07 : Kenapa dengan Arsya?

6.7K 413 19
                                    

*****


Arsya menatap Julian yang sedang berlatih pedang dari kejauhan. Dirinya sekarang berada dibawah pohon rindang yang menghadap lapangan luas -yang menjadi tempat Julian latihan.

"Pangeran, mengalahlah untuk kali ini saja. Saya terus menanggung malu karena harus kalah padamu."

Julian tersenyum meremehkan mendengar pernyataan itu, dia terus melayangkan pedangnya dan menyerangnya tanpa memberi cela orang itu menyerangnya kembali.

"Maka dari itu, jadilah vampir yang tangguh. Jangan hanya mengandalkan kelebihan vampirmu, tapi fisik seorang vampir harus kau asah untuk menjadi kuat, Vano."

Arsya tersenyum bangga mendengar ucapan Julian yang tegas, namun ada nada meremehkan disana. Detik kemudian dia terdiam, kalimat terakhir Julian terus berputar dipikirannya.

Sentuhan dipundaknya membuat Arsya tersadar dari lamunannya dan langsung menoleh, mendapati Aura yang tersenyum setelah membungkuk memberi hormat.

"Kenapa Putri Arsya menatap pangeran seperti itu? Apa ada yang sedang dipikirkan?" Tanya Aura. Dia ikut menatap adu pedang antara Vano dan Julian.

"Tidak ada." Arsya tersenyum kecil. Terdiam sesaat sebelum melanjutkan ucapannya. "Jika kau diberi pilihan, yang mana kau akan pilih? Terlahir menjadi vampir yang lemah dengan hanya mengandalkan kelebihan vampir, atau terlahir menjadi manusia biasa namun kau bisa hidup dengan dunia fantasi, dunia yang tidak akan pernah dibayangkan oleh orang lain?"

Ucapan Arsya langsung ditanggapi oleh Aura dengan tatapan aneh dan bingung. "Maaf, putri. Tapi saya tak meng-"

"Jawab saja. Aku hanya ingin jawabanmu walau kau tak mengerti."

Aura langsung terdiam. Dia mengamati wajah Putri Arsya-nya itu dengan seksama. Wajah cantik itu membuat Aura iri dalam hati. Vampir yang terlahir dengan keturunan bangsawan pasti akan mendapat rupa yang melebihi vampir biasa.

"Mungkin, saya akan memilih pilihan yang kedua. Menjadi manusia namun kau bisa hidup ditengah fantasi."

Arsya tersenyum penuh makna mendengar pernyataan Aura. Dia yakin jika Aura akan memilih pilihan yang kedua. Dia tau apa yang sebenarnya ada didalam hati orang disampingnya itu.

Arsya menggenggam tangan Aura dengan senyum ramahnya. Menatap Aura yang menunduk tidak berani menatap wajah tuan putri-nya langsung.

"Aura, aku tau kau menyukai Pangeran Aaron. Namun kau ingat kalau kau adalah vampir yang suatu saat akan bertemu pemilik hatimu, mate-mu. Aku menyanjung keputusanmu terhadap takdirmu. Namun takdir untuk kedepannya tidak ada yang tau, kan?"

Aura mendongak langsung menatap Arsya. Menatap dengan tatapan tidak percayanya. Bagaimana Putri Arsya bisa tau? Batinnya.

"Aku akan mengatakan sebuah kata yang mungkin kau tidak akan mengerti. Tapi ingat, suatu saat kau akan tau apa maksudnya." Arsya menatap Aura dengan serius, membuat Aura mengangguk patuh.

"Mawar itu tipuan yang indah

Disentuh akan menimbulkan luka

Matahari dan bulan tidak akan pernah bersatu, katanya

Karena mereka di waktu yang berbeda

Jangan percaya dengan tipunya

Maka carilah kebenarannya"

Aura mengerjapkan matanya. "Saya janji akan mengingatnya. Tapi-"

"Suatu saat kau akan mengerti, Aura. Suatu saat." Arsya kembali menatap ke depan. Melihat Julian yang tertawa menatap Vano yang terbaring di tanah, Vano kalah dengan Julian untuk kesekian kalinya.

The Roses MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang