"Kelas mereka belom pada pulangan, Ci."Shereen menyelutuk ketika melihat kelas XI-IPA-4 masih sibuk belajar dan disana ada bu Leny--Guru Matematika sekaligus Bina Kesiswaan--yang sedang menulis soal di papan tulis.
Kriiing!
Kriiing!
Kriiing!
Bel tanda jam sekolah berakhir berbunyi membuat beberapa kelas yang tadinya hening menjadi heboh kembali. Yang tadinya wajah mereka lesu menjadi kembali ceria. Yang tadinya desahan malas berubah menjadi sorakan kemenangan. Tipikal siswa-siswi SMA jaman sekarang.
"Halo, Cia, Shereen! Lengket mulu bedua udah kayak ketan, dah." sapa Via salah satu siswi kelas tersebut.
"Halu juga, Vi. Bisa aja lo, ada Key sama Dara?"
Via menengok ke dalam kelas dan celingak-celinguk ke seluruh penjuru kelas. "Hm, Key kalau nggak salah di toilet nggak balik-balik. Dara ada, tuh di dalem."
Shereen mengangguk dan berjalan masuk ke dalam diikuti Cia. Cia merasa harus menanyakan perihal putusnya hubungan Kezia dan Jeje. Ia merasa ada yang salah dari salah satu diantara mereka. Namun, tetap saja semua keputusan berada di tangan mereka. Cia hanya perlu lebih jelasnya saja.
Kezia datang dari arah barat bersama Dera di sampingnya. Gadis itu kelihatan baik-baik saja bahkan tawanya terdengar sampai ujung koridor. Hanya saja ada sedikit beban yang terlihat di kedua matanya yang agak sedikit sembab.
"Key, kita perlu bicara. Dara lagi ada urusan bentar sama Dava. Kita duluan aja. Cepet."
Kezia yang baru saja masuk dua langkah ke dalam kelas, menautkan alisnya menunjukkan bingung yang kentara. "Mau ngapain?"
"Mau ngomong. Ini penting, Key. Gue mohon."
Kezia akhirnya mengangguk walau masih dilanda kebingungan. Gadis dengan rambut diikat ponytail itu memanggul tasnya dan beranjak mengikuti Cia dan Shereen.
***
Cia, Shereen, Kezia, dan Dara telah berkumpul di sebuah Café bernuansa coklat, kesukaan Kezia. Sengaja ia memilih Café ini supaya Kezia merasa lebih tenang dalam diintrogasi.
"Lo putus sama Jeje, Key?" tanya Shereen to the point.
Kezia agak sedikit memucat mendengar hal itu keluar dari bibir Shereen. Pasalnya ia belum bilang kepada Shereen dan Cia perihal putusnya dia dengan Jeje yang mungkin menurut mereka tiba-tiba. Gadis itu memutar bola matanya sebelum menjawab.
"I-ya..., kenapa?"
"Kenapa lo nggak cerita dulu sama kita?" Cia mengambil alih.
"Gue minta maaf karena nggak ngomong dulu sama kalian. Tapi, percuma kalian pasti bakal nyuruh gue untuk pertahanin hubungan konyol ini. Kalian nggak ngerti gimana perasaan gue disaat dibagi jadi dua. Gue bimbang. Dan keputusan terbaik adalah putus. Walaupun gitu dia nggak bakal ngerasain sakit yang lebih dalem."
Semua sahabat Kezia tertegun. Ini pertama kalinya Kezia mengutarakan seluruh emosinya di depan mereka. Dalam pandangan Cia, Kezia adalah sosok yang lebih banyak diam jika ditanya masalah. Karena menurut gadis itu 'Live must go on'. Hidup itu berjalan. Dia tidak pernah memperlihatkan betapa jatuhnya dia. Hanya tawa dan senyuman yang tulus dari hati walau sesakit apapun keadaannya.
"Maaf, Key. Ini semua salah kita yang berusaha ngasih lo solusi tapi nggak dengerin hati kecil lo dulu."
"Ini semua salah gue. Seandainya dulu gue nggak ngebet jodohin mereka bedua. Ini nggak bakal kejadian. Maafin gue, Key."