Dua Puluh - Pergi

60 3 0
                                    

Audy masih terbaring koma.
Rio mendekati Kirei yang tertidur di tepi ranjang dan meyakinkannya untuk pulang bersama Adrian. Malam ini Rio ingin menjaganya. Dengan susah payah dia meyakinkan Adrian dan dia pun setuju untuk bergantian menjaga Audy.

Sudah tiga hari Audy terbaring. Rio terduduk lemas di samping ranjangnya. Menyesali kebodohannya yang mungkin saja bisa merenggut nyawa Audy. Ditatapnya wajah cantik yang tertutup dengan masker oksigen itu. Digenggamnya jemari lembut itu.

Tiba-tiba sebuah bayangan melintas di depannya...

"Lio... nanti pulang sini, kan?"

"Iya. Kamu jangan khawatir, aku pasti pulang."

"Aku sedih Rio pelgi. Besok Lio nggak sama aku lagi..."

"Kan ada Adrian yang nemenin kamu,"

"Tapi Kak Adlian nggak sama kayak Lio."

"Udah... sekarang kamu bobok, ya. Besok pagi aku ke sini lagi sebelum pergi."

"Benelan ya. Jangan bohong..."

"Iya...."

Dan itulah malam terakhir Rio kecil melihat Audy, sebelum keesokan harinya dia pergi ke Osaka. Ada perasaan sedih ketika harus membohonginya dengan mengatakan akan menemuinya esok pagi. Dan saat pagi itu tiba, tidak ada Rio lagi di sampingnya.

Rio mengembuskan napas berat. "Baka, baka, baka...," keluhnya berbisik. Dia yakin Audy mendengarnya.

"Bahkan saat kamu tahu ada Hanata Kirei bersamaku, kamu masih berani menyukaiku. Kamu ini bodoh atau apa? Orang normal pasti bakal langsung mundur," lirihnya sambil menitikkan airmata. Kali ini dia berkata lebih lembut dengan ber-aku kamu. "Maaf... aku nggak nepatin janji. Maaf...."

Ini pertama kalinya Rio menangis di depan orang yang dicintainya. Bahkan di sisi lain dia beruntung karena tidak ada seorangpun yang melihatnya menangis, termasuk Audy. Rio menundukkan kepalanya sesaat, menyesali nasibnya.

"Seadainya aku nggak ke sini, seandainya aku punya pilihan..." ceracaunya lagi. Berharap Audy bisa memaafkannya. "Maaf... aku akan lakuin apa aja biar kamu nggak terluka lagi karena aku. Aku akan tebus kesalahanku."

Mata Audy masih terpejam seperti sebelumnya. Entah kapan dia akan kembali membuka matanya. Rio yakin saat ini Audy sedang bermimpi indah.

Rio semakin merasa bersalah. Tanpa sadar jemari tangannya sudah membelai lembut pipi Audy. Seketika Rio terkesiap saat merasakan jari tangannya basah oleh sesuatu. Rio dapat melihatnya, mata yang terpejam rapat itu mengeluarkan airmata.

"Audy... kamu denger aku? Bangunlah... buka matamu...," harapnya sambil terus menggenggam tangan Audy. "Bangunlah... buka matamu...."

Semuanya sia-sia. Seberapapun sering Rio memanggilnya, Audy tidak akan terbangun secepat itu. Setidaknya, dia cukup tahu, Audy bisa mendengarnya.

***

Genap seminggu Audy terbaring koma...

Terlihat Hanata Kirei dan Citra menunggu di luar kamar VIP. Tidak ada satupun yang berwajah tenang di sana. Sedangkan Rio dan Adrian sedang bercakap di dalam.

"Maafin gue, Yo. Bukan maksud gue nyakitin lo, jangan tersinggung, ya, sama perkataan gue tempo hari," Adrian menepuk bahu Rio diiringi dengan anggukan tak bersemangat dari cowok itu.

"Gue yang harusnya minta maaf," sesal Rio dengan wajah yang begitu murung. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.

Rio berjalan mendekati ranjang, menggenggam hangat jemari Audy, dan meletakkan sesuatu di sampingnya. Botol berisi cairan sabun dan setangkai kawat yang ujungnya membentuk lingkaran. Dulu Audy sangat menyukai benda itu.

Rio membungkukkan badannya dan mendekatkan wajahnya. "Dulu kamu suka gelembung sabun, kan? Kamu bisa main kalau udah pulang nanti," kata Rio pelan, menahan tangis. "Maaf, aku buat kamu sakit. Aku lakuin ini semua demi hidupmu, aku nggak mau hidupmu hancur karena aku. Maafin aku..."

Adrian yang menyaksikan pemandangan di depannya tidak ingin terlibat. Dia memijat-mijat keningnya supaya airmatanya tidak keluar.

"Kamu tahu... kamu cewek paling nyebelin, kamu banyak berubah, beda banget sama yang dulu. Tapi... aku seneng bisa liat kamu lagi, Dy. Kamu harus bangun, jangan tidur lama-lama... kasian Adrian," tutur Rio lagi. Kali ini dia tidak bisa menahan lagi. Pertahanannya telah hancur. Airmata menetes dari pelupuk matanya. "Ayo... kita berjuang sama-sama. Kita hadapi takdir kita."

Rio mencium lembut kening Audy, seolah dia tidak akan pernah melihat cewek ini lagi. Sementara Adrian sudah berbalik badan menghadap ke pintu. Dia tidak bisa lagi melihat keadaan dua orang di dekatnya. Dua orang yang sama-sama rapuh.

"Kamu tetep malaikat kecilku.. anata wa watashi no sora—kamu adalah langitku—," bisik Rio kemudian melepas genggamannya. Dia menoleh ke arah Adrian dan meninggalkan ruangan.

Di luar, Hanata Kirei dan Citra tampak cemas. Lebih lagi ketika melihat wajah Rio yang habis menangis. Itu sebabnya mereka tidak mau ikut masuk, takut kalau-kalau ikut menangis dan tidak bisa menahan kesedihan.

Rio meraih tangan Kirei lalu menggenggamnya. "Ayo."

"Rio...," Citra menahannya. "Kalo Audy bangun terus nanyain lo... gue harus bilang apa?"

Rio terdiam sesaat. Ditepuknya pundak Citra dengan lembut. "Lo temen baiknya, gue yakin lo tahu apa yang harus lo bilang ke dia," kata Rio sambil tersenyum tipis.

"Gue minta maaf, Yo..." Adrian langsung menghambur memeluk Rio sesaat.

"Gue yang harusnya minta maaf," kata Rio berusaha menekan kepedihannya.

Mereka berderap meninggalkan lorong rumah sakit itu. Tanpa menoleh kembali ke belakang. Tanpa menoleh pada wajah-wajah yang berat melihat mereka semakin berjalan menjauh dan kemudian menghilang pada ujung belokan.

Tanpa Rio dan Hanata Kirei sadari, Audy dengan perlahan membuka matanya.

My Lovely Guest [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang