"Mempertahankan apa yang telah aku dapatkan saat ini adalah caraku untuk bersyukur atas apa yang telah Allah titipkan padaku."
- dari Quotes Islam.*****
SENYUM mengembang saat mendapati namanya disebut dalam urutan murid sepuluh besar di kelasnya. Ia bahagia namun terasa hampa saat teringat hatinya masih terparkir pada lelaki yang jauh di tanah Arab sana.
"Selamat, Je!" Ketiga sahabatnya tak berhenti memberikan ucapan. Menjadi nomor satu di kelas adalah suatu kebanggaan, terlebih untuk orang tua. Tetapi Ismail mau pun Delia tidak pernah mempermasalahkan prestasi. Yang terpenting, Zeenda memiliki akhlak baik dalam diri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat keduanya bangga.
"Pulang dari sini, traktir lah." Alina bersuara, lantas sudah disetujui oleh Viara dan Rantika.
Inginnya menerima tapi Zeenda teringat bahwa hari ini Fariz ingin bertemu dengannya. Mungkin saja ada kabar dari Arfan yang disampaikan lewat Fariz.
"Boleh aja, sih. Tapi hari ini aku ada urusan. Lain waktu, ya. Tagih janji aku ini suatu hari kalian butuh, asal bukan hari ini."
Merasa kecewa, namun ketiganya berusaha maklum. Lagi pula cepat atau lambat mereka tahu bahwa Zeenda tidak akan membiarkan janjinya tak berbukti.
Pulang dari rapat kecil-kecilan di sekolahnya, Zeenda langsung menuju kantin sekolah yang sepi karena murid-murid langsung pulang tanpa mau mampir terlebih dulu.
Memberi kabar sebentar pada Fariz, Zeenda membeli minuman untuk menemaninya menunggu Fariz yang sedang mengurus surat keterangan lulus di kantor. Katanya lelaki itu ingin ikut jalur mandiri, daftar di perguruan swasta. Untuk pegangan saja, selagi menunggu jadwal seleksi bersama. Kecewa karena seleksi nilai ditolak tak jadi hambatan Fariz untuk mengejar perguruan tinggi.
"Sudah lama?" Fariz tiba dengan berbusana bebas, tidak seperti Zeenda yang menggunakan seragam sekolah.
"Baru aja." Zeenda tersenyum pada seorang pelayan yang mengantarkan minuman pesanannya. "Ada apa, Kak? Tumben ngajak ketemu."
"Oh itu." Fariz ragu sebenarnya. Mengingat Arfan bilang untuk tidak memberitahu Zeenda dulu karena Khairani dan ibunya sedang mengurus masalah yang dibuat Ishak--selaku tukang fitnah pada Raffi di meja hijau dengan kasus yang berbeda.
Ah, tidak paham?
Fariz pun. Apalagi Arfan menjelaskannya beberapa hari lalu saat tengah malam. Bagaimana Fariz tidak bisa fokus.
"Aku mau memberi tahu kamu sesuatu. Tapi janji jangan histeris dulu."
Menangkap maksud Fariz, jantung Zeenda mulai berisik. "Apa?"
"Arfan sudah di Bogor, tepatnya empat hari lalu."
Kemudian, begitu Fariz menyelesaikan kalimat yang sesuai dugaannya, Zeenda terbelalak tak percaya. Ia menganga, merasa berita ini merupakan kebahagiaan berlipat setelah berita dirinya menjadi urutan pertama di kelas.
***
"Sudah diringkus di hotelnya. Dia sedang menjalani berbagai sidang, dikarenakan dia kabur mungkin hukumannya akan bertambah berat. Tapi yang jelas, dia dipastikan aman dalam pengawasan kepolisian. Berkat, Arfan juga." Eva tersenyum melalui panggilan video yang dilakukan keluarga Raffi menggunakan laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faal
SpiritualArfan itu nampak sempurna di mata semua kaum hawa, tak terkecuali Zeenda yang sudah menumbuhkan perasaan di dadanya secara diam-diam. Yang bikin syok adalah ketika alam semesta seolah mendukung afeksinya sampai Arfan juga melirik pada Zeenda da...