Audy berlari secepat mungkin tanpa menghiraukan teriakan kakak dan teman-temannya. Dia tidak ingin memedulikan apapun saat ini kecuali dia harus sampai ke tempat itu. Dia sangat yakin kakinya tidak salah melangkah.
Dengan napas memburu, Audy berdiri di sana, di lapangan favoritnya, dan mendapati Rio terduduk di atas bukit kecil itu. Audy tersenyum diantara tangisnya ketika Rio menolehkan wajah ke arahnya. Cowok itu berdiri dan menuruni bukit. Sementara Audy sudah berlari ke arahnya, dia tidak mau menunggu lama.
Audy menghempaskan tubuhnya ke dalam pelukan Rio yang kini sudah memeluknya erat.
"Bodoh! Planet bodoh! Bodoh! Bodoh!" caci Audy ditengah isakannya yang semakin menjadi. Rio yang sudah ikut menangis mengembangkan senyumnya, sesekali tertawa kecil di sela tangisnya. "Kenapa nggak bilang? Kenapa harus pura-pura?"
Rio tetap diam sedangkan Audy sudah merabai dada dan lengannya, seakan ikut merasakan sakitnya tubuh Rio saat ini.
"Apa... apa masih sakit?? Kenapa kamu kurusan sekarang, huh?" gumam Audy dengan terus menangis.
Cowok yang memakai hoodie hitam dan syal yang membalut lehernya ini sangat berbeda dari sebelumnya. Dia tampak lebih kurus dan wajahnya masih sama pucatnya ketika Audy melihat Rio sakit waktu itu.
"Ogenki desuka—Gimana kabarmu—?" tanya Rio lirih membuat hati Audy menghangat. Suara Rio benar-benar terdengar lagi olehnya. Audy hanya melemparkan senyumnya.
"Apa ini artinya kamu udah sembuh? Kamu udah balik ke sini," harap Audy dengan suara parau.
Rio tidak menjawab. Dia membetulkan topi Audy yang miring dan melihat bekas luka di sana. Rio teringat tentang kecelakaan yang menimpa cewek ini. Karenanya, cewek ini hampir mati. Dan sekarang dia harus bertanggungjawab atas itu.
Sementara empat orang yang berdiri jauh di belakang mereka hanya menatap mereka sedih. Mereka sadar bukan saat yang tepat bagi mereka untuk bergabung dalam pembicaraan dua orang yang baru saja bertemu kembali.
Rio membelai rambut Audy lembut.
"Maaf, aku terlalu pengecut. Aku penakut," sesal Rio sedih."Nggak ada yang perlu kamu takutin, Yo. Jangan pernah mikir kamu jadi beban buatku. Nggak perlu takut aku sedih karena keadaanmu, aku udah pilih kamu. Kamu harus tahu itu,"
"Seandainya aku lebih berani sebelumnya. Nggak ada yang bisa kamu harapkan dariku,"
"Setidaknya kamu ada di sini," sahut Audy. "Andai aja aku inget masa kecil kita. Andai kita ketemu sebelum ini..."
Rio memeluk kembali tubuh Audy yang masih bergetar."Ayo... kita ulang dari awal lagi," kata Rio lagi.
Audy menatap wajah Rio nanar. "Ulang dari awal?"
"Jadilah pacarku..."
Audy tidak salah dengar. Memang itulah yang diucapkan Rio seperti yang diinginkannya. Pagi ini, di hari Senin, di tempat favoritnya.
Audy tersenyum dengan airmata yang masih menetes. Memeluk Rio dengan erat seolah tak akan pernah melepaskannya.
Begitupun dengan Rio. Cewek ini tidak akan pernah tahu betapa bahagianya dia saat ini.
***
Rio mencelupkan seutas kawat dengan ujung yang melingkar ke dalam cairan sabun. Ditiupnya perlahan sehingga keluarlah gelembung-gelembung sabun yang bertebangan di udara. Sedangkan Audy sibuk meloncat-loncat memecah gelembung dengan jari telunjuknya, persis seperti anak kecil. Dengan kegirangan Audy meminta Rio untuk meniup gelembung banyak-banyak.
