Happy reading:)
"Jalan Patimura nomor 24, rumah paling besar cat warna gold, kayaknya ini deh rumahnya". Gumam seorang gadis. Sejak turun dari mobilnya 5 menit lalu ia masih belum berani masuk.
Kepalanya mendongak keatas, memperhatikan apakah ada tanda-tanda kehidupan dari rumah ini. "Rumah gedongan gini masa kagak ada satpamnye sih". Gumamnya.
Ia pun mencoba membuka gerbang besar didepannya itu dan ternyata tidak dikunci. Ia pun mencoba masuk dan meninggalkan mobilnya dipinggir jalan.
"Assalamualaikooomm...!!!". Serunya sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah tersebut.
"Ini beneran kagak ada orangnya?". Ia pun kembali mengetuk pintu rumah itu lebih keras, bahkan ia sudah menekan belnya berkali kali.
Ceklek!
Pintunya terbuka, terlihat seorang gadis dengan pakaian rumahan sederhananya, rambut pendek dibiarkan terurai dan belum mandi sore.
"Ini rumah Pak Djauhandar?". Lidya mengangguk.
"Berarti kakak Kak Lidya?". Ia kembali mengangguk.
"Ngomong kali Kak, daritadi ngangguk mulu kayak burung aja". Kata Nabilah.
"Iya gue Lidya, ada apa ya?". Jawab Lidya.
Nabilah menjulurkan tangannya dan disambut oleh Lidya meski dengan ekspresi wajah herannya. "Gue Kang Bajaj,utusan yang dikirim buat jemput anaknye Pak Djauhandar". Dengan sok akrabnya Nabilah memperkenalkan diri pada Lidya.
"Oh gitu... Masuk aja dulu, gue belum siap-siap soalnya". Nabilah langsung mengekor dibelakang Lidya mengikutinya ke ruang keluarga.
"Duduk aja disini, kalo lo haus ambil aja minum sendiri dapurnya disebelah sana". Ucap Lidya. Ia memang tak pandai menjamu tamu, tapi sepertinya Nabilah pun tidak merasa keberatan.
"Oke! Eh Kak, lu suka Xbox juga?". Perhatian Nabilah langsung tertuju pada sebuah perangkat permainan elektronik lengkap didepannya.
"Iyaa.. Emang lo juga suka?". Tanya Lidya.
"Iyee.. Ntar deh kapan-kapan kita main yee...". Kata Nabilah. Lidya mengangguk.
"Lo main aja tuh sambil nunggu gue siap-siap". Lidya lalu naik keatas untuk membereskan pakaiannya selama dua bulan dan mandi.
Ternyata anak manager Papanya tidak terlalu buruk juga, mungkin ini saatnya ia mencoba bersikap baik dan ramah pada orang baru.
.
.
.
.
.
.Kini sampailah Lidya dan Nabilah dirumah Nabilah, sebenarnya masih dihalaman rumah. Rumah Nabilah pun tidak kalah besar dari rumah Lidya, meski pun memang lebih besar dan mewah rumah Lidya. Setidaknya ini tempat yang nyaman untuk ditinggali.
"Ayo Kak masuk! Anggep aja rumah sendiri". Ucap Nabilah. Ia memang orang yang mudah bergaul, itu sebabnya tak sulit baginya untuk mengimbangi Lidya yang sedikit bicara. Mungkin karena masih canggung baru pertama kali bertemu.
"Eh iya-iya". Sambil menyeret kopernya Lidya berjalan masuk mengikuti Nabilah.
"Sebenernye gue tinggal disini sama Kakak gue, dan tadinya dia yang disuruh jemput Kakak, tapi namanya juga mahasiswa semester akhir lagi sibuk-sibuknya kuliah dia". Kata Nabilah panjang lebar. Lidya hanya mengangguk-angguk sambil memperhatikan sekeliling rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya dua bulan kedepan.
"Nah ini kamar Kakak, disebelah kamar Kakak itu kamar Kak Melody, nah kamar gue dibawah".
Setelah mengantar Lidya masuk ke kamarnya, Nabilah langsung pergi meninggalkan Lidya sendiri dikamar barunya.
Setelah selesai membereskan pakaian dan barang-barangnya Lidya pun langsung keluar kamar untuk menemui pemilik rumah.
M N L
terlihat tulisan nama itu cukup besar pada pintu kamar disebelah kamarnya. Lidya memandangi tulisan itu lekat-lekat. Semoga kakaknya sebaik adiknya gumamnya dalam hati.
"Ngapain Bil?". Tanya Lidya saat melihat Nabilah sibuk sendiri didapur.
"Laper nih Kak, tapi kagak ada makanan, Teh Imel juga gak masak". Keluh Nabilah yang ia lakukan daritadi hanya membuka tutup kulkas berharap keajaiban terjadi pada kulkas kosongnya itu.
"Lo mau makan apa? Gue masakin deh". Tawar Lidya. Nabilah menatapnya ragu.
"Emang lo bisa masak Kak? Ada sih sayuran sama ayam mentah sama sosis juga nih". Nabilah mengeluarkan bahan-bahan mentah itu dari kulkasnya.
"Nah tuh ada bahannya, tinggal masak aja kan, ayok bantuin Kakak masak!''. Ajak Lidya.
.
.
.
.
.
.Sementara mereka berdua sibuk dengan kegiatan memasaknya dirumah, seseorang sedang terjebak dengan banyak tugas yang harus diselesaikan di kampusnya.
"Kak Mel, kantin yuk! Aku mau kantin nih sama Kak Ve sama Kak Farish". Ajak seorang gadis jangkung dengan senyuman manis khasnya.
"Gak deh Shan, aku masih ada deadline nih".
"Yaudah deh aku Kak Ve, sama Kak Farish duluan yaa.. ". Kata Shania. Mereka lalu pergi meninggalkan Melody sendiri diperpustakaan bersama dengan tugas-tugasnya.
Sudah hampir dua jam Melody duduk disini, bersama dengan tumpukan kertas, sebuah pena dan sebuah laptop didepannya. Matanya sudah mulai merah dengan kantung mata yang sangat terlihat, wajahnya terlihat sangat lelah.
"Ya ampuunn... Tugas aku masih banyak bangeeett...". Keluhnya. Suaranya terdengar serak dan menyedihkan.
"Mel! Kamu masih disini kan?". Suara itu sedikit mengejutkan Melody karena ruangan ini begitu hening.
"Aku disini Far!". Sahutnya.
Farish. Ia langsung menghampiri Melody dengan sebuah kantong plastik putih ditangannya. Ia lalu meletakan plastik itu dimeja.
"Nih! Kamu belum makan dari pagi kan? Aku beliin makanan kesukaan kamu dikantin". Ia lalu membuka makanan yang ia beli sendiri dikantin itu.
"Shania sama Ve udah pulang?".
"Udah barusan aja pulang, tadinya mau mampir dulu mereka cuman jarak kantin sama perpus jauh, jadinya gak jadi". Jawabnya. Ia sudah menyendok makanan itu ditangannya.
"Dimakan atuh Mel, aku kan beliin buat kamu". Ia menyodorkan sendok ditangannya ke mulut Melody.
"Iya-iyaa..". Melody kemudian membuka mulutnya lalu Farish dengan telaten menyuapi Melody. Senyum tak henti terukir diwajah keduanya.
Gimana nih ceritanya? Semoga suka yah:) sepertinya author tertarik pindah haluan jadi team Ghaimel deh... Hehe gakdeng pokoknya #HidupMelids
Janlup vote+comment yaa...
