****
Dengan sekali tebasan, Arsya melihat orang didepannya mati. Dia menatap sinis pada orang yang sudah menjadi abu itu lalu menyarungkan kembali pedangnya pada sarung yang ada dibalik punggungnya.
Dalam hatinya berkata, lain kali jangan menghalangi jalanku.
Perempuan berambut sepundak itu mendecih lalu melesat pergi melanjutkan perjalanannya kembali ke Kerajaan Dunia Bawah. Di perjalanannya tadi, dia sempat dihadang oleh vampir-vampir yang entah dari kerajaan mana. Awalnya Arsya tak ingin membunuh mereka, namun karena mereka sudah memancing emosinya dengan berkata yang seakan merendahkannya, dia tersulut emosi.
Arsya berhenti melesat disebuah danau yang airnya jernih. Tenang dan membuat hatinya damai, seakan beban yang dia topang sendiri selama ini hilang.
Dia mengedarkan pandangannya dan mendapati sebuah pohon besar yang rindang, pas untuk dirinya menikmati suasana asri ini.
Air danau itu tenang. Arsya tersenyum tipis tanpa dia sadari.
Tenang...
Pikirannya memikirkan satu orang yang sangat dia rindukan selama 65 tahun ini.
Julian...
Entahlah, sosok itu masih terbayang. Bahkan rasa cintanya masih besar dan tak pernah terkikis dihatinya. Arsya merindukannya, amat sangat merindukannya. Dia tak mengerti, kenapa disaat 65 tahun yang lalu dia sudah mengingat semua masa lalunya, Julian justru pergi meninggalkannya.
Pandangannya menatap menerawang ke depan. Mengulas kembali saat pertama kali Julian datang ke sekolahnya dan menyamar sebagai seorang murid baru di kelasnya. Arsya tau, saat itu Julian pasti menahan segala perasaan rindu, terbukti dari sorot matanya waktu itu.
Air mata menetes dari sudut matanya, meluruh ke pipinya, dan jatuh tepat ditelapak tangannya. Arsya tak ingin menangis lagi, dia tak ingin larut dalam kesedihan merindu. Merindukan seseorang yang sudah jelas sudah berbeda dunia dengannya.
Arsya ingat, dia adalah setengah jiwa reinkarnasi. Setengah jiwa lainnya ada didunia abadi disana. Dalam hatinya bertanya, apakah Julian bahagia bersama jiwanya yang lain?
Dia tersenyum dan menatap langit yang biru cerah. Dia akan senang jika Julian bahagia bersama dirinya yang lain. Namun dia juga iri, mengapa tidak satu jiwa yang utuh saja yang dapat bahagia bersama Julian di dunia abadi itu?
Mata Arsya terpejam. Merasakan angin yang menerpa tubuhnya. Menerima sinar matahari yang menyinarinya yang ada dibawah pohon rindang. Sampai dia merasakan ada seseorang yang memperhatikannya.
Tubuh Arsya membeku. Darahnya berdesir dan matanya langsung terbuka. Dia merasakan aura ini. Aura yang sangat dia kenali. Wangi memabukan yang bisa ia hirup, wangi petrichor.
Arsya berdiri dengan cepat, mengedarkan tatapannya dengan tajam. Dia menajamkan pendengarannya pada apapun disekitarnya.
Tidak mungkin...
Disana, Arsya bisa merasa jika ada seseorang yang memperhatikannya dari balik pohon yang lumayan jauh dari dirinya. Dia melesat cepat menghampiri. Ada perasaan yang mendorong Arsya untuk mengejar orang itu.
Namun sialnya, saat Arsya sudah ada dipohon tempat persembunyian orang tadi, orang itu sudah pergi. Dan yang membuat Arsya tak habis pikir, orang itu sangat cerdik mengelabui kemana orang itu pergi melarikan diri dengan meleburkan auranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roses Mine
FantasiaArsya Yunita Girlion. Itu namaku. Perempuan yang masih duduk dibangku SMA kelas XI. Umurku belum mencapai 17 tahun. Dan semua temanku berkata, aku adalah perempuan cantik dan pecicilan di sekolah. Entahlah, aku tidak terlalu memikirkannya. ...