Unrequited Feelings 14

1.8K 100 4
                                    

Minggu ini berakhir seperti biasa. Hari demi hari berlalu, tanpa terasa sudah hampir tiga bulan tanpa bertegur sapa dengan Annetta.

Revan tersenyum masam mengingat tentang dirinya dan Annetta.

"Re?"

Revan menoleh dan tersenyum. Dyah berdiri menatapnya binar. Beberapa waktu lalu, Revan baru mengetahui jika Dyah tidak memandangnya sebagai sahabat selama ini, melainkan sebagai seseorang yang ia cinta.

"Jadi pergi?" tanya Dyah.

Revan lagi-lagi hanya dapat tersenyum dan mengangguk. "Ayo."

Saat hendak melangkah keluar, Revan tertangkap oleh Dyah sedang menatap sendu fotonya dan Annetta. Sakit memang, tapi setidaknya Revan sekarang sudah tahu akan perasaannya. Meski kenyataan menampar Dyah telak, karena Annetta belum sepenuhnya hilang dari hati Revan.

***

Revan dan Dyah berjalan di bawah langit malam tanpa bintang. Apa tidak ada yang setuju akan dirinya yang menjadi pendamping Revan malam ini, bahkan Bulanpun enggan menampakan cahayannya.

"Seperti biasa, malam kita tanpa bintang," ucap Dyah memandang langit yang kosong.

Revan tidak menoleh. Sedikit menundukan kepalanya lalu menggenggam jemari Dyah membawanya menuju bangku yang terdapat di pinggiran jalan.

"Hangat." Lagi. Dyah berucap pelan."Tapi tak berasa."

Revan mengerutkan keningnya menatap Dyah yang terus berargumen.

"Apa malam saat kau bersama Annetta juga seperti ini?"

Revan tersenyum hambar mengingat malam-malam bersama Annetta.

"Ya, sama."

"Benarkah?" Revan mengangguk.

Sedetik kemudian tiada suara di antara mereka. Revan dan Dyah sama-sama sibuk memperhatikan jalanan yang masih ramai akan pengendara.

"Dulu, saat bersama Annetta, tidak pernah ada rasa canggung. Kami akan terus berbicara apa saja bahkan hal yang tidak penting sekalipun."

"Tidak diam saja seperti ini 'kan?" Dyah berucap sendu.

"Jangan salah paham, aku tidak bermaksud membandingkan antara dirimu dan Annetta!"

"Aku tahu Re, berada di sampingmu seperti ini sudah cukup membuatku bahagia. Aku pun sadar bahwa tidak mudah menggantikan dirinya yang sudah lama berada di hatimu, tapi–" Dyah menarik napas dalam. Lalu menatap Revan tepat di manik matanya. "Izinkan aku untuk mencoba dan membantumu untuk melupakan dirinya."

Revan menggeleng. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Sungguh jauh dari dalam lubuk hatinya Annetta masih utuh menempatkan seluruh hatinya. Karena kehilangan Annetta sungguh tidak pernah terbayangkan sama sekali olehnya, bahkan terpikir sekalipun tidak.

Maka dari itu, Revan tidak tahu dapat menggantikan Annetta atau tidak dalam hatinya.

"Aku tidak tahu Dy, jujur, Annetta masih menetap di dalam sana seperti semula. Aku hanya mencoba untuk terbiasa tidak bersamanya."

Dyah tersenyum samar, setetes air matanya jatuh bersama angin yang berhembus pelan. "Aku tahu dan aku tak apa."

"Sesungguhnya yang ingin aku pertanyakan adalah adakah kau anggap aku lebih dari sekedar teman?" batin Dyah.

"Aku pikir sepertinya sudah cukup membicarakan tentang Annetta jika hanya akan menyakitkan diri saja, aku mohon untuk membiarkan semua berjalan seperti biasa. Seperti air yang mengalir, akan selalu ada bendungan yang menunggu," putus Revan. "Sepertinya kita terlalu banyak bicara, Aku haus, kau mau minum apa?"

Unrequited FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang