"Tante?" Seorang gadis dengan rambut hitam lurus dan berpakaian serba kuning menghampiri wanita paruh baya yang sedang memasak.
Wanita itu menoleh dan tersenyum ramah menyambut kedatangan gadis itu. "Halo, Vana. Apa kabar? Lama, lho kamu nggak kesini."
Vana menyalami Indah sebelum kembali menjawab dengan nada manja, "Baik, Tante. Gimana mau kesini kalau Arya-nya ngelarang terus? Lagian dia lagi deket sama cewek lain tauk, bikin Vana kesel."
"Siapa? Setahu Tante dia cuma deket sama Luna, sahabatnya waktu SMP." ujar Indah dengan kening berkerut heran.
Mendengar sebuah nama asing yang disebutkan Indah, membuat Vana jadi semakin penasaran. Siapa gadis itu? Selama ini Arya tidak pernah bercerita perihal tersebut kepada siapapun termasuk Vana. "Luna siapa, ya, tan?"
"Luna itu sahabat cewek satu-satunya Arya. Dia sayang banget sama Luna. Tapi sayangnya, cewek itu lumpuh dan bisu, Van. Kasian banget, ya. Tante sering, kok titip buah-buahan buat dia kalau setiap sabtu Arya kesana. Sebenarnya dia pinter terus cantik, lagi."
Vana mendengarkan dengan seksama dan muncul suatu ide untuk melancarkan rencananya merebut Arya dari Cia.
***
Hari ini. Semua harus berjalan lancar. Rencananya harus berhasil. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan apa yang ia mau selama ini, yaitu menjauhkan Cia dari Arya. Ini adalah langkah pertama. Ini satu langkah yang akan mengubah semua. Vana yakin, ia akan menang setelah semua rencananya berhasil.
"Hai. Lo ... Luna?"
Luna mengangguk pelan namun perasaan bingung dan agak sedikit takut sangat kentara di benaknya. Mamanya belum kembali sejak tadi karena akan pulang dan mengambil beberapa baju. Sebelumnya, ia tidak pernah mengenal gadis di hadapannya ini.
Seulas senyum tersungging di bibirnya dan ia beranjak duduk di kursi samping tempat tidur. "Lo pasti kenal Arya, kan? Gue temennya, Vana. Semisal lo nanti ditanya sama dia, jangan bilang gue kesini atau apapun tentang gue. Gue kesini, karena gue rasa perlu ngomongin ini ke elo."
"Lo mau ngomong apa?" Tulis Luna di note kecilnya.
"Lo saling sayang sama Arya?"
Mata Luna membulat mendengar pertanyaan dari Vana. Ia heran mengapa gadis di depannya ini sangat ingin tahu. Luna kembali menulis di notenya, "Iya. He's protect me so well."
Vana memasang wajah prihatin pada Luna yang membuat gadis itu mengerutkan alisnya bingung. Perasaannya mendadak tidak enak semenjak kedatangan Vana kemari.
"Arya udah punya pacar di sekolahnya." Vana menunduk pura-pura sedih dengan apa yang ia katakan pada Luna, agar gadis itu percaya dengan semua perkataannya. "Namanya Cia. Dia cantik. Pinter juga. Dia sempurna. Karena itu Arya sayang banget sama dia. Arya selalu belain dia dan nyelamatin dia. Cia juga sayang banget sama Arya. Dia selalu berada di dekat Arya. Gue cuma takut, karena adanya Cia nanti Arya bakalan ninggalin elo. Lo tau, kan Cia itu sempurna dibanding elo? Gue cuma takut Arya ninggalin elo demi Cia."
Luna termangu berusaha mencerna kata demi kata yang dilontarkan Vana. Ia sesungguhnya tidak percaya namun dengan semua yang dibuktikan oleh gadis di depannya ini membuatnya tidak bisa mengelak perasaan sakit hatinya. Ia terlanjur sakit hati dan marah pada Arya yang tega membohonginya dan meninggalkannya.
"Terserah lo mau percaya atau nggak. Importantly, gue udah ngomong yang sejujurnya. Maaf kalau pernyataan gue ini nyakitin elo, Lun. Gue cuma nggak bisa diem aja tau ada seseorang yang sayang banget sama Arya dan ketidaksempurnaan membuat Arya ninggalin dia demi Cia." jelas Vana sambil pura-pura mengusap air mata yang turun sengaja di pipinya.