Hening.
Sudah hampir 3 menit Arya terdiam. Cowok itu terduduk lesu dengan pikiran kalut. Napasnya berderu tak beraturan. Sedangkan Luna, gadis itu tetap membeku sambil mengeratkan genggamannya pada ponsel.
"Siapa yang ngomong ke lo?" Arya menatap Luna tajam.
'Lo nggak perlu tau. Sebaiknya sekarang lo pergi dan jangan kembali kesini lagi. Percuma, gue nggak mau ketemu lagi sama lo. Ar, Cia lebih menjanjikan dibanding gue.' Tulis Luna dalam note di ponselnya.
"Sebenci itu lo sama gue?" tanya Arya sarkastik dengan menatap mata Luna lekat-lekat. Luna mengalihkan pandangannya. Takut kalau Arya akan melihat binar terluka dalam matanya.
"Jujur, El. Siapa yang ngomong gini? Gue nggak pernah pacaran sama Cia. Gue sayang sama lo. Selama ini gue selalu ngejaga perasaan gue cuma buat lo, bukan yang lain. Tolong percaya gue, ini Arya, lho El. Gue udah kenal lo selama bertahun-tahun dan lo lebih percaya dia dibanding gue. Lo hebat, El."
Luna memejamkan matanya. Ia menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Ketika membuka matanya, Luna langsung menatap tajam Arya kemudian telunjuknya mengarah ke luar. Bibirnya bergerak mengucapkan kata 'Keluar, sekarang juga.'
Arya mendesah frustrasi lalu bangkit memegang kedua bahu Luna lembut. Matanya menatap dalam manik mata coklat itu. Hatinya sudah kepalang sakit dan ia sulit untuk mengucapkan kata-kata. Sampai akhirnya, kalimat ini yang akan membuktikan semuanya.
"Tatap mata gue dan bilang kalau lo nggak cinta atau sayang sama gue."
Luna terkesiap. Hatinya sungguh tidak rela mengucapkan kata-kata yang memilukan ini. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dirasakannya. Namun, semua sudah terjadi. Luna tidak akan sanggup jika selalu berdekatan dengan Arya. Semua akan lebih baik jika Arya pergi. Mungkin.
'Gue nggak sayang sama lo' ucap Luna dengan gerak bibirnya. Ia menelan ludahnya berat.
Arya meluruh. Bahunya terkulai lemas, pegangannya pada bahu Luna terlepas sudah. Ia menunduk dalam dan tanpa sengaja melihat buket bunga yang tadi ia bawa. Buket yang tadinya dimaksudkan untuk hadiah ulang tahun Luna. Ia mengambil buket itu dan meletakkannya di pangkuan Luna.
Arya berlalu pergi tanpa sepatah kata. Meninggalkan Luna yang masih setia menatap buket mawar kesukaannya yang tertata rapi dalam pangkuannya. Digapainya perlahan dan dibukanya post-it yang terselip disana.
Hai, Happy Birthday, mungil. Lo suka sama bunganya, kan? Pastilah, kan bunga kesukaan lo. Ohya, wish you all the best and god bless you, El. Gue selalu berharap yang terbaik buat lo.
Love you
Ps : Doa lu doa gua juga ;)Arya
Arya berhasil membuat pertahanannya runtuh. Sekarang juga. Meninggalkan Luna dengan tangis yang semakin menjadi karena luka yang turut terkoyak.
***
Arya berjalan lesu keluar dari lobby rumah sakit. Hatinya seperti tersobek menjadi beberapa serpihan tak berarti kemudian terbawa angin entah kemana. Tatapannya kosong. Ia sudah tak peduli dengan pandangan orang-orang yang mungkin menilainya aneh atau tidak waras. Yang ada di otaknya hanya Luna.
Bagaimana bisa ia mendapat informasi bahwa Arya dan Cia berpacaran? Pasti ada orang dalam yang memfitnahnya dan tega membohongi Luna untuk tujuan yang Arya sendiri tidak mengerti. Namun yang pasti, ia tidak akan memaafkan orang itu. Dan sekarang, ia tidak tahu cara agar bisa kembali bersama Luna. Luna satu-satunya gadis yang ia sayangi setelah Bunda dan Mamanya. Tapi sekarang gadis itu telah meninggalkannya. Memang bukan artinya meninggalkan Arya selama-lamanya, namun Luna tidak akan mau bertemu lagi dengannya.