ZEENDA menghela napas melihat pemeran-pemeran mulai berdatangan, sedangkan pandangannya belum menemui sosok Arfan. Gadis itu mendadak khawatir, sudah dua hari ini masalahnya Arfan tidak menepati janjinya dengan Zeenda.
Bagaimana mungkin untuk kasus kedua ini Zeenda tenang?
Tersadar, gadis itu hanya mampu tersenyum miris. Hei, kau itu bukan siapa-siapa, jadi jangan sok khawatir. Memang yang paling sarkas adalah otaknya sendiri.
"Zeenda, kita mulai aja, ya?" Ahmad selaku pemeran utama menyadarkan ia dari lamunannya.
Gadis itu tersenyum kikuk. "Tapi maaf Kak, liat Kak Arfan nggak?"
"Oh, Arfan sih hari ini izin nggak masuk. Nggak tau deh karena apa."
Mendengarnya, ia pun mengangguk sebagai respon, meski hati masih meragu. "Kita mulai aja, Kak."
Baru saja Zeenda akan menitah Ahmad untuk berada di posisi--karena gadis itu harus melatih karakter yang diperankan Ahmad--suara seseorang mengagetkannya.
"Zeenda, ya?"
"Iya, Kak. Ada apa?" Gadis itu berusaha untuk ramah ketika tahu fakta bahwa kakak kelas sedang berdiri di hadapannya.
"Boleh bantu saya nggak?" Fariz tersenyum lebar, tanpa basa-basi ia langsung menuju poin, tak lupa pandangan memohon ditujukan.
"Tolong apa, Kak?"
"Kamu tahu rumah Ustad Raffi, kan?"
"Tau tapi lupa-lupa ingat. Kenapa memangnya, Kak?" Zeenda mulai menghiraukan Ahmad.
"Tolong kasih ini ke Ustad Raffi untuk Arfan. Bilang kalo itu dari saya, saya nggak bisa langsung nganter ke rumahnya, saya harus cepat-cepat pulang, nggak bisa ikut latihan dulu karena ada urusan keluarga. Saya tadinya mau ngasih ke Ustad Raffi, tapi baru inget kalo beliau nggak ada jadwal ngajar. Mau dikasih besok, nanti Arfan malah nggak masuk lagi dan takut busuk." Fariz menjelaskan sambil menyerahkan sebuah parsel.
Zeenda tercengang, lalu termenung seketika. "Memangnya Kak Arfan sakit apa, Kak?"
"Tipus. Baru kemarin check up. Kata dokter, Arfan harus banyak istirahat dan nggak boleh banyak pikiran."
Gadis itu terdiam, matanya menatap Fariz tidak percaya.
Bagaimana bisa?
Arfan?
Terkena Tipus?
"Tolong ya, Zeenda. Terimakasih." Fariz berlalu begitu saja.
Ia segera mungkin menyelesaikan tugasnya hari ini sebagai sutradara. Perkenalan memang selalu menjadi awalan dalam setiap kegiatan. Alhasil hari ini, Zeenda hanya bisa berkenalan dengan para pemain dan memberikan sedikit petunjuk juga arahan untuk mengembangkan karakter yang dimainkan setiap pemeran.
Beresnya, gadis itu menaruh parsel buah dari Fariz, ia memutuskan untuk salat Zuhur terlebih dahulu sebelum berangkat ke rumah Raffi. Sebab kita tak tahu maut kapan menjemput, bisa jadi ketika gadis itu sedang di perjalanan.
Setelah shalat, Zeenda bersiap untuk pergi. Ia menghentikan angkutan umum dan menaikinya. Sambil menikmati semilir angin, gadis itu mengingat-ingat alamat rumah Raffi.
Tubuhnya sudah berdiri di depan gerbang rumah yang terbilang cukup besar dengan sentuhan Arab dan nuansa Eropa di beberapa titik. Terkesan elegan. Gadis itu menarik napas untuk menenangkan dirinya yang tiba-tiba gugup. Zeenda belum punya cukup nyali untuk bertemu dengan Arfan, jantungnya takut mendadak salto tapi ia harus menyampaikan amanah dari Fariz.
"Assalamu'alaikum!"
Sahutan tak terdengar, Zeenda kembali mengulang seruannya. Tak lama, keluar seorang gadis cantik yang Zeenda kenal, bahkan sangat kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faal
SpiritualArfan itu nampak sempurna di mata semua kaum hawa, tak terkecuali Zeenda yang sudah menumbuhkan perasaan di dadanya secara diam-diam. Yang bikin syok adalah ketika alam semesta seolah mendukung afeksinya sampai Arfan juga melirik pada Zeenda da...