasnya, XI IPA 3, dia menatap bingung semua temannya yang masih santai. Ada yang duduk diatas meja dengan lawakannya, memainkan ponselnya terang-terangan, ada juga yang berkejar-kejaran entah itu cewek ataupun cowok. Dilihatnya ke depan kelas, tidak ada guru datang. Biasanya semua guru akan datang tepat waktu saat bel pelajaran dimulai.
"Kok tumben belum ada guru dateng? Pada rapat, ya?" Tanya Arsya ketika dia baru duduk dikursinya kepada Rara, teman sebangkunya yang sedang membaca novel.
Rara mengalihkan pandangannya dari novel ke Arsya, lalu menghela nafas sembari memutar bola matanya malas. "Lo gak tau? Guru-guru gak rapat, cuma pemilik sekolah ini bakalan dateng buat mengantarkan keponakannya ke sini. Keponakannya itu akan jadi murid baru di sekolah kita."
"Istimewa banget gitu ya? Sampe-sampe harus dianterin dan guru-guru harus nyambut." Arsya menatap Rara dengan alis kirinya terangkat. "Ah ya, pantes tadi pagi bokap gue berangkat ke sekolah pagi banget, sampe gue ditinggalin dan berakhirlah gue naik angkot. Beruntungnya gue cuma telat sepuluh menit." Gerutu Arsya. Dia mengambil ponsel, headsheat, dan buku pelajaran ditas.
Disumpal kedua kupingnya dengan headsheat dan menyalakan lagu dengan volume penuh. Membaca buku pelajaran dengan serius. Walau terkenal murid SMA 71 yang tidak bisa diam atau petakilan, dia juga termasuk murid yang disegani karena kepintarannya. Selalu memenangkan beberapa kejuaraan baik dibidang akademi atau nonakademi.
Kelas mendadak hening, semua murid dengan segera duduk ditempatnya masing-masing dan menatap orang yang baru masuk ke kelas itu.
"Baik anak-anak, saya disini hanya mengantarkan teman baru kalian," ucapannya tiba-tiba terhenti ketika pandangannya tak sengaja menatap murid yang duduk dimeja nomor tiga barisan tengah dengan telinganya terpasang headsheat. "Arsya Yunita Girlion!"
Rara yang melihat itu menarik kabel headsheat Arsya dengan kasar, membuat Arsya terkejut geram. "Apa, sih?!" Matanya yang beriris coklat tua itu melotot.
"Tuh, bokap lo di depan." Rara mengarahkan pandangannya ke depan, mencoba menunjuk dengan arah pandang matanya.
Arsya langsung menatap ke depan, melihat ayahnya dengan cengiran lebar khas dirinya yang menambah kesan lucu bagi siapapun yang memandangnya. Sembari menggaruk tengkuk lehernya dia berkata, "Eh, ada ay- maksudnya Pak Kepala Sekolah, kenapa ya, pak?"
"Bisakah kamu untuk fokus ke depan, ada teman barumu untuk memperkenalkan diri. Dan bersikaplah untuk menjadi murid yang berpendidikan." Ucapan tegas itu membuat seluruh murid kelas IPA 3 diam tak berkutik.
Arsya hanya mendengus kesal dan mengangguk pelan. Dia benci jika harus berurusan dengan ayahnya jika di sekolah. sikap dan sifatnya akan seratus delapan puluh derajat berbeda di rumah. Maka dari itu, dia lebih menghindari ayahnya jika di sekolah.
"Baik, ayo nak, perkenalkan dirimu di depan semua temanmu." Pak kepala sekolah atau biasa disapa Pak Ferrio mengangguk kepada orang yang sedari tadi berdiri disamping kirinya, memberi izin untuk memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roses Mine
FantasyArsya Yunita Girlion. Itu namaku. Perempuan yang masih duduk dibangku SMA kelas XI. Umurku belum mencapai 17 tahun. Dan semua temanku berkata, aku adalah perempuan cantik dan pecicilan di sekolah. Entahlah, aku tidak terlalu memikirkannya. ...