20 : Arsya, Ano, dan Antonio

2.2K 134 4
                                    


*****


Jendela besar itu terbuka. Menghantarkan sinar matahari pagi menembus lurus mengenai tubuh Arsya yang terbaring kaku diatas tempat tidur. Julifer menatap tubuh Arsya yang sudah dua bulan hanya terbaring tak bergerak sama sekali. Perempuan itu masih hidup, hanya saja jiwa manusianya bekerja tak semestinya.

Pandangan Julifer menelaah seluruh tempat kediaman Arsya ini. Laki-laki yang menjadi raja penguasa Kerajaan Dunia Bawah itu tak pernah memasuki kediaman Arsya di istana ini. Bukan karena tak mau, hanya saja Arsya tak mengizinkan siapapun memasuki kamar bernuansa biru gelap dan putih pucat ini.

Lemari kecil yang ditutupi kain putih transparan itu menarik perhatian Julifer. Dia berdiri dari duduknya yang tadi menghadap Arsya, membuat jubah kerajaannya terbentang lurus kebelakang. Tangannya menarik kain putih itu dan membuangnya kesembarang tempat.

Tangannya terulur membuka pintu lemari kecil berwarna emas itu, lalu melihat didalamnya hanya ada setangkai bunga mawar yang sudah kering dan buku kuno bersampul coklat dengan corak bunga mawar. Ah, Julifer tau buku apa itu. Bulu catatan Arsya Yunita Aranta.

Saat ia hendak mengambil buku itu, pendengarannya yang sangat tajam menangkap suara ringisan dari belakangnya. Dengan cepat, dia menoleh kebelakang dan mendapati jari-jari Arsya yang menunjukkan pergerakan dan kepala Arsya yang bergerak gelisah.

"Ju-Juliaaan," Gumamnya yang terdengar sangat lirih.

Julifer berdiri disamping Arsya berbaring, setelah menyuruh salah satu prajurit yang menjaga didepan pintu kediaman Arsya memanggil tabib istana. "Arsya, kau mendengarku?" Tangan Julifer memegangi denyut nadi Arsya. Terdengar denyut yang lemah, namun masih ada kehidupan disana.

"Julian, jangan tinggalkan aku." Hanya itu jawaban yang Arsya berikan untuk Julifer. Terlihat keringat mengalir dipelipisnya.

Pintu kediaman Arsya terbuka. Setelah membungkuk memberi hormat pada Julifer, tabib itu langsung memeriksa tubuh Arsya yang terus bergerak gelisah.

"Sebentar lagi Nona Arsya akan pulih. Tubuhnya bereaksi dari darah yang baru masuk ke organ-organ tubuhnya," Tabib menjelaskan dengan raut wajah bingung. Ketika hendak bertanya lagi, Julifer sudah menyela untuk menyuruhnya keluar.

Helaan nafas panjang Julifer terdengar. Dia terus menatap Arsya sampai beberapa saat kemudian perempuan itu terlihat mengerjapkan matanya perlahan. Terdengar suara ringisan seiring tubuh Arsya bergerak secara keseluruhan untuk mencoba bangun dari tidurnya yang terasa kaku.

"Apa yang terjadi?"

"Kau terkena serangan sihir oleh orang-orang Kerajaan Agathaya. Dua bulan ini kau diambang hidup dan mati. Aneta menuntutku untuk melakukan segala cara memulihkanmu, tanpa pikir bahwa aku juga harus mengurus kerajaanku yang sedikit terbengkalai." Jelas Julifer, walau raut wajahnya datar dan dingin, ada nada jengkel dibeberapa katanya tadi.

Ingatan Arsya mencoba mengulas kembali apa yang diucapkan Julifer tadi. Beberapa saat kemudian, saat dia mampu untuk mengingat memori terakhir yang dia ingat, satu tetes air mata keluar dari tempat persembunyiannya. "Ternyata benar itu hanyalah mimpi,"

Julifer hanya menatap Arsya datar dan dingin khasnya. Sesungguhnya dia mengetahui segalanya. Hanya saja dia masih merasa punya batasan sampai mana dia harus ikut campur dalam masalah perempuan berambut yang hampir panjang itu.

"Seseorang pernah berkata padaku, bunga mawar itu indah, namun orang-orang yang terpikat oleh keindahannya tak pernah pikir panjang jika mawar itu bisa saja melukainya." Julifer berbalik, hendak meninggalkan Arsya. "Aku akan memberi kabar pada Aneta jika kau sudah pulih. Jangan memikirkan hal yang sudah berlalu, Arsya. Sekarang kau harus sadar, kau sudah menjalani hidup 65 tahun di kerajaanku ini, tak inginkah kau hidup menjadi apa yang diinginkan kata hatimu?" Selepas berbicara, Julifer benar-benar hilang dibalik pintu kediaman Arsya.

The Roses MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang