38 A.||Vana's Past

141 12 2
                                    


Leo menjalankan SUV-nya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kalut akan kejadian yang baru beberapa menit lalu terjadi. Terkadang, cowok itu bingung bagaimana bisa ia menyukai seseorang seperti Vana. Seseorang yang bahkan memikirkan perasaan orang lain saja, tampaknya sangat acuh. Vana cenderung egois dan harus memiliki apa yang ia inginkan. Akan tetapi, sejak saat itu, pandangan Leo berubah tentang sosok Vana.

Sore itu, Leo baru saja menyelesaikan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah menengah pertamanya. Cowok itu memanggul tasnya dan bersiap untuk pulang. Namun, suatu pemandangan membuatnya berhenti sejenak. Dari jarak beberapa meter di depannya, Leo melihat Vana sedang digeret paksa oleh seorang lelaki paruh baya. Gadis itu terus meronta ingin dilepaskan. Leo tidak tahu harus berbuat apa saat itu.

"LEPASIN GUE! SHIT! Lepasin gue, bajingan!"teriakannya memenuhi lorong menuju parkiran.

Leo terus mengikuti mereka sampai menuju sebuah mobil BMW hitam dengan kesan mewah ketika pertama kali melihatnya. Tapi, bukan itu poinnya. Sesuatu mendesak hatinya. Suatu inisiatif muncul begitu saja untuk mengikuti kemana mereka akan pergi. Cowok itu memacu sepedanya secepat mungkin. Saat mobil mewah tersebut berhenti di dekat sebuah lahan penuh dengan rerumputan liar, Vana dan lelaki paruh baya itu turun. Vana menatap lelaki itu penuh kebencian, sedangkan lelaki itu menatap Vana dengan pandangan merendahkan. Leo perlahan memperlambat laju sepedanya.

Lelaki dengan tuxedo itu tertawa meremehkan dan menatap Vana dari atas hingga ke bawah. "Semakin dewasa, sifatmu semakin buruk. Saya juga tidak yakin bisa menganggapmu sebagai seorang anak. Bagaimana bisa saya memiliki anak dari seorang pelacur dengan sifat yang sangat buruk sepertimu?"ujarnya.

"Anda tidak perlu repot-repot untuk menilai saya. Apa saya cukup baik untuk menjadi seorang anak ataupun tidak, karena mau gimanapun, saya nggak akan pernah menginginkan seorang ayah yang bajingan layaknya anda. Bahkan, saya berpikir, saya kasihan terhadap anak-anak anda yang menganggap anda luar biasa, baik, hebat, dan sebagainya. To be honest, anda tidak akan pernah cocok dengan sebutan ayah."balas Vana dengan tatapan tajamnya.

PLAKKK!

Sebuah tamparan tepat bersarang di pipi sebelah kiri Vana. Suara yang ditimbulkan sangat memilukan di telinga Leo sehingga cowok itu meringis.

Gadis itu menghela napas pendek. Bukannya menangis, Vana melah tersenyum dan memperbaiki rambutnya yang sempat berantakan. "WOW, it's awesome. Gue nggak pernah nyangka bakal dapet tamparan dari seorang bajingan yang sialnya adalah ayah gue sendiri."

"Hentikan ucapanmu, Vana! Kamu tau? Kamu Cuma anak haram dari seorang pelacur dan saya tidak akan pernah menganggapmu sebagai seorang putri sampai kapanpun!"bentak lelaki itu dengan rahang mengeras.

Vana tertawa senang seraya bertepuk tangan riang. "It's sounds great!" Ia menggelengkan kepala sejenak dan menatap lekaki di depannya dengan pandangan menilai. "Well, kayaknya udah sore,ya. Mama pasti khawatir aku belum pulang. Ah,iya! Anda juga, sebaiknya anda pulang, Sir. Nanti istri setia anda dan anak-anak kebanggaan anda pasti akan mencari suami dan ayahnya yang luar biasa baik dan bijaksana."kekehnya.

Lelaki tersebut berbalik dengan wajah memerah menahan amarah. Sebelum, benar-benar memasuki mobilnya, Vana kembali berbicara, "Satu lagi, Sir! Jangan pernah panggil Mamaku dengan sebutan pelacur." Intonasinya terdengar menusuk dengan tatapannya yang setajam sembilu.

Namun, kata-katanya sama sekali tidak diacuhkan lelaki paruh baya tersebut. Tak lama, mobil hitam itu telah melaju membelah jalan setapak. Meninggalkan Vana yang masih menatapnya dengan wajah sendu. Leo yang sejak tadi menyaksikan interaksi antara Ayah dan Anak itu cukup prihatin. Cowok itu menghela napasnya berat. Dari jaraknya, ia bisa melihat Vana yang perlahan meluruh dan terduduk di pinggir jalan. Bahunya bergetar hebat pertanda gadis itu menangis sesenggukan. Dengan sigap, Leo menghampirinya. Cowok itu berjongkok di sebelah Vana dan mengulurkan sapu tangan kepadanya.

Vana mendongak. Rautnya menggambarkan kebingungan yang kentara. Menatap Leo dan sapu tangannya bergantian. Gadis itu menatap Leo dengan sinis kemudian mendorongnya hingga terduduk. Lalu, Vana bangkit berdiri dan meninggalkan Leo tanpa menerima sapu tangannya.

Sejak saat itu, apa yang dulu pernah Leo pikirkan tentang Vana perlahan-lahan berubah. Ia tidak seburuk yang orang-orang pikirkan. Ada sebuah alasan yang menyebabkan perilakunya menjadi seperti itu. Walaupun, Vana tidak pernah berbicara bahkan menatap Leo, cowok itu tahu apa yang gadis itu rasakan. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan Leo mulai berubah. Cowok itu sadar bahwa ia tidak sekedar mengerti, tapi ia menyimpan sebuah perasaan khusus untuk Vana.

Hatinya kembali berdenyut sakit ketika bayangan kejadian tadi menyergap pikirannya. Perasaannya tak menentu. Sulit untuk dideskripsikan bagaimana rasa sakit yang tengah bersarang di hatinya. Kata-kata Vana tadi, memacu dirinya untuk kembali mereka ulang pembicaraan mereka.

Leo menarik tengkuk Vana dan menciumnya. Cowok itu memejamkan matanya, berbeda dengan Vana yang melebarkan matanya tak percaya. Setelah beberapa detik bibir mereka menempel, Leo melepaskannya. Manik matanya menatap lurus ke dalam mata coklat milik Vana. Gadis itu tidak tahu harus berkata apa, pun tidak tahu harus berbuat apa. Sejengkal perasaan asing merasuki hati kecilnya. Rasa itu berulang setiap berada di dekat Leo. Ia merasa Leo berbeda dari sebelumnya. Belum lama ini, jauh dalam hati Vana, ia ingin, ia mau untuk percaya. Tapi, ia takut untuk melangkah dan kembali terjatuh, tanpa bisa bangkit berdiri.

Kasus ini berbeda dari perasaannya pada Arya. Dulu, ia tidak pernah sebimbang ini.

"Kalo lo emang bener sayang sama gue, cinta sama gue. Tolong ...,"Untuk sejenak, Vana menghentikan kalimatnya, "tinggalin gue sendiri. Buang jauh-jauh perasaan lo. Lupain gue, Le. Anggap kita nggak pernah dipertemukan. Elo dengan hidup lo, gue sama hidup gue."lanjutnya dengan nada mengisyaratkan kepedihan. Air mata telah merembes jatuh ke pipinya.

Leo menggeleng tegas seraya merangkum pipi Vana dan menghapus air matanya. "Enggak. Gue nggak bakal bisa,"

"ELO BISA!"tegas Vana. Matanya menatap Leo lurus-lurus. Air matanya tak dapat ia bendung, Vana membiarkan itu tetap mengalir sebagaimana mestinya. "Please, gue mohon. Jangan bikin diri lo sendiri sakit, cukup gue. Cukup gue, Le. Lo cuma ngerasain sakit kalo terus-terusan bertahan demi gue."

Cowok itu menghela napasnya berat. Ia beranjak mencium kening Vana kemudian tersenyum manis pada gadis itu. Leo berujar, "Well, kalo itu yang lo mau. Tapi, lo harus selalu inget. Gue bakal selalu ada tiap lo butuhin," Leo menyentuh pundaknya sendiri. "Bahu ini siap jadi sandaran lo kapanpun, Van."

CIIIT!

Leo mengerem mobilnya secara mendadak. Cowok itu begitu terkejut ketika mendapati sebuah mobil terparkir tiba-tiba didepan mobilnya yang tengah melaju. Beberapa lelaki kemudian keluar dari mobil tersebut seraya menatapnya tajam. Leo tahu mereka. Mereka adalah keempat sahabat baik Arya.

Seorang lelaki jangkung diantara yang lainnya, menatapnya sambil menggerakan telunjuknya yang mengisyaratkan Leo untuk keluar.

"LO, TURUN!"

~**~

Btw crita ini tinggal sedikiiiit lg menuju ending loh kawan kawaaan😂😂😢

Jujur, sedih ngelepas cerita iniii karena dari sekian banya cerita yg aku buat, yg berani aku post baru ini wkk

Okayy, see you next time

Minggu, 21 Mei 2017
Balikpapan.

AtresiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang