Hari minggu yang cerah. Hari yang paling menyenangkan untuk bermalas-malasan. Bernostalgia bersama teman atau sekedar menikmati cokelat atau kopi di cafe. Tetapi semua itu tidak berlaku bagi Audy. Setiap minggu pagi dan sore dia selalu berputar-putar di sekitar komplek untuk mengenang seseorang yang tidak akan pernah kembali. Dia seperti merasakan kehadiran Rio ketika sedang berjalan sendirian. Entah kenapa.
Saat melewati belokan menuju ke rumahnya, langkah Audy terhenti ketika melihat seseorang yang berdiri memandangnya di kejauhan, lebih tepatnya di depan pintu pagar rumahnya. Dia mengenali sosok itu dan bahkan tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Secepat mungkin Audy berlari mendekat dan tercengang begitu sosok itu melempar senyum padanya.
Audy mengerjapkan matanya sesaat. "Ka-kamu?"
"Lama nggak ketemu, ya, Audy... kamu udah sembuh? gimana kabar kamu?" Suara yang lembut itu benar-benar terdengar di telinga Audy, sehingga dia benar-benar percaya bahwa sosok itu nyata. Suara yang lembut dan khas milik Hanata Kirei.
"Seperti yang kamu liat," kata Audy masih merasa kikuk. Sementara matanya berkeliling di sekitarnya, seperti mencari sesuatu. Tepatnya seseorang. Cowok itu tidak ada?
"Aku ke sini sendirian," terang Kirei yang seketika tahu siapa yang dicari-cari oleh Audy. "Dari tadi aku di sini, sepertinya Adrian belum pulang, ya? Kamu habis dari mana?"
"Aku... habis jalan-jalan sebentar," jawab Audy ragu.
Kirei menatapnya penuh arti. "Kita ngobrol sebentar, yuk."
***
Audy meletakkan dua mug cokelat panas di atas meja. Kirei juga sangat menyukai cokelat seperti dirinya. Alangkah menyenangkannya jika memiliki teman dengan selera yang sama. Tetapi Audy tidak pernah menganggap Hanata Kirei sebagai temannya.
"Audy banyak berubah, ya... banyak diam sekarang," kata Kirei merujuk pada perubahan sikap Audy.
"Kenapa ke sini? Bukannya di Osaka?" tanya Audy sinis dan Kirei tidak begitu terkejut mendengarnya.
"Aku dan...."
"Tolong jangan sebut namanya," potong Audy cepat. Dia bahkan tidak ingin lagi mendengar nama Rio disebut.
Kirei mengembangkan senyumnya. "Sepertinya banyak salah paham di sini."
"Salah paham? kamu sendiri bahkan nggak mengunjungiku di rumah sakit. Malah kabur sama orang itu," tukas Audy tajam kembali mengingat kejadian itu.
"Aku mengunjungimu... Rio juga. Seminggu kami di sana jagain Audy," kata Kirei berusaha menjelaskan, namun Audy tidak mau tahu. "Maaf, kami pergi sebelum Audy sadar karena ada urusan penting."
Audy tidak menimpali perkataan Kirei. Dia tetap bungkam.
"Audy nggak mau tanya gimana kabar Rio?" tanya Kirei pelan. Matanya mulai berkaca-kaca melihat perubahan Audy yang sekarang tampak menyedihkan. Wajahnya terlihat murung, tidak ada rona keceriaan di sana.
"Buat apa? Aku bukan cewek hina yang mau aja nanyain pacar orang," ucap Audy dingin membuat pipi Kirei memerah menahan tangis yang sebisa mungkin harus ditahannya.
"Audy... Rio sayang Audy!" seru Kirei membuat Audy terpaku. "Sejak kecil Rio membuat janji, kan? Adrian tahu soal ini. Hati Rio cuma buat Audy... sejak kecil Rio udah berikan hati dan hidupnya buat Audy."
Audy tertawa miris. Apa yang akan Kirei lakukan kali ini? Lelucon apa lagi yang harus didengarnya?
Airmata Kirei menetes. "Asal Audy tahu... aku bukan pacar Rio," akunya kemudian.
Audy menghentikan tawanya lalu menoleh heran pada Kirei.
"Aku ini adik tirinya!" serunya lagi. Kali ini Kirei benar-benar sudah menangis.
Audy menatap Kirei datar kemudian kembali tertawa. Lelucon yang bagus. Sementara Kirei tak bisa menghentikan tangisnya, merasa bersalah karena selama ini telah membohongi Audy. Cewek yang ingin sekali dijadikannya teman.
"Maaf aku udah bohongin Audy. Aku terpaksa karena Rio mengancamku," kata Kirei lirih. Dia berusaha menyeka airmatanya yang terus mengalir di pipinya.
"Kamu pikir aku percaya? Adik tiri? Sejak kapan? Bahkan aku nggak tahu apa-apa tentang dia," kata Audy dingin.
"Aku tahu Audy akan marah, tapi aku bicara yang sebenarnya. Aku keluarga satu-satunya yang Rio punya di sana!" Kirei berteriak disela-sela isakannya. "Bahkan Adrian pun nggak tahu kalau sebenarnya keluarga Rio sudah hancur!"
Audy terdiam sekaligus terkejut mendengarnya. Setahunya Kirei tidak pernah berbohong. Apakah kali ini dia harus memercayainya?
"Sejak aku datang ke sini menyusulnya, aku mau langsung bilang ke Audy kalau aku adalah adik tirinya, tapi Rio menahanku. Dia mengancamku nggak akan meminum obatnya lagi," jelas Kirei sambil menyeka airmatanya.
Audy memucat. "O-Obat?"
Airmata Kirei bertambah deras mengalir ketika Audy merespon perkataannya. Sedangkan Audy masih menatapnya, menunggu jawaban.
Audy bangkit berdiri, hendak meninggalkannya. Dia tidak ingin mendengar apapun dari Kirei. Dia berpikir Kirei hanya akan menjebaknya dengan perkataan-perkataan konyol seperti itu. "Aku mau istirahat...."
"Rio sakit, Audy! Dia sekarat!" teriak Kirei spontan sambil beranjak berdiri. Berharap perkataannya kali ini dipercayai oleh Audy.
Audy berbalik badan dan menatap tajam ke arah Kirei.
"Jangan terusin leluconmu ini, Kirei! Nggak lucu!" bentak Audy dengan matanya yang sudah basah oleh airmata.
Kirei mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dibantingnya beberapa amplop surat di atas meja. Audy tertegun melihatnya.
"Ini! Kalau Audy masih nggak percaya, semua bukti ada di sini! Semoga dengan surat-surat ini Audy bisa terima kenyataannya!" teriak Kirei dengan napas yang memburu. Isakannya semakin menjadi setelah mengatakan itu semua pada Audy.
Audy kembali terduduk di sofa dengan lemas. Dipungutnya semua amplop-amplop itu dan membaca sebuah tulisan tangan di atasnya. 'Untuk Audy'. Seketika airmata Audy tumpah. Kenapa rasanya begitu sakit hanya dengan membaca sebuah tulisan saja? Meskipun dia tidak tahu bagaimana tulisan tangan Rio, tetapi hati Audy meyakininya.
Keduanya menangis. Meratapi nasib seseorang yang sama-sama mereka sayangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...