[One-Shot] Misteri

58 7 4
                                    

Jungiest21 (Ex-Member)

Pertengahan September. Dan itu artinya, kini sudah memasuki musim gugur. Hawanya benar-benar dingin -yah meski tidak sedingin saat musim dingin. Aku merapatkan jaketku yang berbahan kulit, cukup tipis memang, tapi hanya inilah satu-satunya jaket yang ku miliki. Kalian boleh mengataiku miskin atau kekurangan biaya atau apapun itu sebagainya, karena itulah memang kenyataannya.

Karena hawa malam ini yang bertambah dingin, aku mempercepat langkahku. Tidak terlalu memperdulikan daun-daun pohon maple yang bewarna kuning dan merah yang saling berguguran diatasku hingga jatuh ke jalanan yang ku pijak.

Jalanan didepanku tidaklah terlalu ramai. Untuk sekedar pemberitahuan, aku tinggal dipinggiran kota Seoul, jadi maklum saja kalau daerah ini tidak terlalu ramai.

Sambil berjalan, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Namaku adalah Oh Sehun, umurku sudah menginjak 23 tahun (umur Korea). Dan jelas saja aku sudah termasuk dalam kategori pria dewasa. Aku bukanlah pria yang berasal dari kalangan atas, justru aku adalah pria yang berasal dari kalangan bawah. Yah, tidak bawah sekali, setidaknya aku masih bisa bertahan hidup hidup sekarang meskipun sendirian, karena kedua orangtuaku telah tiada sejak kelulusan SMA-ku 5 tahun yang lalu karena kecelakaan. Sebenarnya aku masih memiliki kerabat, tapi aku tidak mau merepotkan mereka dan lebih memilih hidup sendiri agar mandiri.

Aku terus mempercepat langkahku karna aku tidak tahan cuaca dingin. Saat berbelok arah ke timur, aku berpapasan dengan seorang pria tua yang berjalan sendirian menggunakan tongkatnya.

"Hei anak muda, kau akan pergi kemana jam segini sendirian?"

Lantas aku menghentikan langkahku dan berdiri didepannya, setelahnya aku membungkukkan sedikit tubuhku sebagai tanda hormat.

"Saya akan pergi ke La Carne e Café, tuan."

Pria tua itu sedikit mengerutkan keningnya sebelum berkata, "Aku sarankan padamu agar jangan pergi ke sana."

Aku hanya menaikkan sebelah alisku bingung, namun aku hanya mengangguk saja. Apalagi saat aku melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kiriku yang menunjukkan angka 20:05. Asal kalian tahu, aku sudah terlambat 5 menit dari waktu yang seharusnya. Dan aku tidak mau membuang-buang waktuku hanya untuk mendengarkan ceramah omong kosongnya.

Hei, bukankah semua orang tua suka sekali menceritakan sebuah dongeng yang tidak berfakta itu?

"Ah, saya mengerti. Kalau begitu, saya permisi dulu," lalu aku membungkukkan tubuhku sekali lagi, dan pergi dari hadapannya.

Sebenarnya aku rada penasaran dengan ucapannya. Memang ada apa dengan Café itu sehingga aku tidak boleh ke sana? Dan ini masih pukul delapan, tidak terlalu malam untuk pria dewasa sepertiku keluar rumah sendirian.

Saat aku hendak menyeberangi jalan, aku menoleh lagi ke belakang untuk melihat kemana pria tua itu pergi. Tapi, hasilnya nihil. Aku menolehkan kepalaku ke segala arah, namun tetap saja tidak ku temukan. Hanya ada segelintir orang yang berlalu lalang, jadi seharusnya mudah saja untuk menemukan pria tua tadi. Apalagi pria itu menggunakan tongkat, pasti sangat lama untuknya berjalan.

Aku mengendikkan bahuku. Lagipula, itu kan juga bukan urusanku. Mungkin saja pria tua itu naik taxi atau sejenisnya. Yah meski tidak bisa dipungkiri kalau hawa dingin mulai menggelitik bagian tengkukku.

Ya ampun, aku hampir lupa. Ini kan musim gugur, dan hawanya memang sedang dingin, bukan? Kekeke ...

Aku mengalihkan perhatianku ke jalanan yang sedikit renggang. Saat ku lihat rambu lalu lintas menyala hijau, aku berjalan bersama dengan orang-orang lain yang ingin menyebrangi jalan juga. Setelah itu aku berjalan lagi sekitar 5 meter ke arah timur dari tempat penyeberangan tadi dan berhenti didepan pintu Café yang bertuliskan, "La Carne e Café" .

Coffee MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang