Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
---
Dalam perjalanan pulang ke Camp, Rayn terlihat lebih banyak melamun, beberapa kali dia terpeleset dan terantuk batu.
"Ishh, ada apa dengan anak itu?" Fikri memandang Rayn yang terjatuh untuk kesekian kalinya.
"Kena semacam sawan, mungkin, dia agak ling-lung setelah berjalan-jalan sebentar tadi..." Bima mengerdikkan bahu. "Kau bicara dengan siapa tadi, pretty boy? Apa kau tadi sempat tidur siang di salah satu rumah penduduk dan shock saat melihat bantal di tempat tidur tuan rumah ternyata tengkorak? Itu sudah biasa boy, mereka menganggap tidur memakai tengkorak lawan yang sudah dikuliti itu sebagai kebanggaan..."
Bima terkekeh mengenang pengalamannya sendiri saat menginap di rumah si kepala suku, saat dia membuka penutup bantal yang terasa keras ternyata isinya tengkorak manusia.
Rayn mengerdikkan bahu. "Aku bertemu putri angkat Wolf...aku bertanya beberapa hal padanya karena penasaran dengan kejadian malam itu. Bagaimana dia bisa menangkap peluru-peluru itu tanpa bergerak..."
"Kau sudah tahu jawabannya?" tanya Fikri. Rayn menggeleng.
"Jawabannya terlalu tidak ilmiah bagiku, dia mengatakan tentang roh halus yang merasuki tubuhnya atau semacam itu...well, ini tahun milenial. Roh halus katany? Rayn tertawa masam.
"Semua yang dia jelaskan tidak masuk akal. Dia bahkan tidak mau menyambut uluran tanganku saat aku memintanya berkenalan, dia malah lari terbirit-birit..."
Langkah Bima terhenti. "Kau...apa?" tanya Bima sambil memandang Rayn.
"Mengajaknya bersalaman...tapi dia malah menghindar..."
Bima dan Fikri tertawa terbahak-bahak.
"Mengajak bersalaman panglima burung?" Bima menepuk pundak Fikri, tubuh besarnya berguncang keras.
"A...apa yang salah? Hei...kalian kenapa sih?" Rayn mendorong kedua tubuh rekannya dan mendahului mereka menyusuri jalan.
"Tentu saja dia tidak mau bersalaman, dia haram bersentuhan dengan pria..." kata Bima.
"Kenapa?"
"Mereka memang tidak boleh bersentuhan dengan lelaki, kecuali mereka memang berniat mengakhiri masa tugas mereka sebagai panglima. Mereka harus menjaga keperawanan mereka. Roh nenek moyang mereka tidak menyukai sentuhan pria. Tentu saja Nila tidak akan menyambut tanganmu, kecuali kau berniat menikahinya..." Bima terbahak puas melihat wajah Rayn yang memerah.
"Apa?!"
"Harga satu sentuhan, bisa menjadi suatu pernikahan, Rayn. Jadi berhati-hatilah. Uhm, kecuali kau masih lajang, kau bisa berurusan dengan gadis-gadis itu, tapi jika kau sudah menikah dan tanpa sengaja 'menyentuh' mereka, urusanmu tidak akan runyam..." nasehat Fikri.
Oh, begitu rupanya! Bersalaman bagi mereka ternyata bukan hal sepele, itu artinya seorang pria menginginkan gadis itu menjadi istrinya! Pantas Nila tersipu-sipu dan terlihat salah tingkah, wajah gadis itu yang memerah malu membuat Rayn geli. Wait...kenapa dia harus perduli? Ini belantara, bukan Jakarta, bahkan wanita kota yang terpelajar dan sempurna saja tidak mampu mengimbanginya, kenapa dia memikirkan Nila? Rayn merasa terik matahari membuat otaknya melting dan menjadi kurang waras!
KAMU SEDANG MEMBACA
Borneo Darkness
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( UU Hak Cipta Indonesia Republik Indonesia no 19tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written permission of the Author_Arix. No part of this publi...