05 : Antara keraguan dan keinginan

8.3K 461 9
                                    


****

Arsya menerima ajakan Angel dan Wita untuk ke kantin. Dirinya hanya duduk dimeja kantin dengan memasang headsheat dikedua telinganya. Pikirannya benar-benar kalut dengan apa yang terjadi.

Helaan nafas kasar membuat Karen menoleh menatap Arsya. "Lo kenapa? Oh ya, lo gak makan?"

Arsya tak menjawab. Dia tak mendengar apa yang diucapkan temannya itu karena volume lagu dari headphone-nya yang keras. Rasanya Arsya benar-benar tidak mood untuk sekedar menjawab dengan gelengan atau anggukan.

Wita menarik sebelah headsheat Arsya. "Lo gak makan?" Tanyanya heran.

"Nanti gue makan." Jawabnya datar dan menatap Wita kesal karena main asal menarik headsheat-nya.

Tiba-tiba Arsya berdiri. Dia ingin membeli makanan. Tadi pagi, dia tidak sempat sarapan karena hampir telat.

Setelah membeli makanan dan sebotol air mineral, Arsya berjalan menuju meja teman-temannya berkumpul. Karena dirinya sedikit melamun, tak sengaja kakinya tersandung kaki kursi. Reflek, dirinya berteriak terkejut. Arsya memejamkan matanya, pasrah akan tubuhnya yang menyentuh lantai.

Namun yang dia terima adalah pekikan orang-orang kantin. Beberapa detik kemudian dia tak merasakan tubuhnya sakit atau menyentuh lantai. Karena merasa heran, perlahan Arsya membuka matanya.

Matanya berkedip beberapa kali, mencoba membenarkan penglihatannya yang sepertinya salah. Tapi sepertinya ini sungguhan. Arsya dipeluk oleh Julian agar tidak jatuh ke lantai.

Mulut Arsya terbuka sedikit. Matanya melotot. Tangannya menyentuh dada, tepatnya jantung karena merasa detaknya sedang jedag-jedug tidak karuan. Oh Tuhan, kenapa aku ini? Kenapa aku merasa nyaman dipelukannya?

"Lain kali, berhati-hatilah. Aku tidak ingin kau terluka ataupun merasa sakit, mine."

Bisikan itu membuat Arsya terdiam. Dia menatap mata beriris hitam yang menatap matanya dalam. Arsya bisa tau apa tatapan yang terpancar. Rindu dan... kehampaan yang mendalam. Dia tak mengerti.

Dan apa maksud dari ucapannya itu? Dia lelah jika harus memikirkan apa maksudnya. Cukup dengan kejadian aneh malam itu dan sekarang ini. Semuanya belum jelas dipikirannya.

Dia yakin, Julian adalah sosok manusia yang aneh dan menyimpan ribuan teka-teki.

Setelah beberapa menit kemudian, Julian melepaskan pelukannya. Lalu tersenyum tipis sambil mengelus pipi Arsya. "Jaga diri baik-baik." Setelah berkata seperti itu, Julian pergi dengan santai. Tak memperdulikan tatapan aneh dan kagum semua penghuni kantin yang menatapnya.

Apa maksudnya, sih? Kenapa dia mendadak aneh dengan peduli sama gue? Arsya menatap punggung yang menjauh itu dengan kesal. Dia memutuskan untuk kembali ke kelas. Mood-nya benar-benar berantakan.

*****

Julian tersenyum mengingat wajah bingung Arsya. Ketika dia berjalan ke kantin berniat untuk menyusul Arsya dengan dua bersaudara disamping kanan kirinya, dia melihat Arsya yang membawa makan dan minuman sambil melamun.

Pandangannya tak sengaja melihat kursi yang terletak sembarangan. Dia yakin, Arsya akan menabrak atau tidak tersandung. Ingin melesat dengan kemampuan vampirnya, tapi dia urungkan ketika dia sadar jika dia melakukannya maka akan timbul masalah. Maka dari itu, dia berlari normal dengan cepat.

The Roses MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang