Unrequited Feelings 6

2.7K 145 2
                                    

"Mas Revan?" panggil Annetta bergerak menuju Revan dan memeluknya erat.

"Merindukan Mas, hm?" tanya Revan mengeratkan pelukannya.

Annetta mendelik mencubit pinggang Revan. "Tidak, memangnya bagian mana didiri Mas yang patut untuk dirindukan?"

Revan mengangguk mengiyakan ucapan Annetta. "Baiklah, kalau begitu Mas akan pergi lagi kebetulan ada pekerjaan yang harus diselesaikan selama sat--"

"Awas saja kalau Mas Revan berani ninggalin aku lagi. Mas pikir enak apa ditinggal," ujar Annetta memperingati.

Revan mengangguk mengusap kepala Annetta lalu mencium kening Annetta lama. Mata Revan menangkap keberadaan Fabian yang sedang menatap mereka. Revan melepaskan pelukannya lalu berbisik.

"Kau bilang tidak ingin menjadi pusat perhatian, An, tapi kau sendiri membuat mereka menjadi memperhatikanmu." Revan berbisik pelan. Sial! Annetta mengumpat dalam hati.

Mata Revan masih menatap Fabian datar. Annetta yang sadar langsung menarik tangan Revan menuju meja tempat dirinya dan Fabian makan.

"Mas ingat dia 'kan? Dia sudah banyak membantuku beberapa hari ini," ujar Annetta tersenyum.

"Siapa bilang aku membantumu, kau yang memaksaku," ucap Fabian membuat Annetta mencibir.

Revan mengulurkan tangannya ke arah Fabian. "Terima kasih sudah membantu Annetta." Revan berkata tegas dengan tangan memeluk pinggang Annetta posesif, seakan menunjukan jika Annetta adalah miliknya.

Fabian menyambut tangan Revan. "Tidak perlu berterima kasih, apa pun demi Annetta akan aku lakukan," ujar Fabian berdiri dati duduknya. "Aku pamit, sepertinya kau sudah baikan."

Revan mengepalkan tangannya kuat. Sikap Fabian sungguh membuatnya geram. Benar Revan mungkin sedikit emosi. Pasalnya selama ini tidak ada yang mencoba mendekati Annetta, tapi dia dengan angkuhnya seolah Annetta akan tertarik padanya. Itu yang membuat Revan tidak menyukai Fabian.

"Aww! Mas Revan?" jerit Annetta.

"Ah kenapa, An?" tanya Revan tidak sadar jika dirinya masih mencengkram pinggang Annetta.

Annetta menepis tangan Revan di pingganganya yang membuat Revan mengernyit. "Mas Revan mau nyakitin aku apa? Sakit nih pinggang Mas cengkram," omel Annetta.

"Ma- maaf An, Mas tidak tahu. Mas hanya sedikit emosi tadi. Apa sakit?" Revan merasa begiti bersalah.

"Sudahlah," ujar Annetta tersenyum menatap Revan. "Oleh-oleh buatku mana?"

Revan terkekeh menggenggam tangan Annetta menuju mobilnya. "Kita pulang dulu."

Annetta mengangguk mengiyakan lalu ia tersadar. "Mas, mobilku tertinggal di apotik sana. Kita ke sana dulu terus pulangnya naik mobil masing-masing, gimana?"

"Biar Mas yang ambil nanti, sekarang kita pulang ke apartementmu dulu." Annetta hanya bisa mengangguk.

Selama ini Annetta jarang sekali membantah Revan. Annetta selalu menuruti apa yang diucapkan Revan, karena baginya apa yang diucapkan oleh Revan adalah yang terbaik.

***

Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa Revan dengan leluasa datang ke apartement milik Annetta dan begitupun sebaliknya. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Annetta memang dititipkan pada Revan, karena keluarga yang sudah tidak tinggal bersama lagi. Keluarga Annetta pindah ke luar negeri. Meskipun begitu, tidak ada yang terjadi di antara Revan dan Annetta.

Revan berdiri di sandaran bar sambil menatap punggung Annetta yang sedang memasak. Annetta merupakan harta yang tak sengaja ia temukan dan menjadi permata yang sangat berharga dalam hidupnya.

Sejak pertama bertemu hingga sekarang Annetta selalu membuatnya terpukau. Mata Annetta, hidung mancung dan mungil miliknya, serta bibir merah muda yang selalu ingin ia kecup. Wajah Annetta masih terlihat sangat mudah diusianya yang ke 23 tahun. Begitu cantik dan hampir sempurna. Hampir sempurna? Ya, minus sikap kekanak-kanakan dirinya.

 Hampir sempurna? Ya, minus sikap kekanak-kanakan dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revan mendekat dan memeluk Annetta dari belakang. Annetta terkejut dan membalikan tubuhnya, tapi Revan mencegahnya dan menyuruh Annetta kembali fokus pada masakannya.

Annetta menggerutu, tapi Revan hanya diam dan menenggelamkan wajahnya si lekukan leher Annetta.

"Mas, aku sedang masak," ujar Annetta mencoba melepaskan tangan Revan yang melingkar sempurna di perutnya.

Revan mengangguk. "Mas tahu, kau pikir Mas buta tidak bisa melihat apa yang sedang kau kerjakan."

"Kalau begitu biarkan aku memasak," ucap Annetta.

"Apa kau tidak merindukan Mas, hm?"

Annetta menggeleng. "Kenapa dia jadi manja sekali?" pikir Anneta.

"Apa terjadi sesuatu? Apa kepala Mas Revan terbentur?" tanya Annetta yang lalu di beri jitakan oleh Revan.

"Mas hanya takut kehilanganmu, Annetta," batin Revan.

"Kau mau Mas sakit yah?" Annetta menggeleng dan mengusap kepala Revan yang berada di pundaknya.

"Mas sangat merindukanmu, An. Dua minggu tidak bertemu membuat Mas tidak bisa tidur karena memikirkanmu. Kau bersama siapa, apa yang kau lakukan, apa kau sakit, apa kau-- Mas merindukanmu," ucap Revan lalu kembali menenggelamkan wajahnya. Revan mengecup leher Annetta beberapa kali membuat Annetta menggelinjang.

Dulu dirinya pergi sampai satu bulan lamanya tidak pernah seperti ini, tapi sekarang semenjak Fabian mulai masuk ke kehidupan mereka entah kenapa membuat Revan khawatir.

Annetta membalikan tubuhnya dan menangkup wajah Revan. "Aku juga merindukan Mas Revan, tapi bukankah Mas sudah kembali, hm? Kita sudah bersama kembali, Mas ada di sisiku dan siap menjagaku. Jadi sekarang biarkan aku masak dengan tenang dan sebaiknya Mas Revan mandi. Mas Revan bau sekali," ucap Annetta yang di angguki oleh Revan. Lalu tiba-tiba ingatan tentang Fabian melintas di benaknya.

"Kau mandi saja, soal pakaian akan ku urus nanti. Cepat sana," ujar Fabian mendorong tubuh Annetta. "Jika aku boleh jujur, kau bau sekali Annetta."

Annetta mengerucutkan bibirnya. "Kau jahat sekali," ucapnya pergi ke kamar mandi.

Annetta tersenyum lalu menyiapakan makan malam dirinya dan Revan.

Dulu mereka hanya hidup berdua. Hidup bersama dan memimpikan untuk bersama selamanya. Namun sekarang, apa akan tetap sama?

Annetta menggelengkan kepalanya mencegah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

***

Maaf pendek. Sambung next Capter yah:)

Salam
Ers^

Unrequited FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang