Unrequited Feelings 8

2.3K 107 5
                                    

Annetta mengaduk-aduk minumannya. Dia tidak bekerja hari ini, rasanya begitu lelah. Lagi pula siapa yang akan melarangnya di perusahaan sendiri.

"Annetta?" panggil seseorang membuat Annetta menoleh.

"Dyah, apa yang lau lakukan di sini?" tanya Annetta.

Dyah terkekeh. "Seharusnya aku yang menanyakan hal itu, kau, apa yang kau lakukan di sini?"

"Hanya berpikir, ada banyak hal yang janggal akhir-akhir ini," ucap Annetta.

"Apa kau sudah bercerita pada Revan, mungkin dia bisa membantu." Dyah memberi saran.

Annetta menggeleng sambil menyesap minumnya. "Entah kenapa kali ini aku tidak mau Mas Revan terlibat, dia sudah begitu banyak aku susahkan."

"Jika tidak keberatan, kau bisa berbagi padaku dan aku dengan senang hati mendengarnya," ucap Dyah ragu.

"Tidak memesan?"

"Nanti saja, silahkan!"

Annetta terkekeh. "Kau tahu Dy, belakangan ini aku terus di datangi bayang-bayang yang– Ah tidak, bukan yang seperti bayanganmu," ucap Dyah mengerti akan raut wajah Dyah.

"Lalu?"

"Entahlah aku tidak tahu, bayang-bayang tentang dua orang anak remaja laki-laki dan perempuan. Aku tidak ingat mereka siapa. Namun ketika ingatan itu muncul kepalaku serasa pecah."

"Kau benar-benar tidak ingat? Bisa saja itu dirimu saat remaja."

"Tidak Dy, jika itu aku pastilah aku mengingatnya, tapi ini tidak."

"Emm, Bisa saja kau amnesia. Apa Revan pernah mengatakan jika dirimu pernah kecelakaan dulu?"

Anetta mengerutkan keningnya, setahunya dirinya tidak pernah kecelakaan saat remaja. Jika iya, pastilah ada bekas luka pada salah satu bagian tubuhnya. Lalu amnesia? Yang benar saja.

"Sepertinya tidak Dy," jawab Annetta.

"Kau tahu, Revan sendiri yang bilang saat aku bertanya awal mula kalian bisa kenal dan sedekat ini. Kau jangan salah paham, aku bukannya ingin tahu tentang kalian. Aku hanya sedikit penasaran," ucap Dyah. Annetta mengangguk mengerti.

"Tidak apa," ujar Annetta. "Lalu?"

"Kau tahu jawabannya? Dia bilang waktu itu kau kecelakaan tabrak lari, dia ada di tempat kejadian, dia yang pertama kali melihatmu, lalu dengan beberapa orang yang membantumu dan membawamu ke rumah sakit," jelas Dyah sambil mengingat perkataan Revan waktu itu.

"Benarkah?" tanya Annetta yang diiyakan oleh Dyah.

Annetta menyandarkan punggungnya, dia yakin bahwa dirinya tidak pernah kecelakaan apalagi sampai mengalami amnesia.

Annetta bangkit dari kursinya meninggalkan cafe, berpamitan pada Dyah yang sedang memakan makanan yang dia pesan.

Annetta berjalan menelusuri kota dengan berjalan kaki. Matahari senja mulai menampakan cahayanya. Langit senja sangat indah, warna orange dan jingga membuatnya semakin menawan saat dilihat. Sampai kaki Annetta menapakkan kakinya pada sebuah gedung sekolah. Annetta tersenyum, rasanya dia ingin kembali pada masa-masa sekolah.

Annetta memasuki halaman sekolah itu, mungkin dia akan terkena marah jika masuk sekolahan ini tanpa permisi. Annetta hanya penasaran bagaimana keadaan sekolah dulu saat dia masih bersekolah dengam keadaan sekolah yang sekarang.

Saat Annetta berjalan menuju halaman belakang sekolah, Annetta melihat punggung seorang pria sedang duduk bersandar pada bangku yang tersedia.

Annetta seperti kenal punggung itu. Annetta menyipitkan matanya dan berjalan mendekat.

Unrequited FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang