"Annetta Bee," ujar Fabian membuat Revan dan Annetta sedikit terkejut. Mereka saling memandang bergantian.
"Kau mengenalku?" tanya Annetta.
Fabian terkekeh. "Siapa yang tak mengenalmu Annetta, pewaris perusahaan Litaris di usiamu yang ke dua puluh tahun dan wajahmu yang sangat mempesona."
Annetta tersipu.
"Akankah kau masih bisa tersenyum padaku ketika kau mengenalku? Aku rasa tidak," batin Fabian.
Reaksi lain yang ditunjukan Revan, ada rasa tidak suka saat Fabian memuji Annetta.
"Kalau begitu kami permisi Fabian, selamat atas jabatanmu." Revan menggenggam tangan Annetta dan membawanya menjauh dari Fabian.
Annetta dan Revan duduk di sudut ruangan, berbincang seperti biasa. Sesekali mereka tertawa saat Annetta bercerita tentang masalalunya.
Tiba-tiba lampu ruangan redup bahkan nyaris gelap. Annetta dengan cepat meraih tangan Revan dan menggenggamnya kuat.
"Hei, kau kenapa?" tanya Revan melihat Annetta yang begitu erat menggenggam tangannya.
"Gelap, aku benci itu!" seru Annetta.
Revan meraih tangan Annetta dan mengusapnya lembut. "Tenanglah, mereka hanya membuat suasana menjadi lebih romantis. Buka matamu dan lihat, semua tamu berdansa dengan pasangannya, kau tak ingin melakukan yang sama dengan mereka?"
"Aku mau, asal Mas Revan berjanji tidak akan melepaskan diriku," ucap Annetta.
"Mas janji." Revan berujar mantap. Revan mengulurkan tangannya pada Annetta dan membawanya ke lantai dansa. Padahal ini hanya pesta perayaan peralihan jabatan, tapi begitu meriah dibuat sampai ada sesi dansa seperti ini.
Revan membimbing tangan Annetta mengalungi lehernya. Setelah itu Revan memegangi pinggul Annetta. Mereka berdansa, bergerak ke kiri dan ke kanan seirama dengan musik yang mengalun lembut.
"Mas mencintaimu, An," ucap Revan membuat Annetta menatap mata Revan.
Annetta tersenyum, kemudian menyurukan wajahnya di dada bidang Revan. "Untuk pertama kalinya selama kita bersama Mas Revan mengucapkan kata itu."
"Mas hanya ingin kau tahu jika Mas di sini mencintaimu." Revan mengecup sekilas bibir Annetta lalu memeluknya erat di tengah redupnya ruangan.
Tanpa mereka sadari ada seorang di sudut ruangan sedang memperhatikan mereka dengan hati terluka.
***
Fabian membawa pendampingnya, Rena, ikut berdansa. Bukan Fabian yang mengajak, melainkan Rena. Selama berdansa Fabian tak fokus, kakinya sudah beberapa kali menginjak Rena.
"Kau sedang memikirkan apa, Bian?" tanya Rena yang menyadari ketidak fokusan Fabian.
Fabian menggeleng. "Hanya hal kecil," ujar Fabian.
"Tak mungkin hanya hal kecil Fabian, aku merasakannya." Rena mengusap wajah Fabian. Mereka tetap berdansa.
Fabian menghela napas dan memejamkan matanya, jujur saja sejak pertemuannya dengan Annetta dan Revan tadi seakan mengubah hidupnya dalam sekejap. Apalagi ketika Annetta tersenyum padanya.
Ada satu hal yang membuat Fabian seperti ini, Revan. Yah, keberadaan Revan di sekitar Annetta membuat dirinya seakan kacau.
"Bian," panggil Rena lembut. Fabian membuka matanya dan menatap manik mata Rena. "Apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, Re. Aku hanya berfikir apa aku bisa menahan beban ini dan terus berdiri tegak," ucap Fabian sendu.
Rena mengusap wajah Fabian dan tersenyum. "Kau kuat, kau pasti bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Feelings
Romance#168 in Romance 20161212 (Pemenang The Wattys 2016 kategori Pendatang Baru) Semua yang terbaik sudah kulakukan, aku sudah berjuang, sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kuserahkan semua padamu, tapi tolong perhitungkan lelahku. --Annetta...