Rio menatap Audy senang. Sepertinya, sudah lama dia tidak melihat wajah Audy yang begitu cerianya. Rio ingin Audy akan tetap seperti ini.
"Kamu nggak capek loncat-loncat kayak monyet?" celetuk Rio membuat Audy tambah kesenangan.
"Gelembungnya lucu, keren banget, kan?" kata Audy, masih memecah-mecah gelembung dengan jari telunjuknya.
Rio tersenyum geli sambil menepuk-nepuk tanah berumput di sampingnya. "Sini."
Seperti magic, Audy langsung menurut. Dibiarkannya gelembung-gelembung sabun itu berterbangan di udara hingga akhirnya pecah dengan sendirinya.
"Kenapa nggak kamu pake sebelumnya?" tanya Rio sambil menunjuk ke arah botol cairan sabun di tangannya.
"Ini, kan, satu-satunya kenangan dari kamu. Kalo aku pake, ntar malah habis. Lagian aku percaya kamu pasti balik," kata Audy sambil mengulas senyum. Rio mengusap kepalanya yang tertutup oleh topi rajut berwarna putih. Seketika hati Audy terasa hangat.
"Jadi, apa yang kamu lakuin selama aku nggak ada?" tanya Rio kemudian.
"Masih tanya? Apa lagi yang bisa aku lakuin? Aku nggak bisa apa-apa kalo kamu nggak ada. Entah kenapa selama ada kamu, semuanya berubah. Semangatku jadi tergantung sama kamu,"
"Kalo gitu, tetaplah jaga semangatmu. Jangan manyun, jangan cengeng," pinta Rio sambil meniup lagi lingkaran kawat. Gelembung sabun menyembur ke udara secara bergantian.
"Setelah ini kamu nggak bakal pergi lagi, kan?" tanya Audy ragu. Kali ini dia takut Rio akan kembali mengecewakannya.
"Nggak bakalan," jawab Rio meyakinkan.
Senyuman Audy kembali mengembang dan Rio menikmatinya. Rio suka senyuman itu.
"Inget, ya, kamu nggak boleh keluar sendirian. Kalo ketemu Reynald harus jaga jarak, nggak boleh deket-deket kayak waktu itu," ujar Rio lagi mulai galak.
Audy mendelik. "Lagian aku nggak ada apa-apa sama Rey. Dia cuma partner aja, tiap bulan dia ambil cokelat di tokoku. Lumayan dapet komisi juga dari dia."
"Baguslah," kata Rio singkat.
"Kamu nggak usah khawatir aku keluar sendirian. Kan ada kamu yang nemenin aku,"
"Ya, kalo pas aku bisa, sih, nggak apa-apa. Kalo pas nggak bisa?"
"Kenapa nggak bisa?" sahut Audy dengan memicingkan matanya.
"Ya kali aja aku sibuk. Ah, udahlah... yang penting ja-ga-ja-rak," dekte Rio memperingati. Audy hanya cekikikan melihat ekspresi Rio yang menurutnya sangat lucu.
"Iya... iya..." jawab Audy menyerah. Tidak ada gunanya mendebat cowok di sampingnya ini.
Rio menatap langit berawan ketika Audy menyandarkan kepalanya di bahunya. Aroma harum topinya membuatnya tenang. Dia tidak sedang bermimpi sekarang. Salah satu mimpinya terwujud. Kebersamaan yang selalu diimpikannya sudah berada tepat di sampingnya.
Rio mengulas senyumnya yang teduh sambil menatap awan. "Kimi wa watashi no sora—Kamu langitku—," bisiknya pelan hingga sampai ke telinga Audy.
"Artinya apa?" Mendadak Audy merasa tidak asing dengan kalimat itu. Meskipun tidak tahu artinya, tapi dia merasa pernah mendengarnya. Mungkin di dalam mimpi.
"Artinya... aku laper. Makan, yuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...