Derai angin menyerbu merasuk ke sela pori-pori kulit. Derap kaki melangkah perlahan menuju satu tempat.
Pandangan mata beralih dari satu arah ke arah yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain.
Asing sekali.
Deru hembusan napas mulai terdengar memburu. Bulu kuduk meremang seiring dengan detak jantung yang berpacu lebih cepat, serta hembusam angin.
Tanpa sadar setetes air mata jatuh melewati pipinya.
Apa ini?
Dirinya memegang dadanya, sesak sekali di sana. Ada rasa yang sulit sekali terungkap, perasaan sedih yang entah datang dari mana membuatnya bingung.
Langkahnya perlahan terhenti ketika yang diikuti berhenti melangkah. Punggung itu tampak lemah. Berulang kali terlihat ia menghembuskan napas, terlihat dari punggungnya yang bergerak turun naik.
"Annetta," ucap pemilik punggung tanpa berbalik.
Annetta terdiam menunggu apa yang akan diucapkan. Punggung itu, kenapa terlihat begitu lemah.
"Hm," gumam Annetta. Helaian rambut Annetta yang tergerai diterpa hembusan angin.
Fabian berbalik menatap Annetta. Ia tidak sanggup. Sungguh, lama ia tidak membahas tentang ini. Rasa sedih itu dia tidak tahan sama sekali.
"Aku tidak tahu akan menceritakannya lagi dari mana," ucap Fabian sendu.
Rasa putus asa melingkupi diri Fabian. Fabian mengadah, menyeka air mata yang siap tumpah.
"Katakan."
Seakan menyatu satu sama lain. Annetta juga seakan dapat merasakan kesedihan yang dirasakan Fabian.
Ada apa sebenarnya dengan hari ini? Ada apa dengan dirinya? Mengapa suasana menjadi muram seperti ini.
Annetta melangkahkan kakinya perlahan. Dunia serasa terhenti ketika langkah demi langkah memperpendek jarak di antara mereka. Hingga Annetta berada tepat di hadapan Fabian.
Fabian menatap sendu Annetta. Annetta merasakan kesedihan yang meluap ketika Fabian menatapnya seperti itu. Annetta menangis.
Perlahan Annetta meraih pundak Fabian dan memeluknya erat.
"Ceritakan, jangan lagi kau simpan semua sendiri. Aku sudah tidak apa-apa hanya untuk sekedar mendengar kebenarannya."
Fabian tidak memeluk balik Annetta hanya dagunya bertumpu pada pundak Annetta dan memejamkan mata. Pecah lah tangis itu. Fabian dan Annetta menangis saling menumpahkan kesedihan satu sama lain.
"Reihan...."
***
Annetta berjalan di tepi trotoar dengan membentang tangan. Sesekali ia menarik tas yang ada di pundaknya.
Senyum itu belum pudar sejak kemarin.
"Reihan...." Annetta melompat ke tepi jalan lalu melompat lagi ke atas trotoar.
"Reihan...." Annetta berucap berulang kali.
"Rei–"
"Hai?" Suara seseorang mengintrupsi. Annetta mendengus, siapa orang yang berani-beraninya mengganggu aktivitasnya yang menyenangkan ini.
Annetta menoleh ke sisi dengan cemberut.
"Reihan?" Wajah Annetta langsung berseri.
"Kau tahu aku?" tanya Reihan terkejut dengan Annetta yang mengenalnya.
Reihan menjalankan mobilnya mengikuti Annetta yang berjalan di pinggiran trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Feelings
Romance#168 in Romance 20161212 (Pemenang The Wattys 2016 kategori Pendatang Baru) Semua yang terbaik sudah kulakukan, aku sudah berjuang, sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kuserahkan semua padamu, tapi tolong perhitungkan lelahku. --Annetta...