Rio berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Entah apa yang merasuki otaknya hingga dia mau saja mengajak Audy untuk ikut jalan pagi dengannya. Anehnya, cewek yang semula kesal dan marah malah mau saja mengikutinya. Cewek yang aneh. Meski dibuat sakit hati yang ekstrim seperti tadi, dia tetap saja mau dekat dengannya. Rio jadi pusing memikirkannya.
Di sebelah, Audy hanya diam. Takut jika memulai pembicaraan, malah akan mengubah mood cowok itu meskipun dia tahu Rio akan selalu bersikap seperti itu. Tetap menyebalkan dan tidak berperasaan.
Tiba-tiba terbesit dalam benak Audy untuk membuka percakapan, daripada harus diam-diaman seperti ini."Mau beli bubur ayam?" tanya Audy memecah keheningan.
"Nggak. Makanan jalanan itu nggak sehat," jawab Rio datar. Matanya lurus melihat ke depan.
"Mr.Healthy banget, sih," ledek Audy yang menganggap Rio adalah seorang perfectionist tentang masalah kesehatan.
"Lo bisa ngomong begitu karena lo nggak tahu seberapa pentingnya kesehatan," tangkis Rio spontan. Mimik wajahnya berubah masam. Tentu saja, dia sangat keberatan dengan perkataan Audy yang dianggapnya hanya sebagai lelucon.
"Kenapa marah?"
"Orang-orang yang ngaku sehat kayak lo inilah yang harusnya dapet pelajaran. Lo nggak tahu di luar sana banyak orang-orang berpenyakitan yang pengen punya kesehatan baik? Yang cacat pengen hidup normal baik secara fisik maupun batin. Orang-orang kayak gitu lah yang sebenernya bisa menghargai apa itu namanya kesehatan. Harusnya orang sehat kayak lo bisa lebih jauh menghargai kesehatan," berondong Rio galak. Emosinya begitu meluap sehingga orang-orang yang berjalan berlawanan arah jadi menatapnya dengan heran. Sebelumnya, Rio tidak pernah bicara banyak seperti ini padanya. Tetapi cewek itu telah membuatnya sangat kesal.
Audy yang terdiam mencoba mengatur napas.
"Kenapa kamu jadi semarah itu? Aku emang nggak tahu banyak tentang kesehatan. Pas home schooling aku nggak begitu banyak belajar tentang itu," kata Audy lirih. Dia tidak tahu kalau Rio akan semarah ini padanya.
"Ini bukan masalah teori, tapi ini masalah kesadaran. Lo akan tahu pentingnya satu kata yang bernama sehat, kalau lo udah bener-bener sakit atau liat orang mati karena penyakitnya," ketus Rio sambil terus berjalan. Kerikil-kerikil kecil begitu menusuk-nusuk kakinya yang tanpa menggunakan alas kaki, tapi tak dihiraukannya.
"Kenapa kamu sensitif banget ngomongin soal itu? Ngomong baik-baik, kan, bisa," keluh Audy.
"Karena lo nggak bisa diajak ngomong baik-baik. Lo kayak nggak bisa ngehargai sesuatu yang dikasih Tuhan sama lo. Apa-apa lo jadiin sebagai bahan guyonan." Rio semakin mengomel seperti orang stress yang gagal dapat lotre.
"Iya, iya! Nggak usah pake urat begitu ngomongnya, deh," timpal Audy sambil mengerutkan keningnya. Padahal, tadinya dia pikir bisa ngobrol seru dengan Rio, tapi karena satu kalimat pendek, cowok itu jadi berubah galak.
Baru beberapa langkah berjalan melewati belokan, seseorang menghentikan langkah mereka.
"Audy?"
Suara itu tidak asing lagi di telinga Audy. Dia mengangkat pandangannya dan mendapati Reynald sudah berdiri di depannya dengan melakukan gerakan lari di tempat. Dia memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatu sport warna putihnya. Sebuah handuk kecil menggantung di lehernya. Sedangkan Rio hanya menatapnya tanpa ekspresi, terkesan ganas.
"Rey? Kamu di sini?" tanya Audy terkesan. Sebelumnya, dia tidak pernah melihat Rey berpakaian minim seperti kaos dan celana pendek olahraga seperti yang dipakainya sekarang. Begitu berbeda ketika dia mengenakan kemeja serta celana jeans-nya.
"Aku jogging aja di sekitar sini...," Rey menggantung perkataannya ketika melihat Rio yang memperhatikannya seolah ingin mengajak perang. Rey melempar senyum lesung pipinya. "Anda... yang waktu itu di toko buku, kan? Kita belum sempat kenalan waktu itu. Saya Reynald." Rey mengulurkan tangannya tetapi hanya mendapat tatapan dingin dari Rio.
"Lo pacarnya?" tanya Rio datar sambil melirik ke arah Audy yang sudah memelototinya tak percaya.
Rey terkekeh. "Bukan. Saya hanya pelanggan di tokonya."
"Jalan di samping gue masih lebar, lo bisa lewat," kata Rio sambil menggeser badannya ke kiri, seolah ingin mengusir Reynald dari sana. Rey sendiri hanya tersenyum tanpa merasa tersinggung sedikit pun.
Audy berdehem lalu mendekat kepada Rey, seperti ingin membisikkan sesuatu.
"Maaf, ya... Rio lagi kena rabies. Dia emang suka begitu kalo ketemu sama orang baru," ucap Audy pelan membuat Rio menarik tangan Audy menjauh dari Rey.
Rey tertawa keras. "Kalau rabies buruan diobati, dong. Ya sudah saya duluan, ya. Kalian hati-hati, ya."
"Hah?" ucap Rio tak mengerti sementara Rey sudah kembali berlari kecil meninggalkan mereka.
Pandangan Rio beralih kepada Audy dan menatapnya sentimen.
"Apa?" tanya Audy kesal.
"Cewek macam apa lo yang begitu gampangnya bikin jarak sedeket itu sama orang baru? Lo baru kenal dia, kan?" sembur Rio mengeraskan nada suaranya, tak peduli pada tatapan bingung orang-orang yang melewatinya.
Audy menepis tangan Rio yang menggenggamnya kemudian tersenyum kecut.
"Cowok macam apa juga yang mau-mau aja pegang tangan cewek lain dan ngajak dia jalan pagi? Pikirin, tuh, perasaan Hanata Kirei-mu yang cantik itu!" teriak Audy kemudian berlalu meninggalkan Rio yang terbengong mendengar ucapannya.
"Heh, kenapa jadi bawa-bawa Kirei? Gue lagi bahas tentang lo sama cowok itu!"
"Terserah. Bilang aja kalo kamu cemburu, kan, aku deket-deket sama cowok lain?" pungkas Audy merasa senang.
"Kagaakkk!" teriak Rio lantang.
Ya, hati dan mulut Rio memang tidak bisa berkompromi dengan baik. Mengenai perasaannya, dia memang benar-benar merasakannya. Merasa cemburu, merasa menjadi diri sendiri ketika bersama cewek itu, merasa bisa meluapkan segala emosi dan ekspresinya tanpa ragu, yang bahkan dia sendiri tidak pernah menunjukkannya pada Kirei sekalipun.
Rio jatuh cinta lagi. Cinta yang sebenarnya sudah tertambat pada hati Audy sejak mereka masih kecil.
Namun, semua itu hanyalah mimpi.Rio harus bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...