"Dan tidak ada yang menghalangi jika Allah berkehendak untuk mengumpulkan segala kebaikan dunia pada seseorang."
- dari Quotes Islam.*****
GERAKANNYA sangat mahir, kata demi kata tersampaikan lewat sebuah tulisan. Lupa diri, gadis itu sampai tidak bisa membedakan mana dunia nyata dan khayalan. Ia begitu tenang, sebab ia sudah terbiasa menggunakan media tulis untuk menyampaikan apa yang dikatakan otaknya. Berimajinasi membuatnya mengerti arti seni dalam hidup ini.
Di saat ia sedang asyik bergulat dengan pena, gadis itu terkejut karena sebuah tepukan di bahunya. Pena yang ia gunakan terlepas dari genggaman lalu menggelinding ke lantai. Gadis itu mendesis kesal dan mendongak ke arah pelakunya yang tak lain Viara--sahabatnya.
"Udah selesai bikin cerpennya, Je?" Viara tersenyum lebar, membuat matanya yang sipit semakin tak terlihat.
Zeenda sebal karena alamnya diinterupsi. Membuang wajah, ia menunduk untuk mengambil pena yang tadi sempat terjatuh. "Bentar lagi. Nggak usah ganggu, deh."
Suaranya yang terdengar sewot membuat lawan bicaranya merasa sebal. Dapat gadis itu dengar dengusan Viara diikuti langkah kaki untuk menjauh.
Jika ada yang bertanya, apa hal yang dapat membuatmu tersenyum sepanjang hari maka jawabannya mudah sekali, cukup melihat sang idaman hati.
Sudah hampir satu bulan Zeenda berada di sekolah menengah atas. Setiap pagi, matanya terfokus hanya pada satu titik, sosok lelaki dengan dua tingkatan di atasnya.
Lelaki yang tak suka berkumpul dengan temannya meski ia punya banyak teman.
Lelaki yang jika bertemu pandang dengan yang bukan mahramnya ia menundukkan pandangan. Menjaga syahwatnya dari hal yang merujuk pada kemaksiatan, yaitu zina mata.
Lelaki yang mengutamakan ilmu akhirat ketimbang ilmu dunia. Meski ia sangat pintar dalam bidang itu. Mungkin ia menganut paham yang dijelaskan oleh salah satu ustaz di sekolah ini, bahwa kecerdasan ilmu duniawi yang mutlak hanya dimiliki oleh Allah.
Lelaki yang benar-benar menjaga dirinya dari pergaulan luar dan berusaha untuk berada sangat dekat denganNya meski ia tahu bahwa ketakwaannya belum tentu cukup untuk hal tersebut.
Mengapa Zeenda lebih tertarik dengan lelaki yang seperti itu ketimbang lelaki yang menebar pesona?
Alasannya sangat sederhana, lelaki yang disukai Zeenda memancarkan aura yang sangat menentramkan jiwa. Lelaki yang memiliki kecerahan di wajahnya sebab air wudu yang selalu dijaga.
Lelaki yang sudah merampas hatinya dan memberikan pada Allah untuk dijaga karena mungkin suatu hari nanti mereka akan bertemu dan memadu kasih setelah seorang penghulu mengucapkan ijab kabul.
Zeenda tersenyum ketir saat benaknya mulai kehilangan tingkat kewarasan.
Jangan ngayal, Je. Otaknya berteriak nyaring dalam pikiran. Konyol memang, gadis yang baru menginjak usia lima belas tahun bisa berpikir abstrak seperti itu.
Mendapatkan hati lelaki itu butuh perjuangan yang sangat ekstra. Melihat bagaimana sikap tak acuhnya pada beberapa gadis. Namun Zeenda bukan tipe orang yang cepat putus asa, ia tetap berusaha meski ia tahu bahwa mungkin saja lelaki tersebut lain jodohnya.
Bukankah kesempatan ada saat kita berani mencoba?
"Kamu mau nemenin aku?" Zeenda berbalik, bertanya lembut pada sahabatnya.
Viara yang dari tadi duduk di belakang Zeenda pun mendongak, Zeenda sudah berdiri di samping kanannya. Sedetik kemudian, dengusan malas keluar dari mulut. "Tadi aku diusir sekarang kamu minta tolong aku?"
"Bukan gitu, aku cuma nggak suka diganggu waktu lagi bikin cerpen. Maaf, ya." Zeenda menyesal telah mengacuhkan Viara tadi. Gadis itu tahu kalau Viara tidak berniat mengganggu melainkan memberi perhatian padanya.
"Minta bantuan aja sana sama Alina." Viara membuang muka, seolah rasa sebalnya sudah mutlak.
Zeenda mengerucutkan bibir. "Kamu kok gitu sih, sama aku?"
"Gitu apanya? Orang aku cuma nggak mau ganggu kamu, kok."
"Iya, maafin aku, aku nyesel. Please, besok nggak berangkat bareng, loh." Zeenda memulai ancamannya, biasanya Viara akan luluh kalau Zeenda sudah mengeluarkan senjata andalan.
Benar saja, karena setelah berdesis, mendadak pandangannya melembut saat satu helaan napas keluar dari mulut.
"Iya, deh." Viara tersenyum dan bangkit dari duduknya. Menyadari keampuhan kalimatnya, Zeenda memamerkan deretan gigi yang bersih.
"Mau ke mana?" Langkah kedua gadis itu berhenti di depan seorang gadis.
"Nganter Jeje ke Ustad Raffi. Mau ikut, Ran?"
Rantika--sahabat Zeenda yang lainnya hanya tersenyum simpul dan mengangguk.
"Eh, kok aku ditinggal, sih?!" Alina berteriak heboh kala dirinya baru sampai kelas dan melihat kursi bagiannya sepi. Mengetahui Zeenda dan yang lain sedang menuju ke kantor, Alina segera menyusul dengan cepat.
Sadar karena teriakan Alina, ketiganya mempercepat langkah, menggodanya dengan ritme kaki yang terburu-buru.
"Emang kita ada tugas, ya?" Di tengah pelarian mereka, Rantika bertanya bingung.
"Nggak kok, cuma Ustad Raffi minta buatin cerpen sama aku." Zeenda menjawab dengan terpatah-patah disebabkan patokan oksigen yang berkurang.
"Aduh, jangan tinggalin, dong!" Alina yang tadinya hanya berjalan lebar-lebar kini mempercepat langkah hingga berlari.
Sesampainya di depan kantor guru, Zeenda yang pada hakikatnya berlari paling depan, berhenti tiba-tiba. Alhasil, Viara, dan Rantika yang lari di belakangnya menabrak punggung Zeenda. Sebagai penopang paling ujung, ia berusaha agar tidak terjatuh karena pandangannya fokus pada seseorang.
"Awas!" Alina berusaha agar langkahnya melambat tapi otaknya tidak bekerja sama dengan sistem gerak tubuh. Tidak dapat dipungkiri, mereka berempat terjatuh mengenaskan di depan semua guru yang melihat. Bukan hanya guru. Bahkan sosok yang sedari tadi dipandang Zeenda pun menoleh kaget.
"Aduh!" Zeenda mengerang. Keningnya memerah karena membentur lantai kantor yang terbuat dari marmer. Belum lagi beban yang ikut terjatuh di atas punggungnya.
"Ya Allah, kalian ini kenapa, sih? Ribut sekali." Wali kelas mereka--Asyafa--membantu keempatnya berdiri. Bukannya menjawab, mereka malah terkekeh malu.
Zeenda mengalihkan pandangan untuk meminimalisir orang yang melihat keningnya. Namun pilihannya salah. Matanya terkunci pada pandangan yang ditujukan padanya. Kedua indra penglihat yang kelam. Sangat kelam. Bahkan bulu kuduk Zeenda meremang kala bertatapan dengan sang pemilik ain tapi anehnya, tubuh tidak bisa digeraki. Ia hanya diam mematung memandang mata itu. Pendaran yang menurutnya sangat indah.
Ya.
Atas segala keindahan netra dengan pemilik bernama Arfan Raditya Akmal, Zeenda mematung. Lelaki yang menjadi incarannya selama satu bulan ini.
Pandangan kelam itu menyendu saat melihat ke arah Zeenda. Gadis itu tidak tahu mengapa perubahan pupil matanya bisa secepat itu.
Ah, ingatlah memarmu, Je!
Lagi-lagi otaknya menghancurkan suasana.
*****
• bertalian •
KAMU SEDANG MEMBACA
Faal
SpiritualArfan itu nampak sempurna di mata semua kaum hawa, tak terkecuali Zeenda yang sudah menumbuhkan perasaan di dadanya secara diam-diam. Yang bikin syok adalah ketika alam semesta seolah mendukung afeksinya sampai Arfan juga melirik pada Zeenda da...