"Hai, Taylor Swift," sapa Adrian begitu memasuki toko. Senyumnya yang sumringah terukir jelas di wajahnya.
"Hai, Taylor Lautner," balas Audy malas sambil menirukan gaya bencong yang sedang mangkal menunggu klien.
Citra mengernyit jijik. "Taylor Swift? Taylor Lautner?"
Satu hal yang mungkin dilupakan oleh Citra adalah bahwa kedua orang di depannya ini hampir mirip dengan kedua artis luar yang mereka sebut itu. Audy, dengan postur tubuh yang hampir mirip dengan Taylor Swift. Dia paling suka mengikat rambut hitam sepunggungnya ke belakang dengan poni yang ia sibakkan ke samping. Lalu Adrian? Tidak usah ditanya lagi karena jelas tubuhnya agak gede dan tegap. Bedanya kulit tubuh Adrian lebih putih dari Taylor Lautner. Wajahnya yang full ganteng itulah yang membuat para fans-nya sampai keder sendiri tiap melihatnya.
"Ya, Tuhan... kakak adek sama aja," Citra menepuk dahinya. "Heh, Taylor Swift sama Taylor Lautner udah putus!"
Adrian terkekeh. "Meski udah putus toh keduanya tetep keren."
"Tahu, deh, yang ngaku mirip," sindir Citra kembali tersenyum geli.
"Ngapain Kakak ke sini? Laporannya belum jadi!" Audy gatal ingin buka mulut. Wajahnya sendiri sudah dalam keadaan ditekuk level 5 dari lima level.
"Kenapa, sih, jutek gitu?" Adrian balik bertanya, membuat Citra harus menahan tawanya mengingat kelakuan Adrian pada Audy.
"Ada yang lagi kesel gara-gara ada orang iseng yang nyebar broadcast tentang perjodohan gituuu," nyinyir Citra ember.
Audy mendelik ganas ke arah Citra. Mau tak mau Citra dengan secepat kilat harus menutup rapat mulutnya sambil tetap menahan tawa. "Itu bukan perjodohan, tapi ngejual adeknya sendiri!" ketus Audy kemudian.
Adrian terkekeh tanpa merasa bersalah. Ia memang paling suka menjahili adiknya itu. "Bukan ngejual, Dek. Kan bagus biar kamu nggak sendirian mulu."
"Bagus apanya? Kalo gitu mending Kakak ijinin aku kuliah, deh, biar aku bisa nyari cowok yang lebih oke dari kandidat Kakak itu."
"Nggak bisa." Adrian langsung melengos menuju meja kasir. Raut wajah yang tadinya bahagia karena sukses membuat Audy kesal, sekarang berubah jadi datar.
Dan satu lagi yang bikin Audy geram. Dimana-mana seorang kakak akan merasa bangga kalau adiknya bisa kuliah, mendapat gelar dan mengharumkan nama keluarga. Ini Adrian mah tidak. Dia lebih menginginkan Audy bekerja dulu di tokonya untuk sementara waktu.
"Eh, Kak, itu ada paket, tuh," kata Citra berusaha mengalihkan topik sebelum Audy makin uring-uringan dan Adrian jadi mendadak bete.
"Buat gue? Emang apaan?" Adrian melongok ke arah barang-barang yang berantakan di sofa. "Oh."
Audy melirik sarkatis. "Oh katanya? Cuma Oh? Udah gila, ya?!"
"Kenapa, sih?" tanya Adrian bingung dan merasa tidak peka sama sekali dengan perkataan ketus yang dilontarkan Audy dari tadi. Sementara Citra sukses cekikikan sambil menata box cokelat di etalase kaca depan.
"Udah nyoba ngejual adeknya, sekarang pake PHP-in banyak cewek lagi. Sok keren banget!" Audy tambah senewen lalu ikut membantu Citra menata box-box cokelatnya.
"Yah... Kakak, kan, nggak ngapa-ngapain. Merekanya aja yang suka banget ngasih barang. Toh kakak juga nggak minta."
"Tapi akunya yang repot mesti nerima itu barang. Bilang sama mereka buat ngirim langsung ke rumah, jangan sama aku mulu. Emang aku tukang titip apa yang seenaknya bisa dititipin barang seenak jidat mereka?!"
"Kamu kalo marah gitu makin cakep, tau," rayu Adrian sok manis. Cowok itu paling bisa yang namanya mengalihkan topik pembicaraan. "Eh, iya... siniin kunci mobil Kakak. Kakak mau jemput temen ke Bandara Juanda."
"Siapa? Jauh amat," tanya Audy sambil memberikan kunci mobil pada kakaknya.
"Namanya Mercurio Jonathan. Temen Kakak dari Jepang itu. Tapi dia asli Indonesia juga, asli sini malah. Kamu mau? Kalo mau ambil aja. Berharap aja dia belum punya pacar," goda Adrian sambil mengedipkan sebelah matanya seperti orang kelilipan.
"Orangnya cakep nggak, Kak?" Citra ikut nimbrung.
"Cakep, dong. Oriental abis. Ntar juga tau."
"Mercurio?" Audy menyipitkan matanya dan mengetuk-ngetuk dagunya perlahan. "Kayak nama planet aja, merkurius. Dia alien gitu, ya?" seloroh audy sok bego dan garing.
Citra tertawa duluan sebelum akhirnya Audy ikut tertawa juga. "Emangnya lo bukan manusia planet, Dy?"
"Abis namanya lucu. Dimana-mana yang namanya alien terkenalnya dari mars. Ini malah dari merkurius."
"Jangan gitu, Dy. Nama bagus-bagus lu plesetin. Ntar kalo ketemu orangnya, jatuh cinta baru tau rasa, lu," goda Citra.
"Tau, nih. Udah, ah... ntar telat jemput. Dia bisa ngomel kalo nunggu kelamaan. Kakak duluan, ya." Adrian bergegas keluar dari toko. Sementara Audy masih tertawa geli karena mendengar nama yang menurutnya sangat lucu itu.
"Yuk, ah. Kerja lagi."
***
Rumah berlantai dua dengan pagar setinggi satu setengah meter itu tampak sepi. Seluruh rumah dan pagarnya bercat dengan warna senada, coklat dan jingga. Menjadikan bangunan itu mudah ditemukan ciri-cirinya diantara jajaran rumah yang berada di lingkungan komplek itu.
Si cowok ber-hoodie mencoba memencet bel lagi di dinding pagar. Sepuluh menit telah berlalu dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Akhirnya, ia merogoh saku hoodie-nya. Diambilnya ponsel dan mencoba menghubungi temannya. Suara nada tersambung mulai terdengar.
"Halo..." ucapnya begitu panggilan tersambung. "Di mana lo... Keluar ke mana... Gue sekarang di depan rumah lo... Iya, serius... Nih, rumah lo warna coklat orange kan... Baru sepuluh menitan lah. Gue mencet bel sampe pegel nggak ada yang bukain... Rese, lo... Ya, udah buruan...."
Panggilan terputus. Ternyata si pemilik rumah sedang keluar dan itu artinya dia harus menunggu lagi. Diliriknya ke kanan dan ke kiri. Suasana di kompleks itu lumayan tenang dan jauh dari keramaian.
Ya. Seperti harapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...