Riuh sorak sorai penonton dari berbagai spot membuat suasana malam ini semakin ramai. Tidak terdengar lagi suara jangkrik yang biasa mengisi heningnya malam. Tidak ada lagi kunang-kunang yang menyinari tempat tersebut. Yang ada hanya teriakan penyemangat dan lampu sorot dari berbagai arah.
Disana. Arya tengah mengatur napas. Tangannya sudah siap diatas stang motor besarnya. Matanya menatap nyalang area balap yang sebentar lagi akan diterobosnya. Sementara pikirannya berkelana entah kemana. Namun satu hal yang tidak bisa Arya enyahkan dari pikiran.
Atresia.
Sesekali ia melirik ke arah bangku penonton yang tepat berada di sebelah kanan. Perasaan kecewa menggerogoti hati Arya ketika mendengar seruan semangat 45 Cia yang ditujukan pada Andra. Lawannya kali ini. Seharusnya Arya tidak perlu merasa kecewa. Toh, ia tidak memiliki perasaan setitikpun kepada Cia. Otaknya memang berkata seperti itu. Namun, persepsi itu berbanding terbalik dengan hatinya. Jauh dalam lubuk hati Arya, ada keinginan untuk memperbaiki semuanya. Arya ingin Cia yang banyak omong dan gugup di depannya. Bukan pribadi Cia yang lain. Cia yang menunjukkan sikap ketusnya dan irit bicara hanya kepadanya. Jujur, Arya merasa kosong. Hampa.
Andaikan Arya bisa membenarkan kata hatinya itu dari dulu, mungkin semuanya akan terasa baik-baik saja. Setidaknya Arya membenarkannya sekarang, maka kedepannya mungkin semua akan kembali seperti semula. Tetapi, rasa egoisnya membuat Arya seakan buta dan tuli. Tidak peduli apa dampak yang akan diterimanya nanti.
Traffic light yang berwarna merah, sejurus kemudian berganti warna menjadi hijau. Arya langsung menancap gasnya dan pertandinganpun dimulai.
Arya berusaha fokus pada jalur yang ada didepannya. Entah itu berkelak-kelok ataupun lurus ia tidak akan membiarkan fokusnya lengah sedikitpun. Kali ini Arya tidak akan mengalah. Setidaknya dari Andra.
Tanpa Arya sadari, Andra berhasil membalap. Sehingga posisi mereka sejajar. Andra semakin menancap gasnya sehingga dua kali lebih cepat dibanding Arya. Tidak terima dengan situasi yang berbalik, Arya menambah laju motornya.
Sedikit lagi. Dan Andra akan memenangkannya. Tidak. Arya tidak akan menyerah begitu saja. Layaknya orang kesetanan, Arya menambah laju motornya berkali-kali lipat dari sebelumnya. Cowok itu tidak mengacuhkan apapun yang akan dihadapinya nanti. Disana, garis finish telah terlihat. Berlomba melambaikan tangannya menyambut kemenangan salah satu diantara mereka.
Arya mengumpat dalam hati ketika didapatinya posisi mereka kembali sejajar. Tepat ketika tancapan gas terakhir, Arya berhasil memasuki garis finish lebih dulu daripada Andra. Perasaannya lega saat itu juga. Itu artinya, Arya telah memenangkan taruhan yang telah ia buat.
***
Kedua bola mata Cia terbelalak kaget. Untung saja mata Cia tidak sebesar dan sebulat Kezia, jika seperti itu mungkin saja kedua biji matanya akan jatuh keluar. Degup jantungnya berdetak lebih cepat ketika Arya lebih dulu sampai di garis finish sedangkan Andra menyusul 3 detik kemudian. Ada perasaan gelisah yang menghantuinya. Tapi Cia tidak tahu apa makna dari perasaan gelisahnya.
"Ci ... ARYA MENANG!" pekik Kezia heboh. Gadis itu telah menggoyang-goyangkan lengan Cia. Sementara Cia sendiri tetap bergeming.
Dara, Kezia, dan Shereen yang baru menyadari gelagat aneh Cia menatap gadis itu lekat-lekat dengan binar heran. Mereka saling melempar pandangan kemudian mengendik tidak mengerti.
Kezia menyentuh pundak Cia dan bertanya, "Lo kenapa?"
"Gue ngerasa janggal. Ada yang aneh disini," kata Cia dengan telunjuk terarah pada jantungnya. "Gue deg-degan tanpa alasan yang jelas." lanjutnya.