Annetta menatap dirinya pada cermin di meja rias. Jika Revan begitu kacau, lain dengan Annetta yang besikap biasa saja. Terbalik bukan? Ya. Namun, pada kenyataannya memang seharusnya seperti itu.
Dia tidak ingin terlihat lemah, dia tidak ingin dikasihani dan dibodohi lagi. Fisiknya memang baik-baik saja. Tetapi berbeda dengan jiwanya, terdapat luka koyak yang menganga pada hatinya dan membuat sakitnya menjalar keseluruh tubuh tanpa ada yang menyadari.
Maka dari itu, dia harus kuat dalam menghadapi masalah yang sekarang ataupun yang akan datang.
Annetta memoles bibirnya dengan lipstik dan sedikit merapihkan rambutnya. Annetta teringat dengan percakapan singkat saat ia menemui Dokter yang merawatnya tujuh tahun silam.
"Bisa anda jelaskan apa yang terjadi tujuh tahun yang lalu pada saya, Dok?" tanya Annetta tidak sabaran.
"Apa Revan bersamamu?"
"Tidak, saya sendiri. Dokter, saya mohon ceritakan kejadian tujuh tahun yang lalu agar saya bisa memikirkan langkah apa yang akan saya ambil selanjutnya."
Dokter Rian menghela napas lalu mengambil sebuah map biru dari lacinya. "Ini catatan medis selama dirimu dirawat di sini. Kamu tahu, tidak semenitpun Revan membiarkanmu sendiri. Selama dirimu koma, selama itu pula dia menemanimu," ucap Dokter Rian. Dia kembali membuka lacinya dan memberikan beberapa lembar foto di mana seorang remaja laki-laki tertidur saat menunggu seseorang yang terbaring di atas bangkar dengan berbagai macam peralatan medis di tubuhnya.
"Lihatlah betapa dia mengkhawatirkan dirimu. Awalnya saya pikir kamu adalah adiknya, tapi ternyata bukan. Saya juga pernah bertanya apa alasan dia yang rela menemanimu dan menjagamu, tapi kalian tidak saling kenal. Lalu dia menjawab, 'dia memang tidak mengenaliku, tapi aku kenal dia lebih dari dirinya.' Menurutmu?" tanya Dokter Rian pada Annetta.
"Apa maksudnya, Dok?"
"Entahlah saya juga tidak terlalu banyak tahu. Omong-omong apa ingatanmu sudah kembali?"
"Tidak banyak, tapi beberapa hal cukup penting," jawab Annetta sambil memijit pelipisnya. "Apa ... Adakah yang Mas Revan ceritakan pada anda selain hal tersebut?"
Dokter Rian menggeleng. "Seingat saya tidak, tapi saya beberapa kali mendengar saat Revan berbicara pada dirimu saat sedang koma, dia bilang 'Kamu harus sadar, apapun yang akan terjadi aku akan selalu bersamamu. Kamu tidak akan pernah tersakiti lagi' kata-kata itu selalu saja dia ucapkan saat berkunjung."
"Hanya itu, Dok?" tanya Annetta yang dijawab dengan anggukan oleh Dokter Rian. "Terima kasih Dokter, saya permisi."
Tidak banyak informasi yang didapatkannya. Maka dari itu, Annetta harus memcari tahu lebih dalam. Andai saja ingatannya sudah kembali utuh, mungkin dia akan lebih mudah mengetahui apa yang terjadi.
Annetta meraih tas dan kunci mobilnya. Tekadnya harus mendapatkan suatu petunjuk yang penting.
***
SMA DARTA 99
Annetta menatap gedung sekolahnya dulu. Beberapa waktu lalu dia juga pernah ke sini dan bertemu dengan Fabian. Namun pada saat itu tidak ada yang ingin dirinya ketahui tentang sekolah ini, tapi sekarang dia berharap ada yang menemani.
"Annetta?" panggil seseorang. Annetta menoleh. "Lagi?" batin Annetta lemah.
"Sedang apa di sini?"
"Kau sendiri sedang apa di sini?"
"Sepupuku bersekolah di sini dan aku ingin menjemputnya, kau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Feelings
Romance#168 in Romance 20161212 (Pemenang The Wattys 2016 kategori Pendatang Baru) Semua yang terbaik sudah kulakukan, aku sudah berjuang, sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kuserahkan semua padamu, tapi tolong perhitungkan lelahku. --Annetta...