Rio mengacak rambut Kirei sesaat, sebelum cewek itu berderap ke kamarnya. Saat ini dia duduk di teras rumah. Menatap gelapnya langit malam berbintik putih yang bertebaran di sana.
Sedetik kemudian, suara langkah kaki pun terdengar. Rio tidak ingin menoleh. Dia seolah tahu siapa orang yang akan menemuinya kali ini. Tak lama, selimut tebal membalut seluruh tubuhnya dan ada Audy di sana yang tersenyum manis padanya.
"Aku nggak mau kamu kedinginan," kata Audy membuka percakapan.
Rio hanya bergeming.
"Maaf soal yang di meja makan," kata Audy lagi, masih merasa bersalah karena kejadian tadi pagi.
"Bukan salah lo, kok. Harusnya gue yang ngasih tahu lo tentang makanan yang nggak bisa gue makan," tandasnya dingin.
"Emangnya kenapa, sih? Kamu alergi, ya?"
"Ya gitu, deh."
"Apa ini alasan kamu nggak mau makan bareng kami?" tanya Audy hati-hati, tak ingin membuat cowok di sampingnya tambah senewen.
"Itu salah satunya," ujar Rio membenarkan. "Tentang Kirei, tolong maafin dia. Dia nggak ada niat ngomong gitu ke lo."
"Aku tahu. Aku udah lupain semua itu." Audy menatap wajah Rio dan Rio pun tahu. Sebisa mungkin Rio menahan untuk tidak balik menatapnya. "Apa ada hal lain yang nggak aku tahu tentang kamu?"
Rio terdiam. Tidak menyangka Audy akan menanyainya dengan kalimat itu. Apa yang harus dikatakannya? Dan kenapa Rio seolah tidak ingin Audy tahu?
"Ada hal lain, kan?" tanya Audy lagi.
"Apa lo ada perasaan suka sama gue?" tanya Rio tegas membuat Audy tercengang.
"Hah?"
"Apa lo punya perasaan ke gue?" tanya Rio untuk kedua kalinya, matanya tetap menyorot tajam ke langit malam.
"Aku... aku..."
"Gue harap nggak. Jangan pernah suka sama gue. Karena gue nggak bisa suka sama lo kalo emang nantinya lo suka sama gue," tandasnya getir.
Audy hanya menatapnya nanar. Kenapa Rio tidak mengijinkannya untuk jatuh cinta? Kenapa hatinya terasa sakit saat mendengarnya?
"Kenapa aku nggak boleh suka sama kamu?""Kalo lo tanya apa yang nggak lo tahu tentang gue... jawabannya adalah gue nggak pernah bisa suka sama lo meskipun lo suka sama gue. Cukup Kirei yang gue punya. Nggak bisa lo juga," kata Rio lagi, berhasil membuat Audy shock berat. Belum apa-apa Rio sudah menolaknya lebih dulu. Dia ini manusia atau apa? Kejam sekali makna kata-katanya.
"Kalo cuma suka aja masa nggak boleh?"
"Berarti lo emang suka sama gue?" tuding Rio lagi.
"Eh... bukannya gitu."
"Meskipun lo suka sama gue dan nggak ngarepin gue nerima lo. Tetep aja nggak bisa. Jangan sampe lo suka sama gue, lo sayang, ataupun lo cinta sama gue. Hidup gue cuma buat Kirei. Bukan lo."
"Oke... aku tahu." Airmata Audy mulai membasahi pipinya. "Kamu... nggak perlu negasin gitu. Aku juga nggak bodoh. Aku paham maksud kamu."
Rio menghela napas. Dadanya perlahan terasa sesak. "Sori."
Audy tak menjawab. Secepat mungkin, dia berderap menuju kamarnya.
Rio menatap hampa tempat yang baru saja cewek itu duduki. Ini pertama kalinya dia membuat cewek itu menangis secara langsung di depannya. Tapi Rio tidak punya pilihan. Dia tidak bisa jika harus menerima tangan lain selain Kirei.
Cukup Hanata Kirei saja yang menemaninya sampai akhir.
***
Audy membenamkan wajahnya ke bantal. Punggungnya bergetar hebat. Semua yang Rio katakan barusan seperti sengatan listrik baginya. Membuatnya sakit, lemas, tak berdaya bahkan mati rasa. Semuanya itu dia tumpahkan dalam tangisnya.
Tiba-tiba sebuah tangan halus mengusap lembut bahunya yang masih bergetar. Derapan kaki Audy yang keras, membuat Hanata Kirei terbangun dan pergi menyusul ke kamarnya. Dan sekarang, ada Hanata Kirei di sampingnya.
"Audy kenapa nangis?" tanya Kirei lembut.
Audy berbalik badan kemudian mengambil posisi duduk. Dia menyeka airmatanya.
"Kenapa ada di sini?" tanya Audy enggan menatap Kirei.
"Aku lihat Audy naik sambil nangis. Setelah itu ada Rio juga yang ikut naik. Kalian berantem, ya?" tanya Kirei lagi masih dengan intonasi yang sama.
"Nggak ada apa-apa," jawab Audy serak.
Kirei tersenyum lembut. "Maafin Rio, ya, kalau Rio buat kesal Audy. Rio memang begitu orangnya. Tapi dia baik, kok."
"Kirei, aku lagi nggak pengen bahas dia," tandas Audy cepat.
"Aku juga mau minta maaf soal tadi. Aku nggak bermaksud marahin Audy. Karena aku sayang banget sama Rio, jadi aku takut kalau terjadi sesuatu sama Rio," ujar Kirei lagi merasa bersalah.
"Kirei, tolong... biarkan aku sendiri," pinta Audy memohon membuat Kirei mengerti bahwa Audy sedang tidak ingin diganggu. Dia mengerti Audy memiliki perasaan terhadap Rio. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukannya.
Sekeluarnya Kirei dari kamarnya, Audy kembali menangis. Dia mengumpat habis-habisan dalam hati. Tiba-tiba cewek berdarah Jepang itu masuk, bicara dengan suaranya yang lembut selembut tahi ayam-yang sebenarnya membuat Audy muak mendengarnya-dan dia meminta maaf yang sudah memarahinya dengan alasan rasa sayangnya pada Rio, dimana dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan cowok itu. Tidak bisakah dia tidak menyebut kata Sayang di depan Audy yang tengah galau ini?
Tapi, bagaimana dengan Audy? Dia juga sama, tidak ingin terjadi sesuatu pada Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...