Namun bila kau ingin sendiri
Cepat cepatlah sampaikan kepadaku
Agar ku tak berharap
Dan buat kau bersedih
---
"Morning."
Nila kaget saat terbangun dalam dekapan Rayndra.
"Sejak kapan?" gumam Nila.
"Kau kehilangan kepekaanmu ya?" Rayn tersenyum.
"Mungkin, ah, kebisingan Jakarta mengacaukan otakku," Nila menggerutu.
"Bersiaplah, pagi ini kita menuju kantor pusat Almahendra, Harris sudah menyiapkan pakaian kita..." Rayn bangun dan Nila bisa melihat ternyata pria itu sudah mandi dan rapi.
"Time's up, Nila..." Rayn menunjuk arlojinya. Di Jakarta kau harus menghargai waktu setiap detiknya, ini bukan hutan..."
"Iya, baiklah..." Nila keluar dari selimutnya dan bersiap mandi.
---
Mereka tampak utuh sebagai keluarga di ruang makan. Raina merapikan dasi dan atribut seragam Tito.
"Selamat pagi..." sapa Raina dan mencium pipi menantunya.
"Nyaman di kamarmu, Nila? Maaf kami belum sempat merapikan dan mengganti dekorasinya, Rayn tidak suka jika ada yang mengubah tata letak barang-barangnya..."
"Tidak apa ma, dibandingkan rimba Borneo, tentu saja kamar Rayn jauh lebih nyaman..." Nila tertawa. Raina menepuk pipi menantunya dan tersenyum.
"Mari kita berdoa dan sarapan..." Tito mempersilahkan, tak lama Rayn dan Diandra turun.
Rayn tadi memang berpamitan menemui Diandra di kamarnya. Nila melihat keserasian pakaian kerja Rayn dengan baju yang dipakai Nila. Warna abu-abu yang mempertegas kekokohan Rayn, tapi berefek lembut di tubuh Nila, perancang baju mereka pasti luarbiasa.
"Kau yakin dengan Arka?" Rayn masih tidak terima dengan perjodohan adiknya.
"Panjang ceritanya, tapi aku yakin padanya..." Diandra tertawa.
Rayn duduk di meja makan dan menghadap Tito.
"Staf papa akan kutarik hari ini, mereka bisa kembali bekerja di tempat papa," kata Rayn.
"Hmm, boleh, tapi pertimbangkan apa yang kuajukan padamu, Harris sudah memberikan laporan terakhir padamu, bukan?"
"Ya, akan kupelajari..."
Raina mendesah. "Jangan ngomongin kerjaan di ruang makan lah..."
Diandra terkikik.
"Rayn sulit berubah, Sepertinya kurang lama dibuang ke hutan..."
Rayn hanya melotot. "Diamlah, anak kecil!"
"Hei, kita seumuran, kakak, hanya selisih sepuluh menit!"
---
Nila memandang gedung pencakar langit di depannya dengan takjub.
Kantor pusat Almahendra Group. Entah ada berapa puluh lantai.
"Come on, baby." Rayn mengulurkan tangan dan berjalan cepat seolah terburu waktu. Untung Nila sangat terlatih berjalan seperti itu walaupun sepatunya yang tinggi agak merepotkannya, ilmu beladirinya ternyata berguna di keadaan demikian. Karena tidak terbiasa dengan model sepatu itu, sebenarnya Nila mengakalinya dengan berjalan berjinjit dan menjaga keseimbangan tubuhnya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Borneo Darkness
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( UU Hak Cipta Indonesia Republik Indonesia no 19tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written permission of the Author_Arix. No part of this publi...