Audy sedang sibuk menyiapkan sarapan ketika Rio berderap menuruni tangga. Kali ini dia tidak bisa kabur dari Audy karena sekarang cewek itu sudah melihatnya.
"Heh, sarapan dulu," kata Audy sambil melepaskan celemeknya.
"Nama gue bukan Heh. Bisa nggak manggil nama orang yang sopan dikit?" protes Rio kesal.
"Iya... iya... ini sarapannya udah siap. Aku nggak mau aja dianggap menelantarkan tamu," ucap Audy keki.
"Lo duluan aja. Gue mau keluar," kata Rio acuh.
"Ini tuan rumah sendiri yang minta, masa mau kamu tolak? Kalo kamu mau tinggal di sini, kamu kudu patuh sama peraturan di sini."
"Tapi gue nggak bisa." Rio tetap kukuh.
"Oh... aku tahu..." Audy menggantung kalimatnya dan mengangguk-angguk. "Kamu pasti nggak doyan makan makanan beginian, kan? Maumu makan kayak ramen, sushi, sashimi, takoyaki, tempura. Semacam itu, kan?"
Rio menatap Audy dengan pandangan tidak suka. Sementara Audy terus menyindirnya.
"Pagi-pagi gini pada ribut kenapa, sih? Lama-lama kalian gue jodohin, nih." Suara Adrian muncul tiba-tiba.
"Ini, nih... Tuan Muda ini nggak mau ikut makan. Nggak doyan katanya."
"Gue nggak bilang begitu, ya!" sanggah Rio cepat.
Adrian seperti memahami Rio yang menolak untuk sarapan ataupun makan malam bersama mereka. Mungkin karena Rio tidak terbiasa atau masih merasa sungkan.
"Nggak usah merasa sungkan, Yo. Lo udah kayak keluarga sendiri. Jadi apa yang kami makan, lo juga harus ikut makan. Lo bisa makan roti sama segelas susu. Nggak buruk, kan?" Adrian memberi kode pada Rio untuk bergabung bersama mereka. Dan mau tidak mau, Rio harus menghargai permintaan Adrian sebagai tuan rumah.
"Nggak bakal mati, kok, kalo cuman makan roti doang," kata Audy lagi membuat Adrian menahan tawa.
Sekali lagi, Rio tidak bisa menolak.
***
"Rio pasti cakep, kan, Dy?" Lagi-lagi Citra menanyakan hal yang sama. Baru juga semalam dia menanyakan itu di chat-nya, sekarang masih bertanya lagi? Sepertinya cewek ini tidak akan berhenti bertanya sebelum dia mendapatkan jawaban yang pasti. "Beruntung lu, dia tinggal di rumah lu."
"Apaan, cowok aneh begitu dibilang cakep," sahut Audy spontan kemudian berpikir sejenak. "Tapi, emang iya, sih, cakep...."
"Tuh, kan... lu ngaku juga," ujar Citra lagi tak habis pikir dengan temannya yang satu ini.
"Tetep aja orangnya aneh," kilah Audy sambil meletakkan sekotak cokelat besar di etalase depan. "Dia tuh nggak sopan. Diajak sarapan malah nolak. Akhirnya dia mau ikut sarapan setelah Kak Adrian ngeluarin mantra jitunya."
"Masih sungkan, kali. Namanya juga orang baru. Tapi, kan, enak lo bisa tiap hari ketemu sama dia. Kali aja kalian cocok."
"Ih, kok kamu jadi ikut-ikutan kakak ngejodohin aku, sih?" protes Audy galak.
"Bukan ngejodohin. Ya siapa tau aja, kan? Kalian cocok terus jadian siapa tau..."
"Hai..." Tiba-tiba suara cowok muncul dan membuat Audy terkejut. "Maaf... saya mau ambil pesanan saya kemarin."
Audy langsung mengenali cowok itu dan meminta Citra mengambilkan pesanannya.
"Semoga mamanya suka, ya. Happy birthday buat mamanya," kata Audy dengan mengulas senyum.
Cowok itu mengangguk. "Makasih, ya. Ini toko kamu?"
"Bukan, sih. Sebenernya ini toko Kakak saya. Kita cuma bantu kelola aja," jawab Audy disertai dengan anggukan cowok itu.
"Ini cokelatnya, Mas," kata Citra kemudian.
Cowok itu tampak senang melihat box cokelat berwarna merah marun dengan pita di atasnya. Tak lama, dia pun permisi pergi setelah melempar seulas senyum ke arah Audy yang berdiri dengan anggun di samping meja kasir.
"Ah, gue lupa lagi nanyain siapa namanya!" teriak Citra heboh.
"Kayak dia mau tiap hari beli cokelat aja pake tanya-tanya nama segala," kata Audy tak habis pikir.
"Kayaknya dia suka sama lu, Dy," kata Citra membuat senyum Audy mengembang.
"Siapa, sih, yang nggak suka sama Audy?" tanyanya penuh percaya diri.
"Rio, kali," jawab Citra sekenanya.
Audy terdiam dan menatap Citra galak.
"Kenapa jadi bahas Rio, sih?"
Tapi memang benar dugaan Audy semalam. Dari awal bertemu, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan Rio tertarik padanya. Malahan sikapnya cuek dan dingin setengah mati. Mana gampang ngamuk juga. Audy jadi penasaran kenapa Rio kok sepertinya tidak terlalu suka dengannya sejak awal mereka ketemu. Rio normal, kan?
***
Rio berjalan santai dengan plastik berisi makanan di tangannnya. Sebelumnya, dia belum pernah melewati jalan yang sekarang ini dia lewati. Jalan ini agak lebih ramai dan banyak sekali pedagang di tepian jalan. Hingga akhirnya, dia melewati sebuah toko yang paling mencolok di kiri jalan, yang dominan bercat biru muda.
"Planeeett!" seru seseorang membuat Rio menoleh.
Rio menghela napas. Tentu saja dia tahu siapa pemilik suara itu. Seorang cewek yang sejak awal tidak pernah memanggil namanya dengan benar.
Audy buru-buru keluar dari Heaven dan mendekati Rio. "Dari mana?"
Rio mendesah lalu menatap Audy kesal. "Lo bisa nggak manggil nama orang yang bener dikit?" protesnya untuk yang ke sekian kalinya.
Audy tersenyum jail sambil melirik kantong plastik di tangannya. "Apaan, tuh?"
"Bukan apa-apa," jawab Rio acuh.
Tiba-tiba Citra ikut keluar dan heboh saat melihat Rio di sana.
"Rio, ya?? Rio, kan??" tanya Citra memastikan. Senyumnya sendiri sudah mengembang.
"Siapa?" Rio balik bertanya dengan ekspresi datar.
"Ternyata keren juga, ya," komentar Citra berhasil membuat Audy tercengang. Sementara Rio tak bereaksi apa-apa.
"Udah gila, ya?" sosor Audy gemas. Citra hanya mengulum senyum. "Nggak mau mampir dulu ke sini? Ini salah satu tokonya Kakak, lho."
"Sori, gue harus pergi," kata Rio datar kemudian melangkah pergi.
"Tuh, kan? Kamu liat sendiri, kan? Orangnya songong gitu, diajakin masuk nggak mau. Dibaikin juga masih jutek aja. Dasar alien nggak tau diri!" umpat Audy sambil melotot tajam ke arah Rio yang berjalan menjauh.
"Tapi tetep aja dia cakep, Dy. Cool bangeett."
Rio tidak begitu peduli dengan Audy yang mengumpat habis-habisan karenanya. Kalau saja Rio tahu Audy berada di toko cokelat daerah itu, tentu dia tidak akan melewatinya.
Yang harus Rio ingat adalah jangan melewati tempat cewek itu berada. Sudah cukup hanya di rumah saja dia bertemu dengan Audy.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Guest [END]
Teen FictionAudy mencintainya. Ia yakin Rio pun begitu. Tapi Rio tidak bisa meninggalkan Kirei, seorang cewek asli Jepang yang selalu ada untuknya dan mendukungnya dalam situasi apapun. Ya, Rio hanya seorang tamu yang tinggal di rumahnya sementara waktu. Hingga...