23 : Mawar

2.4K 160 33
                                    


Jangan lupa buat baca note dibawah yaa.
Happy reading :))

****

“Hanya dua pilihan yang aku berikan,” Ucap Arsya pelan namun tajam. “membunuh atau dibunuh.”

Bibir Ano kelu. Dia menatap ke dalam bola mata Arsya. Perempuan di depannya ini menatapnya datar, kosong, hampa. Tak ada yang dapat dilihat Ano ke dalam bola mata coklatnya.

“Nona...”

“Pilihlah!” Gertak Arsya. Dia menggeram dengan kesal. “Aku tak mempunyai banyak waktu untuk pembohong sepertimu.” Ujarnya nyaris berbisik.

Ano tak menjawab sama sekali apa yang diucapkan Arsya. Tangannya ingin terangkat mengambil pedang yang ada dibalik punggungnya. Namun terhenti saat Arsya terlebih dulu mengambil pedangnya.

“Baiklah. Aku yang akan membuat keputusannya.”

Arsya mengayunkan pedangnya menyerang Ano. Dengan terkejut dia menghindar melesat.

“Arsya!” Ano berusaha keras untuk mengambil pedangnya yang terlempar oleh Arsya tadi. “Sadarlah!” Bentak Ano.

Sejenak, Arsya terdiam menatap Ano yang menatapnya dalam. Dia mencoba mendekati Arsya namun dia langsung menghindar saat Arsya menyerangnya kembali.

Ano dapat melihat kalau bola mata Arsya berwarna merah. Tanda bahwa tubuh Arsya dikuasai oleh sisi vampirenya. Dengan begini, mau tidak mau Ano harus melawannya. Melumpuhkan sisi vampirenya.

Ano mengambil pedangnya yang bermata dua itu. Dia menyerang, menangkis segala serangan yang Arsya yang dilayangkan untuknya. Sejenak, Ano bisa melihat bahwa mata Arsya berair. Seperti menahan tangis.

Saat pedang Arsya hampir menggores di perpotongan leher dan bahu Ano, dengan gesit dan terlihat sangat terlatih Ano menangkis hingga pedang yang Arsya pegang terlempar begitu saja. Menancap pada pintu rumah Ano yang tertutup.

Tubuh Arsya terdiam kaku menatap pedangnya. Dia berdiri dengan kedua kakinya yang sudah lemah. Perlahan dia terduduk. Pandangannya beralih menatap Ano yang berdiri tak jauh darinya.

“Nona...” Ano berjalan perlahan mendekat. Lalu berjongkok menyamai tingginya dengan Arsya. Tatapannya melembut dan tangannya terulur untuk mengusap darah yang keluar dari sudut bibir gadis itu. “Maaf.”

Tubuh Arsya ambruk. Kesadarannya hanya tersisa sedikit setelah dia mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melawan Ano. Ah, bolehkan dia memanggilnya... Julian?

Ano menopang tubuh lemah Arsya. Dia terus menatap iris mata coklat Arsya yang sayu, berusaha untuk menyalurkan energi untuk Arsya tetap sadar.

“Kenapa?” Suara Arsya terdengar melemah. “Kenapa begitu lama bersembunyi?”

Setetes air mata jatuh dari sudut mata Arsya dan mengalir jatuh mengenai telapak tangan Ano. Ano tersenyum penuh rasa bersalah. Dan yang hanya dia sanggup katakan adalah, “maaf membuatmu menungguku begitu lama.”

****

Disinilah Aaron. Dengan jubah hitam bertudungnya dia melesat masuk ke sebuah mansion yang menjadi istana dari Kerajaan Agathaya. Tangannya menggenggam sepucuk surat yang menjadi alasan dia repot-repot datang ke kerajaan yang sebenarnya sangat dia benci ini. Kalau bukan karena untuk semua rencananya, dia tak akan mau kesini.

The Roses MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang