14.|| Kepingan Masa Lalu

192 11 2
                                    


Langkah kaki yang terburu-buru menggema di penjuru lorong rumah sakit. Beberapa orang yang duduk di kursi tunggu, menoleh heran ke arahnya. Namun Arya seolah tak mempedulikan mereka. Yang ada di otaknya hanya Luna semata.

"Tante? Gimana keadaan El?" tanya Arya ketika sampai di kamar rawat 267.

Kedua orang yang berada disana menoleh heran ke arah Arya yang ngos-ngosan sehabis berlari marathon. Gadis yang terduduk di ranjang menunjuk Arya sambil menatap Ibunya. Gadis itu bertanya dengan bahasa yang mungkin sebagian orang takkan mengerti.

"Mama juga nggak tau, Lun." jawab Ibu dari gadis itu. Pandangannya beralih ke arah Arya yang sedang mengatur napasnya. "Kamu kenapa, Ar?"

Raut kaget bercampur heran terlukis di wajah tampan Arya. "Loh? El nggak kenapa-napa, tan?"

"Dia sehat wal afiat, kok. Malah lagi asik makan siomay." jawab Mama Luna heran.

"Ya tuhan, Tante. Aku kira Tante nelpon gara-gara El kenapa-napa. Ternyata si kecil ini baik-baik aja." ucap Arya dengan kekehan.

"Tante keluar dulu, ya. Pasti kalian butuh waktu berdua, kan? Ar, jagain Luna sebentar, ya." pamit Ibunya Luna yang dijawab anggukan dari Arya.

Cowok itu mengambil alih kursi yang tadi digunakan Ibunya Luna. Arya menatap Luna yang sedang asik mengunyah makanannya tanpa mengacuhkan Arya.

"Asik, ya makan siomay. Sampai-sampai gue dianggurin." celutuk Arya yang membuat Luna menoleh sekilas kemudian lanjut makan.

"Oke. Kalau gitu mending gue pu-" Perkataan Arya terputus ketika Luna menyelipkan potongan siomay ke mulutnya. Membuat Arya mau tak mau menelan makanan kesukaan Luna itu.

Sementara sekarang Luna telah terkekeh senang melihat ekspresi dari Arya. "Lo sengaja, ya El."

Luna menjawab dengan anggukan antusias yang membuat Arya melengos. Namun senyum tersemat di bibir tipisnya. Luna mulai menulis susuatu di note kecilnya.

Gue nyuruh lo kesini buat nyanyiin gue sebelum tidur :p

Arya geleng-geleng kepala menyadari maksud gadis itu menyuruhnya kemari. Namun ia justru merasa senang hati melakukan apa yang gadis itu inginkan darinya. Bukankah melihat Luna tersenyum kembali adalah keinginan terbesarnya?

"Mana gitarnya?" Luna menunjuk gitar yang teronggok manis di ujung ruangan. Arya mengambil gitar itu dan menaruhnya di pangkuan.

"Gue nyanyiin, ya. Tapi lo ganti posisi jadi tiduran dulu."

Setelah merubah posisi tubuhnya, Luna menoleh antusias ke arah Arya. Ini adalah pertunjukan yang sangat ia tunggu sejak seminggu yang lalu. Namun ia takut mengutarakannya.

"Maaf kalau suara gue jelek. Seadanya aja, ya El."

Luna tersenyum. Karena menurutnya, Arya selalu seadanya. Selalu apa adanya jika ada di depan gadis itu. Dan, seadanya Arya selalu bisa membuatnya tersenyum.

Terakhir ku tatap mata indahmu

Di bawah bintang-bintang

Terbelah hatiku

Antara cinta dan rahasia

***

"El! Sini, deh." panggil Arya dari ujung koridor.

Luna menoleh ke arah Arya dan tiba-tiba jantungnya berhenti berdetak ketika melihat senyum tulus yang cowok itu berikan padanya. Ada beribu perasaan bersalah di hatinya.

"Kenapa, Ar?" tanya Luna ketika telah duduk di samping Arya.

"Nih! Kado buat lo. Sorry, waktu ulang tahun lo kemarin gue nggak sempet dateng dan ngasih kado."

AtresiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang