17: Kecurigaan Arsya

2.2K 131 20
                                    


******

"Takdir seperti apa yang aku jalani? Kenapa... kenapa semua terasa membingungkan? Kenapa?!"

Arsya meninju pohon besar di depannya. Tenaganya yang besar dan kuat, pohon besar itu tumbang sehingga menyebabkan suara dentuman yang besar dan burung-burung terbang tak tentu arah.

Tangannya tak apa-apa, bahkan sakitpun tak dia rasakan. Kepalanya dia tundukkan, tubuhnya meluruh kebawah. Suara isak tangis terdengar, dan tangannya menyentuh dadanya yang berdetak tak tentu irama.

"Julian? Maaf Nona Arsya, saya Ano, Ano Hasyanitira."

Kalimat itu terulang kembali diingatannya dengan jelas dan berulang. Arsya tak mengerti, sungguh. Kenapa disaat dia sudah benar-benar ingin melupakan semuanya, justru ada seseorang yang membawanya ingat ke masa lalu.

Arsya menengadahkan kepalanya ketika merasa ada sepasang kaki di depannya. Dia melihat Aneta yang menatapnya khawatir. "Aku mencarimu kemana-mana, tapi untunglah aku bertemu Ano, dia mengatakan kamu lari kearah hutan."

Arsya hanya terdiam. Dia menatap wajah Aneta datar dengan wajah sembabnya.

"Apa yang tejadi padamu, Arsya?" Aneta berjongkok di depannya. Tangannya menyentuh pundak Arsya.

Arsya berdiri, dia mengusap pipinya dengan kasar. "Tak apa," Arsya berusaha tersenyum dihadapan sahabatnya itu.

Aneta menatapnya dengan tatapan yang tak dimengerti Arsya. "Aku tau tadi terjadi apa-apa saat aku pergi, katakan padaku apa yang terjadi padamu?"

Air mata kembali meluruh dipipinya. Tangisnya kembali berseru. "Katakan padaku, takdir macam apa yang aku jalani?" Ujarnya lirih, dia meluruh kembali ke bawah. Memukul dadanya yang terasa sesak.

Aneta menatapnya khawatir, dia kebingungan dengan ucapan Arsya. "Apa maksudmu, Arsya? Takdir apa?"

"Ano... dia siapa?"

Tubuh Aneta terdiam sejenak. Raut wajah terkejut sangat jelas terlihat. "A-Ano?" Ujarnya terbata. Dia menatap Arsya yang tetap menundukkan wajahnya.

"Dia prajurit biasa di kerajaanku. Dia hanya penduduk miskin sebatang kara yang aku angkat sebagai prajurit rendahan di kerajaan karena aku merasa kasihan terhadapnya yang tak memiliki siapapun lagi."

Entah kenapa, Arsya merasa ucapan itu tidak benar. Hatinya membantah ucapan Aneta. Namun dia hanya diam. Dia masih dilanda kebingungan pada kejadian aneh tak jelas ini.

Arsya berdiri, dia mengusap pipinya dengan kasar. Menatap Aneta datar dan berkata, "Izinkan aku berkeliling sendiri di kerajaanmu, Aneta. Aku butuh kesendirian."

Setelah berkata seperti itu, Arsya melesat pergi menuju ke dalam hutan. Aneta hanya memandangi kepergian Arsya dengan pandangan sendu.

*****

Arsya menuju hutan perbatasan wilayah selatan. Entahlah, tapi dia mengikuti kata hatinya untuk kesana. Dia ingin membuang semua pikiran yang membebani otaknya tentang Ano yang bukan Julian, atau memang benar dia bukan Julian? Entahlah, Arsya menyerah untuk memikirkannya. Dia lelah, sungguh, dia lelah dalam kesedihan yang berlarut-larut.

Sebuah pohon besar yang rindang dengan daunnya yang tumbuh lebat membuat Arsya memutuskan untuk duduk didahan yang kuat itu. Arsya melesat cepat naik ke atas pohon, lalu duduk bersandar menikmati suasana damai hutan ini.

Suara kicauan burung membuat mata Arsya terpejam. Rasa tentram didalam dirinya membuat Arsya sejenak tertidur. Namun beberapa detik kemudian mata terpejam itu terbuka tatkala dia mendengar suara langkah kaki dan injakan daun kering yang melewati pohon tempatnya bersandar.

The Roses MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang