Kabar tentang pernikahan Revan dan Dyah menyebar sampai ke perusahaan Annetta. Banyak yang tidak menyangka dan ada pula yang bersikap biasa saja.
Bahkan sampai ada yang terang-terangan menayakan kepada Annetta, kenapa Revan menikah dengan orang lain dan bukan dirinya? Namun seperti biasa, Annetta tidak menanggapi semua itu.
Seperti yang Anneta katakan pada Revan sebelumnya, bahwa ia tidak janji akan datang ke acara pernikahan maupun resepsinya. Dan, Annetta benar-benar tidak datang. Bukan karena marah atau tidak terima, hanya bersikap realistis. Bagaimanapun, Revan adalah mantan kekasihnya.
"Mbak Annetta?" Sesorang menepuk pundak Annetta. Annetta berbalik, ternyata sekretarianya, Ani.
"Ada apa?"
"Seseorang menunggu di ruangan Mbak Annetta, katanya dia teman Mbak dulu," ucap Ani.
Teman? Mila?
Mana mungkin Mila, jika pun Mila dia pasti sudah menelpon Annetta dan memberitahu jika akan berkunjung.
Lalu... siapa?
Annetta berjalan menuju ruangannya diikuti dengan Ani yang berjalan di samping sambil memberitahu jadwal pertemuan dan pekerjaan Annetta yang sempat tertunda.
"Silahkan, Mbak," ucap Ani saat membukakan pintu.
"Terima kasih. Tidak perlu berlebihan, tanganku masih kuat untuk sekedar membuka pintu ini."
Ani menunduk dan meminta maaf. Annetta tersenyum dan menepuk punggung Ani. "Jangan dipikirkan dan bekerjalah dengan baik."
Sikap tegas Annetta pada karyawannya tidak berubah. Masih dingin seperti biasanya.
Annetta memasuki ruang kerjanya. Seorang laki-laki berdiri membelakangi Annetta menatap keluar jendela. Ruangannya yang di kelilingi oleh kaca sehingga dapat langsung melihat suasana di luar.
Annetta meletakan tasnya di atas meja dan berjalan mendekat menuju pria itu. Perawakannya tinggi, pakaiannya juga rapih. Annetta tidak yakin pernah bertemu sebelumnya.
"Permisi," ujar Annetta sopan. Orang itu terlonjak dan langsung berbalik, menatap Annetta dengan seulas senyuman.
"Selamat pagi, Annetta." Pria itu menundukan kepalanya sedikit dan tersenyum lembut pada Annetta. Senyum itu tampak tidak asing.
"Selamat pagi," balas Annetta ikut menundukan kepalanya. "Em, anda siapa dan... Ada keperluan apa?"
"Kau melupakan aku?"
Annetta meneliti wajah pria yang berdiri di hadapannya. Annetta tidak ingat pernah melihat wajahnya. Namun senyum yang ditunjukan pria itu tidak asing.
"David Daneth, ingat?" ucapnya lagi.
"David Daneth?" tanya Annetta lagi. Annetta sungguh tidak bisa mengingat siap pria dihadapnnya.
"Kau sungguh tidak mengingat Mas, Annetta? Yang benar saja! Mas terluka mendengarnya, kau tahu," ucap pria itu memasang wajah muram di hadapan Annetta. Annetta belum bisa mengingat.
Mas? Sedekat itukah hubungan mereka sampai Annetta memanggilnya, Mas? Tunggu, David Daneth?
David?
Da-vid?
Ah yah! Annetta memandangnya tidak menyangka.
"Dave– Ah tidak, Mas Dave?" seru Annetta. Pria itu tersenyum manis dan merentangkan tangannya. Dengan cepat Annetta bergerak memeluk David. Menyalurkan kerinduan.
***
"Aku tahu aku tampan, tapi berhenti memandangiku seperti itu."
"Siapa bilang? Aku hanya menatap wajahmu, mencari tahu kenapa begitu banyak gadis yang mengagumimu di sekolah ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Feelings
Romansa#168 in Romance 20161212 (Pemenang The Wattys 2016 kategori Pendatang Baru) Semua yang terbaik sudah kulakukan, aku sudah berjuang, sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kuserahkan semua padamu, tapi tolong perhitungkan lelahku. --Annetta...