PINTU terketuk beberapa kali, membuat si pemilik kamar yang tengah sibuk memandangi layar ponselnya pun menoleh.
"Je, Bunda tadi masak rendang, lumayan banyak. Kamu anterin ya ke rumah Ustad Raffi." Sang ibu yang menjadi pelaku atas pintunya yang terketuk menyodorkan tas jinjing yang Zeenda duga terdapat tempat bekal di dalamnya.
"Tapi Bun, keluarga Ustad Raffi lagi sibuk nggak, ya?
Bunda mengerutkan kening. "Kenapa emang?"
Bukannya menjawab, Zeenda malah menggembungkan pipinya. "Akun sosial medianya Kak Arfan nggak aktif, Bun."
"Hayo, bandel, ya. Berani chattingan berdua!" Tangan Bunda mencubit pipi anaknya hingga Zeenda meringis kesakitan.
"Bun, Jeje nggak chattingan."
"Terus apa? Lempar perhatian?"
"Nggak begitu, Nyonya Besar." Zeenda mengelus pipinya bekas cubitan sang ibu. Masih dengan menggembungkan pipi, gadis itu menghela napas. "Jeje temenan di akun sosial media Kak Arfan bukan berarti chattingan, lempar perhatian or something like that, Bundaku sayang. Maksudnya 'kan kayak semacam sekarang gitu, siapa tau Bunda nyuruh Jeje atau kita mau ke rumah Kak Arfan, Jeje 'kan bisa ngabarin dulu. Biar nggak mendadak."
Bunda mahfum, beliau pun manggut-manggut. "Ya udah, kali ini nggak usah ngabarin, lah. Mendadak aja biar surprise. Terakhir kamu ketemu sama Arfan kemarin, kan?"
"Astaghfirullah, itu baru kemaren. Siapa yang lagi dalam masa ta'aruf kok Bunda yang bucin?"
Bunda terkekeh geli. "Sekarang dateng aja ke rumah Ustad Raffi. Nanti rendangnya nggak kemakan."
"Ah, Bunda, padahal Jeje udah niat ngegadoin." Zeenda pun cemberut, gadis itu bersiap untuk berangkat.
"Pakai aja motor Uda Syam. Sekalian dipanasin juga, udah lama nggak kepake, kan. Nanti karatan mesinnya."
"Iya, Bundaku tercinta." Zeenda menyahut. "Jeje berangkat, ya. Assalamu'alaikum."
"Hati-hati di jalan, wa'alaikumussalam."
Zeenda meraih kunci motor yang digantung lantas segera melangkah menuju halaman rumahnya, di mana motor kesayangan sang kakak terparkir manis selama beberapa pekan terakhir.
Sedikit memanaskan dulu sebelum melajukan, pada detik berikutnya motor itu sudah melaju dengan perlahan, membelah jalan raya yang lumayan dipadati penduduk karena sekarang adalah hari Ahad.
***
"Ponsel kalian masih dinonaktifkan?" Raffi bertanya begitu melewati kedua anaknya yang sedang duduk termenung di sofa. Di sampingnya ada sang istri yang senantiasa memegang pergelangan tangannya.
"Masih, Bi." Jawab keduanya serentak.
Raffi memandangi Arfan dan Alarya dengan sendu. "Abi minta maaf, ya."
Keduanya menautkan alis. Arfan yang mengambil alih percakapan. "Kenapa minta maaf, Bi?"
Menghela napas, Raffi pun mendudukkan diri di hadapan anaknya diikuti dengan Sarah. "Gara-gara Abi kalian harus kesusahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faal
SpiritualArfan itu nampak sempurna di mata semua kaum hawa, tak terkecuali Zeenda yang sudah menumbuhkan perasaan di dadanya secara diam-diam. Yang bikin syok adalah ketika alam semesta seolah mendukung afeksinya sampai Arfan juga melirik pada Zeenda da...