*****
Arsya terbangun dengan deru nafas yang tersenggal. Dia menyentuh dahinya dan mengusap keringat yang mengalir disitu.Setelah mengatur nafasnya, dia terdiam dengan lutut yang bersila. Tangannya mengambil buku kuno yang tergeletak tepat disamping tubuhnya. Dia mengamatinya dengan satu tetes air mata yang lolos dari sudut matanya.
Maaf aku melupakanmu, Julian. Ujarnya dalam hati.
Arsya, dia tau siapa dia sebenarnya. Dia tau dulu dia siapa. Dia mengingatnya. Hanya saja, dia masih terkejut dengan semua yang tiba-tiba ini.
Satu setengah jam berlalu, Arsya hanya duduk dengan lututnya tertekuk dan kepalanya dia sembunyikan dilekukan kakinya itu. Dia memutar kembali mimpinya diingatannya.
Dia adalah Arsya, entah dimasa lalu atau masa kini. Tapi satu keyakinan Arsya dibenaknya sekarang, dia adalah Arsya sang pemilik hati Julian.
Bunyi ketukan pintu membuat Arsya mendongak. Dia mengusap bekas air mata dipipinya. Mengaca sebentar di kaca full body lalu membuka pintu.
"Ya ampun, Arsyaaa. Ini udah jam setengah lima dan kamu belum siap-siap? Pesta ulang tahunmu akan dimulai jam tujuh malam. Ibu sangat tau kamu. Kamu akan memakan waktu lebih dari dua jam hanya untuk merias diri." Tulipia menatap garang anaknya yang terlihat lusuh. "Sekarang kamu mandi, jam setengah tujuh kamu sudah harus siap untuk menyambut teman-temanmu yang datang." Tulipia melenggang pergi.
Arsya melongo menatap kepergian ibunya. Dia sedikit terkejut dengan omelan dan kalimat super panjang khas kebawelan ibunya. Lalu detik kemudian dia terkikik mengingat wajah ibunya yang ada noda tepung dan coklat diwajahnya. Pasti ibunya itu baru saja selesai membuat kue ulangtahunnya.
Setelah mengambil handuk, Arsya berniat untuk membersihkan tubuhnya. Tak sengaja pandangannya melihat jam dinding yang tergantung diatas meja belajarnya. Benar kata ibunya, jam setengah lima. Arsya menghela nafas.
Semalaman dia menghabiskan sebuah film fantasy yang bertema vampir, memakan waktu dua jam lebih. Jam tiga pagi dia berniat untuk tidur, namun melihat sebuah novel yang baru dia beli, dia mengurungkan niatnya itu dan membaca novelnya selama tiga jam. Jam enam pagi, dia berniat untuk tidur karena semalaman dia benar-benar begadang. Namun kantuk tak kunjung datang padanya. Maka dari itu, dia memilih lari pagi selama setengah jam. Lalu pulang dan langsung tidur dikasurnya.
Dan berakhirlah Arsya dengan mimpinya itu. Mimpi yang mempertemukannya dengan dirinya sendiri, dengan Arsya yang lain. Arsya menggeleng, perempuan itu bukanlah Arsya yang lain, melainkan dirinya yang telah mati.
Arsya berdiri didepan kaca kamar mandinya, memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Dia termenung, menelusuri wajahnya yang putih sedikit pucat.
Aku adalah kau, kau adalah aku. Kita adalah satu jiwa yang terpisah.
Kalimat itu terngiang kembali dipikirannya. Lalu Arsya tersenyum kecil.
Kamu memanglah aku, aku memanglah kamu. Kita... kita satu jiwa yang terpisah dan berbeda dunia untuk berinkernasi. Batinnya berucap.
Lalu Arsya terdiam sejenak. Dia ingat Julian. Bagaimana Julian selama ini menahan rindu untuknya. Menahan segala semua perasaan untuknya. Tiba-tiba hatinya merasa sesak, sakit, dan bergemuruh ketika mengingat tatapan penuh rindu Julian padanya kala itu.
Arsya tau Julian selama ini. Julian adalah sosok vampir yang tidak pernah bisa menahan segala semua perasaannya sendiri. Jika sampai Julian bisa menahannya sampai kini, maka...
Julian, apakah kamu sekarang masih menyimpan cintamu untukku?
******
Bunyi dentingan piano yang mengalun indah itu memenuhi suasana sunyi rumah besar itu. Aura gelap melingkupi sekelilingnya. Tidak ada ekspresi apapun diwajah rupawannya yang putih sedikit pucat. Datar dan tatapannya dingin melihat tuts-tuts hitam putih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roses Mine
FantasíaArsya Yunita Girlion. Itu namaku. Perempuan yang masih duduk dibangku SMA kelas XI. Umurku belum mencapai 17 tahun. Dan semua temanku berkata, aku adalah perempuan cantik dan pecicilan di sekolah. Entahlah, aku tidak terlalu memikirkannya. ...