Audy menatap ragu box cokelat berwarna brown di tangannya. Seharusnya dia memberikan cokelat itu pada Rio tadi pagi, kalau saja cowok itu tidak terus-terusan mengomel. Diliriknya jam berwarna gold di tangannya. Sekarang pukul sembilan malam dan Rio belum pulang. Dia teringat bahwa tadi sore Kirei sempat mengajak Rio ke suatu tempat. Mungkin untuk memberikannya surprise.
Tiba-tiba suara deru mesin mobil terdengar di tengah sunyinya kawasan komplek rumahnya. Audy berjalan mendekat ke jendela kamarnya dan menyibak sedikit tirai bermotif bunga itu. Sebuah taksi berhenti di depan rumahnya. Akhirnya, mereka pulang.
"Apa aku kasih sekarang, ya?" Audy bergumam pelan, menimbang-nimbang keputusannya. "Kok aku jadi deg-degan, ya?"
Tak lama, terdengar suara seperti orang yang menaiki tangga. Audy memperjelas pendengarannya dan memang benar mereka sudah naik.
"Aku ke kamar dulu, ya." Suara Kirei terdengar samar namun masih terdengar dari balik pintu kamar Audy. Tunggu, dia tidak benar-benar sedang menguping, kan?
"Kamu pasti capek. Kamu juga nggak betah nahan kantuk, kan? Jam segini biasanya kamu udah tidur." Kali ini suara Rio yang terdengar.
Audy tampak cemberut karena gaya bahasa Rio sangat lembut dan sopan. Tetapi, tidak jika bicara dengannya Rio lebih cenderung ceplas-ceplos. Seandainya Rio bisa sedikit lebih lembut padanya.
Tidak ada suara lagi yang terdengar. Sepertinya mereka sudah masuk ke kamar masing-masing. Ini kesempatan bagus untuk Audy yang ingin memberikan gift-nya. Diraihnya kardigan berwarna khaki di gantungan pintunya kemudian memakainya.
"Planet," panggilnya ketika sudah di depan pintu kamar Rio. Tak ada sahutan dari dalam. Apa dia sudah tidur? Tapi baru saja dia mengobrol sebentar dengan Kirei. Audy tak patah semangat. Dia mengetuk pintu di depannya itu berkali-kali. Nihil. Tak ada tanda-tanda pergerakan dari dalam. Lama Audy terdiam.
"Ngapain lo kayak patung pancoran di sini?" tanya Rio tiba-tiba membuat Audy terlonjak kaget. Kotak cokelat di tangannya hampir saja terjatuh.
"Kamu dari mana? Aku kira di dalem," kata Audy sambil menepuk dadanya, mencoba menetralisir rasa kaget yang hampir saja membuat jantungnya mau copot.
"Dari kamar mandi. Apa itu?" tanya Rio lagi sambil mengendikkan dagunya ke arah kotak di tangan Audy.
"Oh, ini... buat kamu," ucap Audy sambil mengulurkan kotak cokelat yang langsung diterima oleh Rio. "Happy birthday, ya."
Rio seperti termenung. Audy tahu hari ulang tahunnya dan pasti Kirei yang mengatakan itu padanya. Dan tanpa disangka cewek ini pun memberinya kado yang sebelumnya Rio mengira tak akan ada ucapan dan kado apapun dari Audy.
Tanpa menunggu lama, Rio membuka kotak itu dan mendapati susunan cokelat praline seukuran 2-3 cm dengan banyak bentuk dan bertuliskan huruf alfabet di atasnya "HBD PLANET WYATB" yang diakhiri dengan emoticon senyum. Rio tersenyum geli lalu menatap heran Audy.
"WYATB?" tanya Rio dengan mengerutkan keningnya.
"Wish you all the best," jelas Audy dengan tersipu.
"Apa kalian orang Indonesia emang suka nyingkatin kata-kata?? Tulis dengan ejaan yang bener," protes Rio galak. Kumat lagi.
"Apa kamu bukan orang Indonesia? Lagian kotaknya nggak cukup. Kepanjangan!" jawab Audy setengah emosi. Dia selalu ingin naik darah ketika mengobrol dengan cowok itu.
Rio terdiam sesaat.
"Arigatou gozaimasu—Terima kasih banyak— tapi...," Rio tak meneruskan kata-katanya. Dia tampak berpikir yang justru malah membuat perasaan Audy tidak enak. "Sebenernya... gue nggak suka cokelat. Gue nggak pernah makan cokelat sejak kecil. Tapi berhubung lo udah ngasih ini, gue bakal simpen."
Perkataan Rio membuat hati Audy tersayat. Dia sudah bersusah payah membuatnya sendiri dan sekarang cowok itu berkata tidak suka dan dia akan menyimpannya. Seharusnya Audy tahu dari awal bahwa apapun yang dilakukannya tidak pernah dihargai juga oleh Rio.
"Sini'in...," Audy merebut kotak cokelat itu dari tangan Rio dan menatapnya sinis. "Aku bikin ini dari kemarin di Heaven. Aku bikin ini nggak ada maksud apa-apa, kok. Aku cuma pengen ngasih sesuatu buat kamu di hari special kamu ini. Aku bikin ini dengan hati, buat kamu makan. Bukan buat kamu simpen doang."
Audy berderap hendak menuruni tangga. Sebelum Audy benar-benar pergi, Rio sudah mendapatkan tangannya, menggenggamnya.
"Maksud lo apa bikin ini semua buat gue?" tanyanya dengan serius. Matanya melotot tajam menatap sepasang mata bulat itu.
"Aku udah bilang, nggak ada maksud apa-apa," ulang Audy.
"Lo bikin ini dengan hati, apa maksudnya?" Rio semakin memperkuat genggamannya. Dia tidak mau tahu, Audy harus menjawab pertanyaannya.
Audy terdiam sebentar. "Bukannya udah jelas? Aku sayang kamu, Rio. Aku gila karena kamu," ungkapnya lirih. Tak terasa sesuatu yang hangat sudah mengalir di pipinya. Audy meneteskan airmatanya dalam diam.
Rio terpaku menatap airmata itu. Pengakuan Audy membuatnya bimbang. Akhirnya, cewek ini mengakuinya secara langsung. Rio tidak jatuh cinta sendirian. Cintanya terbalas. Namun, sedetik kemudian dia tersentak. Audy telah mengambil keputusan yang salah.
"Kenapa lo lakuin ini ke gue?! Kenapa! Lo tahu, nggak, perasaan lo ini malah buat gue tambah susah?!" Rio berteriak kesetanan hingga membuat Audy bergidik ngeri.
"Kenapa? Aku nggak minta kamu ngebales perasaanku. Aku tahu diri, aku nggak berhak," kata Audy dingin.
"Iya. Lo emang nggak berhak! Jadi tolong jangan buat gue tambah susah karena perasaan lo ke gue, Audy!"
"Aku nggak pernah minta apa-apa ke kamu, Yo! Aku nggak minta! Aku cuma mau bilang apa yang aku rasain buat kamu! Cukup kamu tahu kalo aku sayang sama kamu, aku jatuh cinta sama kamu! Aku nggak minta jawaban dari kamu!" teriak Audy semakin terisak. Napasnya memburu dengan cepat. Seharusnya perasaannya menjadi jauh lebih tenang setelah mengatakannya, namun malah sebaliknya. Yang Audy rasakan hanyalah rasa sakit yang teramat sangat.
Audy melepaskan tangannya dari Rio kemudian berderap turun. Rio mengejarnya, namun Audy tidak mau berhenti.
"Audy! Tunggu! Mau ke mana?"
"Terserah aku mau ke mana! Jangan pedulikan aku!" Audy terus berteriak dalam tangisnya.
Dia berlari secepat mungkin meninggalkan rumah. Meninggalkan Rio yang kehilangan jejaknya saat melewati pintu pagar. Dengan perasaannya yang campur aduk, Audy terus berlari. Melewati perempatan tiap komplek. Melewati orang-orang yang menatapnya heran. Audy tidak peduli. Dia terus berlari sambil sesekali mengusap airmatanya.
Hingga sebuah cahaya menyilaukan menerpa wajahnya yang sembab.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...